Saatnya Intelektual Bicara Perubahan
HTI Press. Padang. Fakta menunjukkan bahwa kondisi perempuan hari ini masih dalam keadaan yang buruk. Eksploitasi seolah tanpa batas, kekerasan menjadi hal yang sering terjadi dan kemiskinan seolah tidak bisa lepas dari kehidupan perempuan. Kondisi yang sudah pasti harus diubah. Mahasiswa sebagai agen perubahan jelas punya peran dan beban untuk mengubah semua menjadi lebih baik. Mereka haruslah menjadi sosok yang cermat dalam mengidentifikasi persolan dan merumuskan solusi tuntas atas persoalan tersebut. Maka dari itulah, DPD II Muslimah Hizbut-tahrir Indonesia (MHTI) kota Padang menyelenggarakan acara DIALOGIKA (Dialog Ideologis Khas Mahasiswa) dengan tema ‘Saatnya Intelektual Muslimah Bicara Perubahan pada hari Sabtu, 25 April 2015 pukul 08.00-12.00 WIB di Gedung Aula Fakultas Da’wah IAIN Imam Bonjol Padang.
Dialog dipandu oleh Ustadzah Suryaningsih (Anggota DPD II MHTI Padang). Hadir dua pembicara, Ustadzah Aisyah Aqila (Anggota DPD II MHTI Padang) dan Ustadzah Hasyifah Yolanda (Ketua DPD II MHTI Padang). Pada pemaparan materi pengantarnya Aisyah mengungkapkan bahwa diskriminasi terhadap perempuan dilakukan dengan penerapan berbagai kebijakan yang seolah pro kepada kepentingan perempuan dan meninggikan kedudukanya. Isu gender adalah salah satu program yang dilancarkan untuk menyerang perempuan dan syariah Islam–yang mengatur kehidupan manusia termasuk perempuan dengan pengaturan sempurna—sekaligus.
Sementara Hasyifah mengatakan, bahwa butuh adanya upaya penyadaran pada umat Islam akan bahaya yang tengah mengancam mereka. Para intelektual adalah orang yang berperan penting dan merupakan pemegang kunci utama bagi terjadinya perubahan. Fakta perempuan hari ini yang mengalami keterpurukan dan krisis pada seluruh aspek kehidupan adalah fakta buruk yang harus diubah. Sejarah telah membuktikan bahwa Islam dengan semua kesempurnaan pengaturannya mampu menciptakan kondisi terbaik bagi perempuan dan seluruh umat manusia bahkan seluruh alam.
Pada sesi diskusi, Novita (Mahasiswa Universitas Negeri Padang) menjadi penanya pertama.Novi mengungkapkan bahwa pemaparan yang disampaikan sungguh membuka wawasan. Namun yang masih menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan anggapan bahwa jika perempuan tidak bekerja maka akan ditindas yang langsung dijawab oleh pemateri bahwa dalam hal ini harus dipahami justru saat perempuan bekerjalan sejatinya perempuan berada dalam penindasan. Mereka menjadi objek eksploitasi. Tidak hanya tenaga mereka yang dieksploitasi mereka bahkan harus merelakan tubuhnya menjadi bahan penarik.
Riza (Mahasiswa Universitas Negeri Padang) sebagai peserta kedua yang memberi tanggapan menambahkan bahwa kesetaraan gender yang katanya menyejahteraan ternyata justru merendahkan dan menindas perempuan. Asri (Mahasiswa STKIP) juga tertarik untuk mengupas tema lebih lanjut dengan menanyakan bagaimana jika ada yang beranggapan bahwa saat ini sangat sulit membiayai kehidupan jika perempuan tidak bekerja yang langsung dijawab oleh pemateri dengan jawaban bahwa akar persoalan bukanlah pada bekerja atau tidaknya perempuan melainkan pada penerapan sistem Kapitalisme yang hanya akan berpihak pada para kapital bukan bertujuan menyejahterakan rakyat. Tika (Mahasiswa Universitas Andalas) sebagai penanya terakhir mengungkapkan kegelisahannya dengan sikap orang Islam moderat dan bagaimana mengubah orang yang cenderung mengambil Islam Moderat sebagai pandangan hidup mereka yang langsung ditanggapi oleh pemateri bahwa dalam kondisi ini perlu dilakukan perang pemikiran dan da’wah pemikiran.
Setelah sesi diskusi berakhir acara dilanjutkan dengan testimoni dari peserta Dialogika. Dona (Mahasiswa IAIN IB Padang) menjadi testimoner pertama mengungkapkan bahwa perlu pemahaman Islam yang benar untuk bisa mengubah keadaan ini dan Tika (Mahasiswa Universitas Andalas) sebagai testimoner kedua menambahkan bahwa hanya Islam yang mampu menyelesaikan persoalan perempuan dunia yang semakin kompleks ini. Acara diakhiri dengan pemutaran video seruan MHTI, pembagian doorprize, do’a penutup, soasialisasi agenda Rapat dan Pawai Akbar (RPA) dan foto bersama. []