Refleksi Peringatan Hari Anak Nasional “Perlindungan Anak Membutuhkan Perubahan Sistem”

oke

Kasus-kasus kekerasan terhadap anak terus terjadi. Bahkan semua pihak membahasnya seiring peringatan Hari Anak 23 Juli kemarin.

Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemensos mencatatada 4,1 juta anak mengalami berbagai masalah. (http://www.indopos.co.id/2015/05/menteri-khofifah-akui-ada-41-juta-anak-jadi-korban-kekerasan.html). Komisi Perlindungan Anak Indoensia (KPAI) menyatakan dalam setiap tahunnya telah terjadi 3.700-an atau sebanyak 13-15 kasus kekerasan terhadap anak dalam setiap harinya. Komnas PA tahun 2013 terjadi sekitar 1620 kasus kekerasan anak. (http://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/15/07/23/nrxik6330-astaghfirullah-siswi-sd-di-bandung-jadi-psk). Permasalahan anak adalah wabah yang ditularkan peradaban barat ke negeri-negeri Muslim. Di Amerika Serikat, sejak tahun 2000 setiap tahunnyal ebih dari 5 juta anak mengalam kekerasan fisik, seksual, verbal, diabaikan, dan ditinggalkan (http://www.loveourchildrenusa.org/).

Kian meningkatnya kasus kekerasan menguatkan bukti bahwa Negara gagal dalam melindungianak. Negara demokrasi kapitalistik ini mandul solus iuntuk menghentikan wabah kekerasan terhadap anak. Alih-alih mewujudkan Perlindungan Anak yang mensyaratkan jaminan atas pemenuhan seluruh hak dasar, jaminan keamanan, kesehatan, pendidikan dan sebagainya,negara demokrasi malah memproduksi masalah anak dalam jumlah banyak dan dengan bentuk yang makin mengerikan.

Negara Abai dari Tanggung Jawab

Negara telah abai dari tanggung jawabnya dengan mereduksi fungsinya hanya sekedar pembuat regulasi dan bukan sebagai penanggung jawab penuh dalam perlindungan.

Negara seharusnya mengambil tanggung jawab penuh dalam melindungi anak, faktanya menyerahkannya kepada keluarga. Terbukti dengan adanya statemen pejabat dan lembaga Negara terkait yang menisbahkan solusi persoalan kekerasan terhadap anak dan masalah sosiallainnya kepada keluarga.

Berikut statemen yang disampaikan para pejabat Negara:

Ketidak sinkronan antara komitmen Negara dengan realisasi kebijakan yang dilakukan, karena Negara tidak memiliki perangkat sistem memadai. Diantaranya Negara tidak memiliki kurikulum yang berorientasi menghasilkan individu calon orangtua yang mampu mendidik dan melindungi anak. Dan program Negara untuk membekali calon pengantin tidaklah cukup, apalagi bersifat tentative dan insidental.

Solusi yang dilakukan Negara tidak integral, tampak pada banyak kebijakan yang kontraproduktif seperti:

  1. Mengandalkan keluarga sebagai pemeran penting dalam pendidikan dan perlindungan anak, namun ada kebijakan yang mengaruskan kaum ibu untuk memasuki dunia kerja yang eksploitatif demi mendongkrak ekonomi keluarga dan Negara, mengejar eksisistensi dir idengan program pemberdayaan ekonomi perempuan, sehingga Ibu mengabaikan fungsi mendidik anak
  2. Keluarga ditetapkan sebaga ipembina dan penjaga moral anak,namun Negara memfasilitasi bisnis dan media yang menawarkan racun kepornoan. Akibatnya anak menjadi korban kekerasan seksual.
  3. Negara memiliki program untuk membangun ketahanan keluarga, namun alih-alih menguatkan, negara justru mengaruskan ide-ide penghancuran keluarga dengan program pengarus utamaan gender.

Solusi yang dilakukan Negara hanya bersifat reaktif, sebagai contoh GN-AKSA (Gerakan Nasional Anti Kekerasan Seksual terhadap Anak) baru muncu lsetelah kasus tersebut sampai pada tahap darurat

Permasalahan Anak Butuh Perubahan Sistem

Bila bangsa ini terus  mengadopsi model peradaban Barat dengan nilai-nilai liberal dan materialistik serta sistem ekonomi kapitalistik maka harga mahal yang harus ditanggung adalahmerebaknya  krisis sosial, keruntuhan institusi keluarga, meluasnya kriminalitas, serta mewabahnya kekerasan terhadap perempuan dan anak.  Persis gejala negara-negara maju di Barat yang  “mencapai kemajuan ekonomi namun mengalami kerusakan peradaban”.

