Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mulai bulan September akan menyidangkan perusahaan-perusahaan besar yang terlibat praktik ini.
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan ada dugaan keterlibatan sindikat mafia dan praktik kartel dalam tata niaga beras dan daging di Indonesia.
Ketua KPPU, Muhammad Syarkawi Rauf mengatakan, pasokan daging dan tata niaga beras di Tanah Air saat ini dikuasai sepenuhnya oleh pedagang lebih kurang 80 persen pasokan. Para pengusaha besar di industri beras tidak hanya menguasai pasokan, tetapi juga mengendalikan harga, ujarnya.
“Sudah ada perusahaannya. Yang sudah lama kita periksa itu ada 24 perusahaan. Kita pantau perkaranya sejak 2013, 2014 dan 2015 sampai pada keyakinan bahwa ini ada masalah yang terkait dengan perilaku anti persaingan, dalam hal ini kartel,” ujarnya.
“Ini pada pertengahan September bisa kita mulai (persidangan). Ya pastinya ini semua perusahaan besar semua. Ya kan yang bisa mengendalikan Kartel hanya perusahaan besar semua.”
Akibat penguasaan itu, Badan Urusan Logistik (Bulog) selama ini hanya mendapat 20 persen pasokan beras dari petani lokal, katanya. Kondisi serupa terjadi di industri daging. Dari hasil pemantauan KPPU, ada upaya menahan pasokan daging yang menyebabkan kelangkaan terjadi, yang melambungkan harga di tingkat konsumen.
Muhammad mengatakan, pengusaha yang terbukti terlibat mafia dan kartel dalam persidangan akan mendapatkan sanksi. Sanksi yang diberikan berupa denda, pencabutan izin usaha, hingga pidana yang akan diproses lebih lanjut oleh kepolisian, ujarnya.
Sementara itu, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jenderal Bahrodin Haiti mengatakan polisi akan terus memburu pihak-pihak yang diduga sengaja melakukan penimbunan serta yang terlibat kelangkaan daging sapi di Indonesia, di sejumlah daerah.
“Kartel ini tidak hanya terkait dengan daging. Tapi semua produk impor itu yang diduga ada penyimpangan pasti kita lakukan penyelidikan. Semua produk impor, kenapa? Karena ada usaha-usaha yang menyebabkan kita ada ketergantungan pada impor,” ujarnya.
Dalam perkembangan terakhir, Polri sedang mengusut kasus dugaan pelanggaran prosedur impor atau permainan impor komoditas, yang dianggap mematikan produksi dalam negeri. Ada sedikitnya tujuh perusahaan yang sedang diperiksa terkait kasus tersebut. Bahkan untuk memberikan efek jera, Polri akan melihat kemungkinan penyertaan Undang-Undang Terorisme dalam penyidikan kasus ini. (voaindonesia.com, 31/8/2015)