BPJS Dinilai Eksploitasi Warga Negara, Lebih Sadis dari Jamsostek

warga periksa kesehatan di posko jamsostekPengamat Ekonomi, Salamudin Daeng menyimpulkan bahwa sistem BPJS Kesehatan sadis. Sebab dalam peraturannya setiap warga negara wajib mengikuti dan membayar iuran.

“Ini lebih sadis daripada Jamsostek, karena pendekatannya individual. Pendekatannya setiap orang yang ingin mendapat jaminan dari negara, maka dia harus membayar. Jadi orang-orang harus mengikuti ini, wajib, ini eksploitasi terhadap rakyat,” kata Salamudin dalam diskusi Forum Alumni Aktivis Pers Mahasiswa di D Resto Cafe, Pasar Festival, Jl. HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Minggu (9/8).

Sebelum diputuskan, Salamudin mengakui bahwa pernah menggugat undang-undang SJSN. Menurutnya BPJS Kesehatan payung hukumnya juga bermuara ke situ. Namun pada tahun 2011 silam gugatannya sebagai pemohon digagalkan Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD.

“Askes, Jamsostek, dan Taspen diprivatisasi sama BPJS,” pungkasnya.

Salamudin menegaskan ada beberapa pokok permasalahan di dalam BPJS Kesehatan. Selain kewajiban setiap masyarakat untuk membayar, ada pula permasalahan badan hukumnya yang bersifat otonom itu.

“Mereka didesain untuk menjadi investment di pasar keuangan. Kalau dikumpulin BPJS sendiri bisa diakumulasi Rp 500 triliun. Badan hukumnya otonom yang terintegrasi langsung dengan pasar bebas. Jangan-jangan duit BPJS sudah di bank-bank tapi tidak bisa dicarikan karena terkena likuiditas. Ketika dicairkan pemiliknya berkonflik dengan negara karena dananya tidak ada,” tegasnya.

Sifat badan hukum tersebut akan mendorong pihak asing untuk turut ambil bagian. Sebab sistem BPJS Kesehatan cenderung liberal dan menyerahkan pada pasar bebas. Hal tersebut karena terintegrasi dengan institusi keuangan. Memang dana BPJS tidak bisa dibagikan pada pemberi saham. Namun bisa diinvestasikan, hal tersebut tidak menyalahi sistem nirlaba.

“Uangnya diinvestasikan bahwa digunakan untuk kegiatan riba. Transformasi ini berjalan tanpa ditopang transparasi. Apakah benar keuntungan pasar keuangan dialihkan kembali kepada rakyat atau investasi yang lain. Nirlaba itu bukan tidak boleh mencari laba, labanya tidak dibagikan ke pemegang saham,” pungkasnya.

Salamudin menjelaskan pula bahwa BPJS Kesehatan bisa berbahaya daripada sistem asuran si komersial. Hal tersebut jika sistem sirkulasi keuangannya tidak diawasi.

“Memang sistem ini ke depan akan melahirkan kerancuan mulai pengelolaan keuangan sampai kesulitan pelayan kesehatan, akan terus bermasalah. Ini bersumber daripada tidak tegasnya badan hukum dan sistem pengelolaan yang terakumulasi di situ,” tutupnya. (merdeka.com, 9/8/2015)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*