قَالَ ابْنُ الْمُقَفَّعِ فِي كِتَابِ الْيَتِيمَةِ: الصَّبْرُ صَبْرَانِ: فَاللِّئَامُ أَصْبَرُ أَجْسَامًا، وَالْكِرَامُ أَصْبَرُ نُفُوسًا. وَلَيْسَ الصَّبْرُ الْمَمْدُوحُ صَاحِبُهُ أَنْ يَكُونَ الرَّجُلُ قَوِيَّ الْجَسَدِ عَلَى الْكَدِّ وَالْعَمَلِ؛ لِأَنَّ هَذَا مِنْ صِفَاتِ الْحَمِيرِ، وَلَكِنْ أَنْ يَكُونَ لِلنَّفْسِ غَلُوبًا، وَلِلْأُمُورِ مُتَحَمِّلًا، وَلِجَأْشِهِ عِنْدَ الْحِفَاظِ مُرْتَبِطًا.
Dalam kitab Al-Yatīmah, Ibn Al-Muqaffa’ mengatakan: “Sabar itu ada dua jenis: Kejahatan yang menimpa fisik, dan kedermawanan yang menimpa jiwa. Bukanlah kesabaran jika orangnya dipuji sebagai seorang yang fisiknya kuat berusaha dan bekerja keras, karena ini termasuk sifat keledai. Namun kesabaran itu bagi orang yang mampu mengendalikan diri, mampu memikul setiap urusan, serta tabah memelihara dan menjaga semuanya.” (Adab ad-Dunyā wa ad-Dīn – Karya Al-Mawardi).
Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 9/8/2015.