HTI Press, Bandung. 23 Maret 1946. Hari itu adalah momen yang sangat bersejarah bagi Kota Bandung. Demi mencegah Imperialis Belanda menggunakan tempat tinggalnya sebagai markas militer, sekitar 200.000 warga Bandung membakar tempat tinggalnya dan pindah bergerak menuju pegunungan di selatan Bandung. Peristiwa itulah yang kemudian disebut Bandung Lautan Api.
Dengan semangat menolak Imperialisme yang sama, 30.000 kaum Muslimin dari berbagai wilayah di Jawa Barat berkumpul di Lapangan Gasibu Kota Bandung pada Kamis (14/6). Mereka menghadiri undangan dari DPD I Hizbut Tahrir Indonesia yang menggelar perhelatan besar yang bernama Rapat dan Pawai Akbar.
Dalam acara tersebut, Hizbut Tahrir mengingatkan kembali bahaya Imperialisme yang kini dikemas bukan lagi dengan cara fisik atau militer. Namun, menggunakan cara yang lebih lembut. Dengan melalui jalur ekonomi, politik, media, hingga pendidikan. Kendati demikian, keduanya tetap sama bahayanya.
Terkait hal ini, ustadz Adhi Maretnas, dari DPP Hizbut Tahrir Indonesia, menyerukan warga Bandung untuk kembali menyerukan penolakan terhadap Imperialisme “Mari kembalikan lagi semangat penolakkan terhadap imperialism itu dalam acara ini!” katanya.
Dalam orasinya, Humas Hizbut Tahrir Indonesia DPD I Jawa Barat, Luthfi Afandi, menguraikan secara gamblang bagaimana Neoimperialisme telah membuat Indonesia kini terpuruk. “Indonesia kini dikendalikan oleh asing. 76 draft Undang-Undang dibuat dengan intervensi asing” katanya.
Selanjutnya, ia juga menyatakan bahwa penjajahan politik juga telah memaksa rakyat Indonesia kehilangan haknya untuk menikmati kekayaan sumber daya alam yang dimilikinya. Berbagai barang tambang mulai dari minyak, emas, batubara, dan yang lainnya lebih banyak dinikmati hasilnya oleh para pelaku Neoimperialisme.
Namun, dalam Rapat dan Pawai Akbar, Hizbut Tahrir mengajak agar umat tak sekedar bermodal semangat dalam menolak Imperialisme. Lebih dari, Hizbut Tahrir mengajak umat untuk mengusung sebuah solusi tuntas, yakni dengan menegakkan Khilafah. Hal ini diwakili dengan tema yang diusung, yakni ‘Bersama Umat Tegakkan Khilafah’[]MI Bandung