Imam Muslim rahimahullāh meriwayatkan dalam kitab shalīh-nya:
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya al-Tamimi, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Abi Hazim, dari ayahnya, dari Ba’jah, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda:
مِنْ خَيْرِ مَعَاشِ النَّاسِ لَهُمْ رَجُلٌ مُمْسِكٌ عِنَانَ فَرَسِهِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ يَطِيرُ عَلَى مَتْنِهِ كُلَّمَا سَمِعَ هَيْعَةً أَوْ فَزْعَةً طَارَ عَلَيْهِ يَبْتَغِي الْقَتْلَ وَالْمَوْتَ مَظَانَّهُ، أَوْ رَجُلٌ فِي غُنَيْمَةٍ فِي رَأْسِ شَعَفَةٍ مِنْ هَذِهِ الشَّعَفِ أَوْ بَطْنِ وَادٍ مِنْ هَذِهِ الْأَوْدِيَةِ يُقِيمُ الصَّلَاةَ وَيُؤْتِي الزَّكَاةَ وَيَعْبُدُ رَبَّهُ حَتَّى يَأْتِيَهُ الْيَقِينُ لَيْسَ مِن النَّاسِ إِلَّا فِي خَيْرٍ
“Di antara kehidupan yang terbaik bagi manusia adalah seorang yang memegang kendali kudanya di jalan Allah, dan ia senantiasa bersiaga untuk memacu kudanya manakala ia mendengar genderang perang atau denting senjata, pilihannya saat itu hanyalah membunuh ataukah terbunuh (syahid) di medan perang; atau seorang yang pergi untuk tinggal di atas bukit atau di lembah, dan di sana ia mendirikan shalat, membayar zakat dan terus menyembah Tuhannya sampai ajal menjemputnya. Ia tidak memiliki kepedulian dengan urusan siapa pun kecuali perbuatan yang baik.”
Para ulama mendefinikan ar-Ribāth, yaitu bersiaga di perbatasan negara Islam untuk menjaga agama dan mencegah ancaman musuh terhadap kaum Muslim.
Ibnu Hajar mengatakan dalam Fathul Bāriy mengatakan: ar-Ribāth adalah bersiaga di perbatasan antara kaum Muslim dan kaum kafir untuk menjaga kaum Muslim dari serangan kaum kafir. Dengan demikian, al-Murābithūn adalah sama dengan para penjaga perbatasan negeri-negeri Islam dari serangan musuh. Sehingga perbatasan yang paling menakutkan dan paling berbahaya, maka orang yang bersiaga (al-Murābith) di tempat ini mendapatkan keutamaan dan pahala lebih.
Artinya, kebaikan itu ada pada seorang yang selalu bersiaga untuk pergi berperang dan berjihad. Sehingga setiap kali ia mendengar genderang perang, maka ia akan memacu kudanya dengan cepat.
Juga, kebaikan itu ada pada orang yang berada di lembah dan bukit untuk menjauh dari keramaian manusia, agar bisa tenang beribadah kepada Allah SWT. Ia tidak memiliki kepedulian dengan urusan siapa pun kecuali perbuatan yang baik. Sehingga di sinilah ia bisa menemukan kebaikan.
Saudaraku tercinta karena Allah:
Seorang yang heroik akan mendedikasikan dirinya kepada Allah dengan selalu bersiaga untuk pergi berjihad di jalan-Nya, tidak ada perbatasan yang membatasinya, dan tidak ada hambatan yang menghalanginya. Pernyataan “memacu kudanya” menunjukkan pada kecepatan inisiatif, gerakan yang dinamis dan semangat yang tinggi.
Sehingga dengan tekadnya yang dipenuhi keimanan akan menjadikannya melihat jauh ke depan dan tidak puas dengan amal yang sedikit. Ia akan segera memacu kudanya setiap kali mendengar genderang perang dan denting senjata, karena ia memahami sifat perjalanan umat dan pentingnya perjuangan, dan yang ada dalam pikirannya adalah mati atau syahid, mengingat itu adalah misi hidupnya. Membunuh atau terbunuh bagi tentara dan pilot yang berdedikasi dan berideologi, serta tentara yang tengah berada di medan laga dan jihad, adalah sebuah keniscayaan. Pilot yang tengah berjihad di jalan Allah tahu betul bahwa ia tengah menjalankan misi yang menguntungkan bukan yang merugikan, sehingga ia tidak menunggu diperintah, melainkan ia memintanya dan berharap untuk tidak lari darinya, serta tidak ingin bahwa ia berjuang karena dorongan orang. Ia tidak akan bersembunyi dan menunda, sebab jihad adalah puncak dari kehidupan militer berdasarkan ketaatan yang dilandasi ilmu. Ia memahami arti dari yel-yel yang selalu diucapkan “Allāhu Ghayātunā, Allah tujuan kami”, dan “Allāhu Akbar wa Lillāhil Hamdu, Allah Maha Besar dan segala puji hanya milik Allah”.
