Kepala Badan Intelejen Negara (BIN), Sutiyoso mengklaim telah antisipasi potensi konflik di Tolikara pada Hari Raya Idul Fitri 1436 Hijriah, Jumat (17/7). Namun, pengamanan dari aparat dinilai tak cukup menghadapi jumlah massa yang mencapai 2 ribu orang.
Kondisi tersebut memaksa petugas melepaskan peluru panas ke arah warga. Menurut dia, jemaat GIDI lebih dulu memicu kerusuhan dengan menyerang umat Muslim saat hendak melaksanakan shlat. Saat tanda-tanda bentrokan terlihat, aparat sempat mengeluarkan tembakan peringatan.
Sayangnya, mereka justru menyerang Polisi dan sejumlah TNI yang coba menenangkan suasana. Dengan jumlahnya tak imbang, petugas pengamanan di sana menganggap situasi tersebut sudah membahayakan mereka sehingga aparat melakukan pertahanan.
Sutiyoso sendiri tak tahu pasti bagaimana kekacauan di sana. Berapa jumlah personel Polisi dan TNI di sana serta bagaimana jemaat GIDI melakukan penyerangan, ia tak bisa memastikan. Namun, ia membantah kalau BIN dinilai tak melakukan langkah-langkah antisipasi.
“Sejak keluar surat edaran 11 Juli lalu, kami sudah antisipasi. Makanya pelaksanaan shalat Ied dijaga aparat,” katanya kepada Republika, Ahad (19/7).
Namun, mengapa warga justru melakukan tindakan anarkis ke lokasi lain bukan bentrokan dengan aparat? Sutiyoso menganggap itu bagian dari pelampiasan emosi. Pun mereka tak membakar masjid secara langsung. Dia mengatakan, target jemaat GIDI hanya kios di sekitar rumah ibadah itu.
Terbakarnya masjid di sana, menurut dia, karena api merembet ke arah bangunan tersebut. Ia belum bisa memastikan pecahnya kondisi Tolikara lantaran hal sepele, yakni pengeras suara. Sejauh ini mantan Gubernur DKI Jakarta ini tengah menyelidiki apakah ada konflik kepentingan di Tolikara atau murni gerakan massa.
“Tapi, masyarakat di sana memang secara tegas menolak keberadaan agama lain berdampingan dengan mereka,” (republika.co.id, 19/7/2015)