AS Berencana Membangun Pangkalan Militer di Negara Afrika Utara
Surat kabar Amerika Wall Street, edisi tanggal 14/07/2015 melaporkan dengan mengutip dari para pejabat AS yang mengatakan banhwa “AS sedang melakukan negosiasi dengan negara-negara Afrika Utara untuk mendirikan pangkalan militer guna penyebaran drone di wilayahnya. Itu semua dilakukan untuk membendung perluasan organisasi negara Islam (ISIS) ke luar perbatasan Irak dan Suriah.”
Surat kabar mengutip dari pejabat pemerintah AS yang mengatakan bahwa “Keberadaan pangkalan militer di Afrika Utara yang dekat basis ISIS memungkinkan AS untuk memperoleh informasi guna memahami apa yang terjadi di kawasan itu.”
Surat kabar itu menyebutkan bahwa “Sejauh ini, tidak ada satupun dari negara-negara di Afrika Utara yang menyetujui pembangunan pangkalan militer di wilayahnya.”
Surat kabar mengutip pernyataan juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS, Alistair Baskey yang mengatakan: “Kami bekerja sama erat dengan Afrika Utara, wilayah selatan pantai Gurun Sahara dan Eropa untuk membicarakan tentang kekhawatiran terkait berbagai ancaman yang berasal dari Libya, dan ini memerlukan informasi intelijen yang lebih besar tentang kelompok-kelompok yang beraktivitas di sana.”
Para pejabat AS mengatakan: “Meskipun faktanya bahwa semua pemerintah di wilayah Afrika Utara melihat adanya ancaman dalam ISIS, namun mereka khawatir bahwa mereka akan menjadi targetnya secara langsung jika mereka setuju untuk menjadi tuan rumah pangkalan militer AS.”
Akan tetapi yang jelas bahwa negara-negara Afrika Utara ada dalam pengaruh Inggris, dan rezim-rezim di sana adalah boneka Inggris. Sejauh ini, AS berusaha untuk memperluas pengaruhnya di negara-negara ini, namun belum juga berhasil. Sehingga AS menjadikan perang melawan ISIS sebagai dalih untuk membangun pangkalan militer di sana, sebenarnya itu adalah upaya AS untuk memperluas pengaruhnya dan membeli para boneka. Oleh karena itu AS memberi Tunisia, pada tanggal 11/7/2015 status “mitra utama di luar NATO”, dengan dalih dukungan bagi Tunisia dalam menghadapi ancaman organisasi teroris, dan dalam mendukung demokrasi.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, John Kirby membuat sebuah pernyataan yang menunjukkan bahwa “keputusan ini akan memberi Tunisia sejumlah hak istimewa yang nyata, termasuk menjadikan Tunisia layak memperoleh pelatihan, dan pinjaman yang akan diberikan dalam rangka kerjasama di bidang penelitian dan pengembangan.” Jadi, dengan semua ini jelas bahwa AS ingin menembus pengaruh Eropa, khususnya Inggris di Tunisia dengan memberikan status tersebut, sejumlah hak istimewa, masuknya para perwira AS untuk melatih para perwira Tunisia guna menjadikan mereka sebagai bonekanya, serta pemberian pinjaman yang membebani rakyatnya, dan sama sekali tidak membantunya, justru menjadikannya terikat, dimana AS akan menggunakan masalah pemberian pinjaman sebagai sarana untuk memperluas pengaruh. Dan dengan cara ini, AS telah sukses di banyak negara.
Perlu diketahui bahwa Uni Eropa telah mengeluarkan pernyataan setelah pertemuan para pemimpinnya di Brussels, pada 20/3/2015, yang mengatakan bahwa “Uni Eropa dan negara-negara anggota akan meningkatkan kerjasama dengan Tunisia untuk melawan ancaman teroris bersama guna memperkuat demokrasi yang menjanjikan di Tunisia, dan membantu pembangunan ekonomi dan sosial.”
Dengan demikian, kita melihat bahwa ocehan AS sama seperti ocehan Eropa, dimana kedua pihak tengah bersaing berebut negeri Islam yang sedang pecah revolusi untuk menuntut kembalinya martabat umat dengan membebaskannya dari cengkeraman para penjajah yang menggunakan berbagai cara penipuan, seperti pemberian status mitra utama di NATO, pemberian pinjaman, dan pemberian sejumlah bantuan, serta pelatihan bagi para perwira untuk memerangi terorisme, dimana semua itu dijadikan sebagai alasan untuk memperluas pengaruh mereka dan mempertahankannya.
Hanya saja, di antara umat Islam Tunisia yang mukhlis, mereka berjuang dengan sungguh-sungguh bersama Hizbut Tahrir untuk membuat Tunisia sebagai titik sentral bagi berdirinya sebuah negara Islam, yang akan mengabungkan semua negeri-negeri Islam dalam satu negara yang kuat dan mampu menghadapi semua negara kafir imperialis (kantor berita HT, 17/7/2015).