Kebijakan Kapitalistik Sebabkan Ketidaksejahteraan Keluarga

delegasi nisa DIY

HTI Press. Yogyakarta. Dalam rangka mengkritisi program baru Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak yang bertajuk Peningkatan Produktivitas Ekonomi Perempuan (PPEP), Lajnah Fa’aliyah Muslimah Hizbut Tahrir DPD I HTI Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan serangkaian audiensi ke instansi–instansi terkait. Di antara instansi yang dikunjungi delegasi MHTI tersebut adalah Pemerintah Provinsi DIY (Kepatihan). Delegasi MHTI diterima oleh Asisten I Kepatihan Bidang Kesejahteraaan Masyarakat Drs. Sulistyo., S.H.,CN., M.Si beserta jajarannya (14/04/2015).

Dalam kesempatan itu Meti Astuti., S.EI., M.Si. mengapresiasi niat baik pemerintah untuk memenuhi kebutuhan finansial perempuan yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga. Akan tetapi, menurutnya penyebab ketidaksejahteraan keluarga disebabkan oleh kebijakan kapitalistik yang diterapkan di negeri ini, bukan disebabkan karena perempuan tidak bekerja. Maka, menjadi tidak solutif jika solusi yang ditawarkan justru mendorong perempuan untuk turut bekerja membantu perekonomian keluarga. Selain tidak solutif, hal ini juga menimbulkan efek samping  berupa terganggunya fungsi ibu sebagai penata keluarga dan pendidik generasi. Meti mencontohkan maraknya tindak kriminal yang melibatkan generasi muda adalah salah satu dampak dari terganggunya fungsi ibu. Hal ini jika dibiarkan, dapat menggoyahkan struktur di masyarakat.

Delegasi MHTI menawarkan solusi untuk diterapkannya sistem ekonomi Islam dan menempatkan perempuan sebagaimana Islam memposisikan. Islam sungguh memuliakan perempuan dan bagaimana pun keadaannya tidak pernah membebaninya dengan tanggung jawab finansial. Perempuan selalu mendapatkan jaminan finansial dari para walinya: suami, ayah, anak laki–lakinya yang telah baligh, saudara laki–lakinya, dan walinya yang lain. Para lelaki inilah yang semestinya diberikan kesempatan seluas–luasnya untuk dapat bekerja dan menyejahterakan keluarganya, termasuk perempuan sehingga para perempuan bisa fokus menjalankan perannya sebagai penata rumah tangga dan pendidik generasi. Bukan berarti perempuan tidak boleh bekerja. Perempuan yang memiliki keterampilan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan mampu menyelaraskan perannya dalam keluarga dan perannya di ranah publik, boleh bekerja. Tetapi bekerjanya perempuan haruslah karena dorongan kerelaan , senang bukan karena paksaan tekanan ekonomi.

Bapak Drs. Sulistyo., S.H.,CN., M.Si. menyambut baik kedatangan delegasi MHTI dan berjanji akan meneruskan masukan tersebut kepada para pembuat kebijakan pada level di atasnya. Sulistyo juga mengapresiasi keaktivan MHTI dalam memberikan masukan kepada pemerintah. Masukan – masukan inilah yang akan menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam merumuskan kebijakan.

Audiensi juga dihadiri dr. Retno Nurmawati, Bidang Keluarga Berencana BPPM Pemprov DIY. Retno menyepakati paparan delegasi MHTI terutama tentang posisi perempuan seharusnya. Retno juga senantiasa mengingatkan para perempuan yang bekerja di jajarannya untuk menomorsatukan keluarga karena menurut beliau jika keluarganya belum beres, maka dalam pekerjaan pun akan terganggu.

Audiensi diliputi suasana diskusi yang hangat dan berlangsung selama sekitar dua jam. Di akhir audiensi, pihak kepatihan memberikan undangan secara lisan kepada MHTI untuk hadir dalam acara dengar pendapat yang diadakan oleh Kaukus Perempuan. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*