Maal Hadīts Syarīf: Dosa Membicarakan Kitabullah Tanpa Ilmu

Dari ‘Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang mengatakan bahwa Nabi saw pernah mendengar beberapa orang yang saling berbantah-bantahan. Lalu, beliau saw bersabda:

« ‏إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِهَذَا ضَرَبُوا كِتَابَ اللَّهِ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ وَإِنَّمَا نَزَلَ كِتَابُ اللَّهِ يُصَدِّقُ بَعْضُهُ بَعْضًا فَلَا تُكَذِّبُوا بَعْضَهُ بِبَعْضٍ فَمَا عَلِمْتُمْ مِنْهُ فَقُولُوا وَمَا جَهِلْتُمْ ‏فَكِلُوهُ ‏إِلَى عَالِمِهِ »

Sesungguhnya binasanya orang-orang sebelum kalian hanyalah karena sebab ini. Mereka mempertentangkan Kitabullah sebagian dengan sebagian yang lainnya. Kitabullah diturunkan hanyalah untuk membenarkan satu dengan yang lainnya. Maka, janganlah kalian mendustakan sebagian dengan sebagian yang lainnya. Apa saja yang kalian ketahui darinya, maka katakanlah; dan apa saja yang kalian tidak mengetahuinya, maka serahkan kepada orang yang mengetahuinya.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya).

Ayyub meriwayatkan dari Ibnu Malikah yang mengatakan bahwa Abu Bakar ra ditanya tentang suatu ayat. Maka, Abu Bakar ra berkata: “Di bumi yang mana kakiku menginjak, dan di langit yang mana aku berteduh? Serta ke mana aku akan pergi? Sehingga, apa yang akan saya perbuat jika saya membicarakan Kitabullah tidak sesuai dengan yang diinginkan Allah.

Ada riwayat yang shahih dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas: “Siapa saja yang mengeluarkan fatwa tentang segala sesuatu yang orang tanyakan kepadanya, maka ketahuilah bahwa ia telah gila.

Imam Syafi’i rahimahullāh berkata: Aku mendengar Malik berkata: Aku mendengar Ibnu Ajlan berkata: “Jika orang alim (ulama) melupakan lā adrī (perkataan aku tidak tahu)”, maka dibenarkan membunuhnya.” Dikatakan bahwa Ibnu Ajlan meriwayatkannya dari Ibnu Abbas.

Dari Ibnu Mas’ud: Siapa saja yang memiliki ilmu, maka berkatalah dengan ilmunya; dan siapa saja yang tidak memiliki ilmu, maka berkatalah “Allāhu a’lam, Allah yang lebih mengetahuinya”. Sebab Allah SWT berfirman pada Nabi-Nya: “Katakanlah (hai Muhammad): Aku tidak meminta upah sedikitpun padamu atas dakwahku dan bukanlah aku termasuk orang-orang yang mengada-adakan.” (TQS. Sad [36] : 86).

Jika semua itu merupakan perkataan dari para pendahulu umat yang terbaik, seperti para sahabat dan tabi’in, dimana secara umum mereka adalah generasi terbaik tentang keilmuan, pengamalan dan kepatuhannya. Lalu apa yang dikatakan para “ulama” sekarang, yaitu mereka yang berani terhadap agama Allah, dan mengeluarkan fatwa yang tidak sesuai dengan keinginan Allah; mereka tidak takut dimasukkan dalam neraka dengan mengutamakan harta benda dunia; mereka berusaha menyenangkan para penguasanya, dan tidak takut akan murka Tuhannya; mereka menyesatkan masyarakat dari kebenaran; mereka inilah para ulama salāthīn (ulama corong dan peliharaan penguasa). Terkait mereka ini, Rasulullah saw bersabda: “Jika kalian melihat para ulama berada di pintu penguasa, maka takutlah agama kalian rusak karena mereka.

Sumber: hizbut-tahrir.info, 15/5/2015.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*