Kasus pembakaran masjid, pelarangan shalat Idul Fitri dan pelarangan Muslimah mengenakan kerudung di Tolikara Papua, menurut Ketua Umum Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) mempertegas ketidakberpihakan negara sekuler terhadap Islam.
“Ini bukan negara sekuler gagal, tetapi negara mempertegas semakin sekuler. Negara sekuler memang tidak akan pernah melindungi umat Islam. Negara mempertegas dirinya semakin sekuler, semakin tidak perpihak kepada Islam!” ungkapnya kepada mediaumat.com, Rabu (22/7) melalui telepon selular.
Lihat saja, lanjut Syuhada, ketika Natal 2014 alat keamanan dikerahkan seoptimal mungkin untuk menjaga gereja, seolah-olah umat Islam mau anarkis. “Tetapi mengapa hal yang sama ketika umat Islam hendak beribadah tidak dilakukan?” tanyanya retorik. Padahal ancaman teror telah dilayangkan Gereja Injili di Indonesia (GIDI) sepekan sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Setelah pembakaran masjid dan pembubaran shalat Idul Fitri aparat kembali sigap menjaga gereja. “Sekarang terjadi hal yang menarik lagi, polisi dan aparat sigap betul menjaga,” ujarnya.
Jadi, menurutnya, di negara sekuler umat Islam distigma sebagai biang intoleransi tetapi umat Kristen tidak dianggap demikian. “ Tapi kejadian ini, Ambon dan Poso kan menunjukkan hal sebaliknya,” pungkas Syuhada. (mediaumat.com, 23/7/2015)