Perlu dilakukan evaluasi mendasar dan menyeluruh terhadap hasil  kebijakan terkait perlindungan anak sebagaimana telah dinyatakan oleh para pejabat negara terkait. Bila telah nyata bahwa banyak kebijakan yang kontradiktif antar lembaga dan sistem yang  kontraproduktif dengan misi perlindungan anak, selayaknya semua pihak berkomitmen melakukan perubahan sekalipun untuk itu diperlukan perubahan sistem.

Islam mengharamkan Negara melempar tanggung jawab perlindungan anak kepada keluarga, dan mewajibkan Negara mengambil tanggung jawab penuh dalam perlindungan anak termasuk memastikan kemampuan keluarga dan masyarakat dalam melindungi anak.

Solusi Perlindungan Anak dalam Sistem Khilafah Islamiyah

  1. Menanamkan taqwa individu melalui kurikulum pendidikan dan seluruh perangkat yang dimiliki

Negara khilafah menjaga suasana taqwa di masyarakat dengan melarang bisnis dan media yang kontraproduktif semisal kekerasan dan kepornoan. Negara mengedukasi warganegara agar menjadikan taqwa sebagai pilar bagi pelaksanaan hukum-hukum Islam. Individu bertaqwa tidak akan melakukan kekerasan terhadap anak-anak. Masyarakat yang bertaqwa juga akan selalu mengontrol agar individu tidak melakukan pelanggaran

  1. Khilafah mewajibkan kurikulum pendidikan Islam

Mampu menghasilkan individu berkepribadian Islam, mampu mendidik dan memiliki pola asuh ideal serta membentuk keluarga yang mampu melindungi anak. Perangkat sistem negara khilafah bersinergi menghasilkan individu-individu rakyat yang melindungi anak dari bahaya, kekerasan dan terampas hak-hak nya

  1. Khilafah menerapkan sistem ekonomi Islam

Dengan itu SDA dikuasai dan dikelola negara, dan khilafah mendistribusikan  hasil kekayaan umum untuk kesejahteraan warganegara. Khilafah menjamin pemenuhan kebutuhan pokok, kesehatan, maupun pendidikan.  Jaminan seperti ini,menghilangkan tekanan ekonomi yang menjadi salah satu faktor pemicu kekerasan dan masalah anak lainnya. Ini juga akan menghalangi ibu megabaikan fungsi mendidik karena alasan bekerja

  1. Penegakan Hukum dan Sanksi

Khilafah menjatuhkan hukuman tegas terhadap pelaku kekerasan anak sesuai sistem sanksi Islam.  (Abdurrahman Al Maliki, 1990). Dengan hukuman sesuai Islam inilah setiap orang yang akan melakukan kekerasan dan pengabaian hak anak akan berpikir beribu kali sebelum melakukan tindakan.

Saatnya kaum muslimin menyadari bahwa satu-satunya sistem yang mampu mewujudkan perlindungan anak  adalah sistem Islam yang diwujudkan dengan hadirnya negara khilafah. Sejarah gemilang peradaban Islam terbukti menjamin kesejahteraan dan hak-ahak anak generasi penerus Islam. Sistem hukum, sosial dan politik ekonominya berpadu menjaga dan menjamin tumbuh kembangnya generasi emas yang kuat, produktif dan bertaqwa.

Khilafah Islamiyah adalah satu-satunya sistem politik yang menjadi pelindung umat dari berbagai bentuk ancaman dan penjamin terpenuhinya kebutuhan dasar hingga terwujud kesejahteraan. Khilafah tidak akan berkompromi dengan kepentingan materi dan membiarkan merebaknya pemikiran maupun perilaku rusak semisal kekerasan dan kepornoan di tengah umat.

Maka siapapun yang ingin mewujudkan kemuliaan dan kesejahteraan serta masa depan lebih baik bagi generasi, hendaknya bersungguh-sungguh memenuhi perintah Allah untuk berjuang menegakkan seluruh syariat dalam naungan daulah Khilafah Islamiyah. Firman Allah swt:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Al-Ra’du : 11).

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*