Meski dengan kondisi lumpuh, kakek ini “memaksa” cucunya mengantar dirinya untuk menghadiri RPA di Ketapang. Pekik suara takbir ketika sosialisasi rupanya menjadi pengugah semangat untuk serta turut bergabung bersama rombongan RPA. Dengan berbisik, cucunya mengatakan pada aktivis HTI Ketapang Hamzah, bahwa kakek dulunya aktif di Masyumi. Dan dengan terbata-bata sang kakek berbisik kepada Hamzah
“Saya rindu dengan suasana seperti ini, saya rindu syariah, moga-moga khilafah segera tegak sebelum ajal menjemputku,” ujar sang kakek terbata-bata berbisik kepada Hamzah.
Kerinduan juga ditunjukkan oleh seorang kakek lainnya. Kakek yang masih mampu berjalan ini menggandeng kedua cucunya yang masih anak-anak untuk mengikuti RPA Ketapang. Ketika ditanya apa alasannya dengan lantang sang kakek pun menjawab. “Agar kelak mereka tahu tentang jamaah Hizbut Tahrir dan mudah-mudahan kelak ketika besar mereka turut serta berjuang bersama Hizbut Tahrir,” ungkapnya.
Kerinduan akan tegaknya syariat Islam secara kaffah ditunjukkan pula oleh seorang nenek usia 80 tahun di Padang. Usia yang tidak lagi muda, kulit yang sudah berkerut dan tulang punggung yang sudah mulai membungkuk tidak menyurutkan semangatnya untuk mengikuti pawai akbar ini.
Bertongkatkan rayah, ia tetap berjalan walau dengan susah payah karena keadaan fisiknya yang renta. Keringat mulai bercucuran di dahi yang telah mengisyaratkan usia senja. “Nenek, masih kuat berjalan??” tanya salah seorang panitia ketika melihat keringat dan kepayahan telah menderanya.
Dengan tegas ia menjawab, “Masih Nak, tidak apa-apa Insya Allah masih sanggup.”
Sontak membuat panitia tercengang dan terhenti langkah sejenak melihat semangat dan kebanggaan menjadi bagian pejuang syariah dan khilafah. Sesampai di titik akhir pawai tak satupun keluar dari lisannya keluhan kelelahan karena berjalan atau apapun, yang ada hanyalah kebanggan memegang bendera bertuliskan Laailaha illallah Muhammadar Rasulullah berwarna putih di kain hitam. (Joy)