Itu semua adalah ketentuan Allah yang dijalankan sesuai kehendak-Nya, yang membuka jalan untuk dakwah, serta memberi kekuatan kepada siapa saja yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya untuk digunakannya dalam ketaatan, dan menegakkan kebenaran. Ia hanya menunggu salah satu dari dua tujuan, yaitu: kemenangan atau mati syahid. Ia selalu siaga dengan sesuatu yang mungkin terjadi kapan saja. Ia menyadari bahwa ribāth-nya itu adalah pesan bagi musuh bahwa dirinya siap untuk menghadapinya, sehingga hal itu setiap saat dapat menciptakan ketakutan di jantung musuh; serta menyadari bahwa ribāth-nya itu adalah pesan bagi musuh bahwa dirinya benar-benar telah mempersiapkan tidak hanya dengan menambat kuda saja, tetapi juga kekuatan fisik dan pemikiran.
Seorang Muslim itu mulia, yang dimuliakan oleh ke-Islam-annya, yang membuatnya penuh perhatian dan bersungguh-sungguh membela negeri-negeri Islam dan kaum Muslim, dan tidak senang Islam dan kaum Muslim direndahkan dan dihinakan. Misinya adalah menciptakan keamanan dan keselamatan di seluruh penjuru dunia, sehingga ia senantiasa memegang kendali kudanya, dan setiap kali ia mendengar genderang perang atau denting senjata, maka ia memacu kudanya dengan cepat, untuk mengorbankan nyawa, harta dan waktunya, ia tidak peduli dengan kematian selama itu di jalan Allah, sebab ia menyadari bahwa dunia ini tidak ada harganya, sementara sehari saja yang digunakan untuk ribāth, maka itu lebih baik dari seluruh kehidupan. Dalam memerangi kaum kafir, ia lakukan karena Allah dan demi Allah. Sedangkan “menanamkan ketakutan di jantung mereka para musuh” adalah kināyah (kiasan) bahwa ia akan menghancurkan semua kekuatannya, akan menolong saudara-saudaranya, melawan agresi kaum kafir, serta mengakhiri kekejaman dan kezalimannya.
Hamba Allah, Umat Terbaik Yang Dikeluarkan Untuk Manusia:
Berbagai insiden di dunia Islam terjadi silih berganti, diikuti perubahan politik di sana-sini, serta konflik antara Islam dan kekufuran beralih dari fase ke fase, dari satu lingkaran ke lingkaran yang lain, sehingga perlu semua kekuatan dan upaya untuk saling melengkapi, tidak cukup hanya menonton dan mengamati, dimana perannya tidak lebih hanya memberi dorongan dan simpati. Sesungguhnya umat Islam—alhamdulillāh—memiliki kekuatan yang luar biasa, yang harus digunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan umat. Kekayaan sebenarnya yang dimiliki oleh umat tidak dalam bentuk uang atau peralatan dan sejenisnya, tetapi kekayaan yang berada dalam diri manusia yang beriman kepada Tuhannya, yang merasakan besarnya tanggung jawab amanah; kekayaan sebenarnya ada dalam jiwa-jiwa dinamis, matang dan bersemangat untuk memberi dan berkorban. Sehingga ia menyadari bahwa produktifitas seseorang tergantung pada kadar semangat dan misinya, yang membuatnya memiliki pandangan jauh ke depan, dan bersungguh-sungguh mencapai tujuannya.
Siapa saja yang takut mendaki gunung
Akan selamanya hidup dalam jurang
Imam Ibnu Qayyim al-Juziyah mengatakan: “Siapa saja yang melihat besarnya pahala, maka ia ringan menjalankan kewajiban. Siapa saja yang melihat kesempurnaan akhirat, maka ia senang meninggalkan dunia. Ketika manusia merindukan dunia, maka Anda merindukan Allah. Ketika manusia bahagia dengan dunia, maka Anda bahagia dengan Allah. Ketika manusia lupa karena kekasihnya, maka Anda lupa karena Allah.”
Hamba Allah:
Beberapa orang mungkin memahami bahwa kaum Muslim berperang karena senang menumpahkan darah, menumpuk kekayaan negara, dan menjarah harta?
