Mengupas Kesalahan Penafsiran Feminisme
HTI Press. Probolinggo. Sudah jamak di tengah masyarakat, opini sosok muslimah Indonesia digambarkan seperti figur Kartini. Sosok Kartini dianggap sebagai simbol perlawanan terhadap perampasan hak-hak wanita, sehingga oleh golongan kaum feminis dijadikan sebagai mainstream membumikan nilai-nilai pemikiran feminisme. Dalih emansipasi dimanfaatkan sebagai peluang dan jembatan emas bagi musuh-musuh Islam dari kaum feminis dan aktivis perempuan anti Islam. Padahal akar pemikiran feminisme inilah yang telah memporak-porandakan tata kehidupan wanita yang sesungguhnya dan menjauhkan umat Islam dari syari’at-NYA. Persoalan inilah yang diangkat oleh Muslimah HTI DPD II Probolinggo dalam acara Tadarrus Mubalighah Probolinggo (19/04/2015), di Warung Soto Pak Jenggot (Jl. Cokroaminoto Probolinggo). Hadir 40 peserta dari para muballighoh, pemangku pesantren dan ketua Majelis Ta’lim se-Probolinggo baik kabupaten maupun kota.
“ Akar Feminisme adalalah lahir dari ideology kapitalisme yang memandang wanita bebas berperilakau sebagaimana laki-laki. Feminisme dinilai sebagai propaganda Barat untuk merusak kehidupan muslimah. Kaum Barat dengan massif mengkampanyekan feminisme secara halus ditengah kaum muslimin menggunakan pendekatan teks-teks syariat. Akhirnya kaum feminis dari kalangan umat islam teracuni oleh ide ini mencoba mengotak-otak agar ide feminisme diterima dikalangan umat Islam dengan membangun penafsiran baru terhadap syari’at Islam”, begitu ujar Ustadzh Yanik Rusmiati, S.Pd (Ketua Lajnah Khusus Ustadzah dan Mubalighoh MHTI DPD II Probolinggo). Masih menurut Ustdzah Yanik begitu akrab dipanggil, “ gagasan feminisme mencuatkan isu yang menjadi trend setter yaitu kesetaraan gender yang menggugat tentang pakaian muslimah, larangan wanita sebagai pemimpin, tanggungjawab keibuan, kewalian, warisan sampai relasi hubungan suami istri’.
Bagian kedua, disambung Ustadzah Rini Darwati, SP. Selaku Ketua MHTI DPD II Probolinggo. Beliau mengupas dari sisi solusi mendasar yang menjerat kaum perempuan. Menurut Ustadzah Rini, “gagasan feminisme telah banyak menelan korban perempuan. Terbukti feminisme bukan solusi memuliakan perempuan bahkan jalan rusak yang menggelincirkan. Oleh sebab itu, tidak ada jalan lain kecuali berpindah ke jalan kehidupan islam secara utuh. Dengan cara merubah seluruh pondasi kehidupan dengan syari’at Islam . Kaum muslimah harus ikut bahu-membahu berkontribusi membebaskan umat dari bahaya ancaman feminisme. Struktur sistem Islam harus dikokohkan dengan Khilafah Islam. Tanpa Khilafah Islam mustahil payung hukum Islam dapat melindungi seluruh lapisan masyarakat. “
Antusiasme mubalighoh ditunjukkan dengan berbagai tanggapan positif yang mereka sampaikan. Harapan besar terbersit dalam wajah semangat muballighoh. Tergenggam tekad ikut berjuang dan mensukseskan agenda HTI pada bulan Mei, yaitu Rapat dan Pawai Akbar 1436 H. []