Pemerintah diharapkan tidak menganggap enteng potensi rush lantaran nilai tukar rupiah yang sudah melampaui Rp14 ribu per dolar AS. Apalagi, kini perekonomian terpukul baik di sektor ekonomi makro maupun riil.
Pengamat ekonomi Ichsanuddin Noorsy menilai, sektor keuangan Indonesia sudah ambruk. Alasannya, kata dia, indeks harga saham gabungan (IHSG) terpukul merosot hingga 20 persen, terhitung awal Januari tahun ini. IHSG disebutnya terimbas black Monday ketika hampir semua indeks saham dunia melemah.
Noorsy menyayangkan respons pemerintah yang malah menggelontorkan dana di pasar uang dan pasar modal. Misalnya, dengan melakukan buy back besar-besaran saham BUMN. Padahal untuk sektor pasar modal, menurut dia, yang diperlukan hanyalah penegakan hukum agar tak ada price maker yang bermain. Semestinya, dia menegaskan, pemerintah lekas menguatkan sektor riil.
“Sebentar lagi, ketika sektor riil benar-benar terkena menohok, 2015 ini kesimpulan saya, bisa jadi lebih berbahaya dibanding 2008, dibanding (krisis moneter) 1997-1998. Karena sektor riil dan sekaligus sektor keuangan terkena,” papar Ichsanuddin Noorsy dalam diskusi di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/8).
Noorsy melihat cadangan dolar AS yang dimiliki Indonesia sangat rentan tersedot keluar. Termasuk, apabila pemerintah bercermin pada total utang luar negeri yang kini mencapai 302,3 miliar dolar AS.
Dari angka tersebut, ungkap Noorsy, sebanyak 217,123 miliar mesti dibayarkan dalam bentuk dolar AS. Adapun yang mesti dibayar dalam bentuk rupiah, hanya senilai 46 miliar dolar AS.
“Dari sana terlihat bahayanya karena US dollar-nya tinggi banget. Bagaimana melihat berbahayanya? Lihat jangka pendeknya, berapa banyak? 45,544 miliar dolar AS,” kata dia.
Adapun di sektor riil, Noorsy melanjutkan, sudah lama terasa dampak perlemahan yang terjadi di sektor keuangan. Dia mencontohkan, banyak perusahaan yang mengalami kesulitan produksi, sehingga mesti melakukan PHK besar. (republika.co.id, 28/8/2015)