Kalau kita menengok perjalanan sejarah Islam, niscaya akan kita temukan contoh yang luar biasa. Komandan tentara kaum Muslim, Abu Ubaidah sebelum perang Yarmuk mengembalikan kepada rakyat Homs jizyah yang telah mereka bayarkan, sebab ia tidak bisa membela mereka di depan tentara Romawi. Tentara kaum Muslim meninggalkan Samarkand setelah menaklukkannya, karena mereka melawan orang-orang sebelum mereka tunduk pada Islam. Sesungguhnya Tujuan dari jihad adalah mengeluarkan umat dan rakyat dari kegelapan (kekufuran) menuju cahaya (Islam).
Wahai Tentara Muhammad dan Kekasihnya, Wahai Penolong Agama, Wahai Tentara Umat Islam:
Sesungguhnya musuh-musuh kaum Muslim, sepanjang waktu dan setiap saat senantiasa menunggu kesempatan yang menguntungkannya untuk menyerang kaum Muslim.
Serangan terhadap Islam tidak pernah berhenti sejak diutusnya Rasulullah saw hingga hari ini. Sehingga untuk menghadapi serangan ini, kaum Muslim harus senantiasa dalam kondisi siap siaga (ribāth). Bahkan tentara Muslim itu kuat, jika mereka mengutamakan masalah ribāth ini.
Hubungan antara ribāth dan sabar adalah hubungan yang tidak dapat dipisahkan, dalam hal berjaga-jaga di front terdepan untuk mendapatkan ridha Allah SWT, dimana ia senantiasa sabar berada di jalan Allah, di tempat tertentu, dan dalam keadaan benar-benar bersiaga.
Sesungguhnya masalah jihad ini tidak akan sempurna tanpa kesabaran dan keteguhan. Jika musuh melakukan hal yang sama, maka butuh pada aktivitas yang lain, yaitu al-murābithah. Al-Murābithah adalah kesungguhan menutupi celah di hati dan menjaganya agar musuh tidak memasukinya. Jadi al-murābithah adalah kesungguhan menjaga perbatasan, sehingga tidak ada tempat yang kosong, yang bisa digunakan musuh untuk menyerang tiba-tiba. Sehingga tidak boleh ada satu celah di perbatasan yang luput dari penjagaan.
Dalam Kitab al-Muwaththa’ terdapat riwayat dari Abdullah bin Umar yang mengatakan: “Allah mewajibkan jihad untuk menumpahkan darah orang-orang musyrik, sementara ribāth untuk melindungi darah kaum Muslim. Melindungi darah kaum Muslim lebih aku cintai daripada menumpahkan darah orang-orang musyrik.”
Wahai Tentara Allah, dan Wahai Penjaga Akidah:
Siapakah pemilik keberuntungan yang akan diperoleh dengan memacu kudanya, dan senantiasa bersiaga untuk pergi berjihad setiap kali mendengar genderang perang dan denting senjata, dan merindukan syahid di jalan Allah? Siapakah yang akan melaksanakan perintah Allah untuk membela agamanya dengan membaiat Khalifah untuk memastikan terwujudnya apa yang tengah diperjuangkan di jalan Allah?
Abu Hurairah radliyallāhu ‘anhu berkata: “Sungguh ribāth (berjaga-jaga di perbatasan) satu malam di jalan Allah, lebih aku sukai daripada aku mendapati malam Lailatul Qadar pada saat berada di dekat Hajar Aswad.”
Abdullah bin Mubarak berkata kepada Fudlail bin Iyadl, pada saat ia sedang ribāth (menjaga perbatasan) di Tarsus:
Wahai ahli ibadah di dua masjid suci
Seandainya Anda melihat kami
Niscaya Anda sadar bahwa ibdahmu tiada arti
Orang-orang mewarnai pipinya dengan air mata
Sementara darah kami mewarnai leher dan dada
Atau orang yang kudanya lelah tiada arti
Sementara kuda kami lelah karena berjaga hingga pagi hari
Bau harum untuk Anda sekalian
Bau harum kami dari debu yang bertebaran
Namun harumnya debu sulit dihilangkan
Ketika Fudlail membacanya, maka tanpa terasa air mata mengalirlah di pipinya, dan berkata: “Benar, Abu Abdul Rahman, dan ia tulus ikhlas.”
Ya Allah, berikan kami kemenangan, dan jauhkan dari kami kekalahan. Ya Allah, sempurnakanlah kesabaran kami, dan teguhkanlah langkah kaki kami, serta menangkan kami atas orang-orang kafir.
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 30/04/2015.