Kehadiran lebih dari 100 ribu umat Islam Indonesia di Gelora Bung Karno, merupakan puncak dari kegiatan akbar yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia. Kegiatan Rapat dan Pawai Akbar (RPA) 1436 H dengan tema Bersama Umat Tegakkan Khilafah , sebelumnya sudah dilakukan di 35 kota di seluruh Indonesia . Sama dengan di Jakarta, umat Islam di berbagai kota di Indonesia berbondong-bondong dengan antusias menghadiri kegiatan yang diselenggarakan di bulan Rajab yang mulia ini.
Salah satu hasil penting RPA 1436 H ini adalah Resolusi Politik Hizbut Tahrir Indonesia. Resolusi politik ini, penting kita perhatikan dan sosialisasikan sebagai jalan untuk menyelamatkan Indonesia dan negeri Islam yang saat ini dalam keadaan terpuruk. Dalam resolusi politik tersebut Hizbut Tahrir Indonesia menegaskan pertama, bahwa sesungguhnya negeri ini terpuruk karena neoliberalisme dan neoimperialisme. Kedua, Tidak ada solusi yang benar dan tuntas untuk negeri ini kecuali dengan Islam melalui penerapan syariah dalam naungan khilafah. Ketiga, menyerukan umat untuk berjuang dengan ikhlas dan sungguh-sungguh bagi tegaknya syariah dan khilafah.
Neoliberalisme adalah pandangan yang menghendaki kebebasan individu/korporat dengan meminggirkan peran negara. Negara hanya dijadikan sebagai pelayan-pelayan kepentingan para kapitalis. Negara hanya sebagai stempel regulasi yang menjamin kepentingan penjajahan negara-negara kapitalis. Campur tangan negara dianggap penghambat kebebasan ekonomi.
Neoliberalisme melahirkan kebijakan-kebijakan liberal yang menambah derita rakyat dan mengokohkan perampokan kekayaan alam kita. Melahirkan kebijakan seperti privatisasi, pencabutan subsidi, liberalisasi perdagangan, peningkatan pajak, utang luar negeri, dan lain-lain.
Padahal negara sesungguhnya bukanlah pelayan para kapitalis yang rakus . Dalam Islam negara adalah pengurus dan pelayan umat. Rasulullah SAW bersabda : Pemimpin (penguasa) adalah pengurus rakyat. Dia akan dimintai pertanggungjawaban atas pengurusan rakyatnya (HR al-Bukhari dan Muslim).
Neoliberalisme ini merupakan paham kufur dan merusak, yang dipaksakan ke negeri-negeri Islam oleh para penjajah melalui penjajahan gaya baru yang disebut neoimperialisme. Mereka menjajah kita bukan dengan mengirimkan pasukan perang atau melalui pemerintahan kolonial yang didirikan di negeri kita. Mereka menjajah kita melalui penguasa-penguasa boneka yang menjadi kaki tangan mereka dan sistem kapitalisme yang dipaksakan terhadap negeri-negeri Islam. Hingga lahirlah berbagai produk undang-undang dari dari rahim busuk sistem demokrasi yang mengokohkan penjajahan.
Penjajahan gaya baru ini, tampak dari berbagai campur tangan negara-negara imperialis seperti Amerika dalam dalam pembuatan UU. Sistem demokrasi yang mahal dan korup, telah memberikan jalan bagi para pemilik modal, untuk mendudukkan orang-orang mereka di perwakilan rakyat. Tidaklah mengherankan kalau mereka yang duduk sebagai wakil rakyat menjadi kaki tangan para pemilik modal yang telah menjadi cukong politik mereka.
Hal inilah yang secara tegas disebutkan oleh Syeikh Taqiyuddin an Nabhani sebagai pangkal malapetaka di tengah-tengah umat. Pendiri Hizbut Tahrir ini dalam kitab Nida’ul Har menjelaskan : “Sesungguhnya umat Islam telah mengalami tragedi karena dua musibah. Pertama, penguasa mereka menjadi antek-antek kafir penjajah. Kedua, di tengah mereka diterapkan hukum yang tidak diturunkan oleh Allah, yaitu diterapkan sistem kufur.”
Kenapa syariah Islam? Dalam pidato politiknya, Ustadz Rokhmat S Labib, Ketua DPP Hizbut Tahrir menjawab: karena syariah tegas menolak neoliberalisme, dari asas hingga cabang-cabangnya. Syariah juga menentang keras segala bentuk imperialisme, yang lama maupun yang baru. Tak hanya itu, syariah adalah satu-satunya hukum yang benar dan adil. Karena benar dan adil, maka ketika syariah diterapkan dalam kehidupan, akan mewujudkan kebenaran dan keadilan.
Adapun kenapa khilafah, karena hanya dengan khilafah seluruh hukum syariah dapat diterapkan secara kaffah. Karena hanya khilafah satu-satunya sistem pemerintahan yang kompatibel dengan syariah. Bahkan, khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan yang disyariahkan Islam.
Namun semua ini tentu tidak ada artinya, kecuali umat Islam yang sadar kemudian bergerak untuk melakukan perubahan. Karena itu kita kembali perlu mengingatkan, pada dasarnya, Neoliberalisme dan neoimperialisme ini telah menyebabkan kezaliman, kemungkaran dan kemaksiatan terjadi. Sementara Allah SWT telah melarang kita diam terhadap kezaliman,kemungkaran dan kemaksiatan.
Diamnya kita terhadap kezaliman bisa mengundang kemarahan Allah SWT. Inilah yang diperingatkan Rasulullah SAW kepada kita, ketika beliau bersabda : “Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian harus memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, atau Allah akan menimpakan hukuman atas kalian (karena meninggalkan aktivitas amar ma’ruf nahi munkar), kemudian kalian berdoa kepada-Nya dan tidak dikabulkan-Nya.”
Tentu saja, kita tidak boleh diam dalam kondisi ini. Negeri ini harus kita selamatkan. Dan yang menyelamatkannya adalah kita – umat Islam—sebagai pemilik sah negeri ini. Kita tidak punya pilihan lain, kecuali terus berjuang dengan sungguh-sungguh hingga Khilafah ‘ala Minhajin Nubuwah tegak. Dengan itu seluruh syariah Islam bisa ditegakkan. Neoliberalisme dan neoimperialisme bisa dihancurkan. Dan dengan itu pula kemuliaan Islam dan umat Islam bisa diwujudkan. Allahu Akbar! [] Farid Wadjdi