Pembakaran Masjid di Tolikara, Biang Keroknya Misionaris Kristen !

Da’i asal Papua, Ustadz Fadlan Garamatan menegaskan biang kerok pembakaran masjid di Papua misonaris kristen, baik dalam negeri maupun luar negeri. “Biangkeroknya adalah misionaris dari luar negeri dan dlm negeri,” ujarnya  melalui akun twitternya @fadlannuuwaar (18/7).

Da’i  yang aktif berdakwah di Papua ini juga menghimbau umat Islam untuk tidak memusuhi rakyat Papua. “ Mereka yang membakar masjid karena ketidak tahuannya tentang Islam,” Ujarnya.

Tindakan menghalangi ibadah umat, yang disusul pembakaran masjid, dan kios-kios milik umat Islam tidak biasa dilepaskan dari adanya Surat Badan Pekerja Wilayah Toli (BPWT) Gereja Injil Di Indonesia (GIDI) tertanggal 11 Juli 2015 yang ditujukan kepada Umat Islam se Kabupaten Tolikara, ditandatangani oleh Pdt. Nayus Wenda sebagai Ketua dan Pdt. Marhen Jingga sebagai Sekretaris.

Surat ini juga ditembuskan kepada Bupati, Ketua DPRD, Kapolres dan Dandim Kabupaten Tolikara, yang berisi larangan umat Islam di sana merayakan lebaran. Bahkan dalam surat itu juga tertulis larangan bagi muslimah memakai jilbab.

Leluasanya misoniaris asing yang mengancam disintegrasi Papua ini tidak bisa dilepaskan dari sikap pemerintah. Pemerintah juga membiarkan kelompok-kelompok LSM liberal asing maupun lokal yang dengan gencar menyerukan Papua Merdeka. Termasuk pihak Gereja yang  mendorong disintegrasi Papua. Gereja diketahui aktif mendorong disintegrasi Papua. Para misonaris asing yang memiliki agenda politik disintegrasi dibiarkan berkeliaran di Papua.

Campur tangan Gereja terlihat dari dari hasil sidang sinode GKI (Gereja Kristen Indonesia) Oktober 2011 yang mengeluarkan pesan mendorong Hak Menentukan Nasib Sendiri orang Papua. Pesan yang sejalan dengan rekomendasi World Allinance of Reform Churche 2004. Padahal berdasarkan pengalaman disintegrasi di Timor Timur, Gereja bekerja sama dengan kekuatan imperialis asing dan LSM komprador berperan penting memuluskan disintegrasi

Pemerintah Indonesia juga tidak melakukan  protes terhadap negara-negara yang memberikan jalan dibukanya kantor kelompok separatis Papua. Dalam waktu dua tahun sejak dibukanya kantor pertama di Kota Oxford Inggris April 2013,  kelompok separatis Free West Papua pimpinan Bennya Wenda membuka kantor di beberapa negara seperti Australia, dan Belanda. Celakanya, Pemerintah Indonesia malah bekerjasama erat dengan negara-negara imperialis ini.

Kegagalan Negara dan Penguasa Liberal

Mulusnya upaya disintegrasi tidak bisa dilepaskan dari  kegagalan pemerintah rezim liberal untuk mensejahtrakan rakyat Papua. Meskipun memiliki kekayaan alam yang luar biasa, rakyatnya hidup dalam kemeskinan. Lagi-lagi pangkalnya adalah sistem demokrasi, yang telah memuluskan berbagai UU liberal. Inilah yang melegitimasi perusahaan mancanegara seperti FreePort untuk merampok kekayaan alam Papua untuk kepentingan mereka sendiri.

Disintegrasi bukanlah solusi bagi persoalan rakyat Papua. Meminta bantuan negara-negara imperialis untuk memisahkan diri, justru merupakan bunuh diri politik. Perangkap yang akan akan memangsa kita dengan rakus. Memisahkan diri justru akan memperlemah Papua. Negara-negara imperialis yang rakus justru akan lebih leluasa memangsa kekayaan alam negeri Papua. Disintegrasi hanyalah untuk kepentingan segelintir elit yang berkerjasama dengan negara-negara asing untuk mendapatkan tahta dan harta.

Apa yang menjadi penderitaan rakyat Papua, sesungguhnya juga dialami oleh wilayah-wilayah lain di Indonesia. Pangkal persoalannya, adalah diterapkannya sistem Kapitalisme dengan pilar pentingnya demokrasi dalam sistem politik dan liberalisme dalam ekonomi. Inilah penyebab utama kemiskinan rakyat Papua , rakyat Indonesia dan negeri-negeri Islam lainnya.

Intervensi negara-negara imperialis yang melakukan berbagai makar justru menjadi penyebab pertumpahan darah di berbagai kawasan negeri termasuk Papua. Negara buas ini menggunakan penguasa-penguasa boneka mereka sebagai ‘bodyguard’. Mengamankan kepentingan penjajahan tuan-tuan mereka  dengan cara yang represif. Tidak peduli meskipun harus menumpahkan darah rakyat mereka sendiri.

Karena itu, tidak ada jalan lain untuk keluar dari persoalan ini, kecuali mencampakkan sistem kapitalisme. Menerapkan syariah Islam secara totalitas di bawah naungan Khilafah. Syariah Islam inilah yang akan mampu menjaga keamanan rakyat dan menjamin kesejahteraan rakyat tanpa pandang bulu, tidak melihat suku, bangsa, warna kulit dan agama. (AF)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*