Presiden Myanmar Setujui UU yang Dianggap Anti-Muslim

warga muslim rohingyaPresiden Myanmar hari Senin (31/8) menyetujui empat rancangan undang-undang yang dianggap kontroversial yang diusung oleh umat Buddha radikal tapi dikecam oleh kelompok-kelompok HAM karena bertujuan mendiskriminasi minoritas Muslim di negara tersebut.

Myanmar, yang melakukan pemilihan nasional pertamanya setelah lebih dari dua dekade pada 8 November, telah menyaksikan tumbuhnya kebencian terhadap Muslim sejak militer menyerahkan kepemimpinan dan membuka politik dan ekonomi mereka pada tahun 2011.

Presiden Thein Sein menyetujui UU Monogami setelah diloloskan oleh parlemen pada 21 Agustus, kata Zaw Htay, seorang pejabat senior di kantor presiden kepada Reuters. Undang-undang tersebut dikirimkan kembali ke parlemen untuk diperiksa ulang sebelum ditandatangani.

Undang-undang tersebut menerapkan hukuman bagi mereka yang memiliki lebih dari satu istri atau hidup dengan pasangan yang bukan merupakan istri atau suami mereka.

Pemerintah mengelak tuduhan undang-undang tersebut ditujukan pada Muslim, yang diperkirakan 5 persen dari populasi negara tersebut, dan beberapa di antaranya melakukan poligami.

Presiden juga menandatangani dua undang-undang lainnya, yang membatasi pindah agama dan pernikahan beda agama, pada 26 Agustus, kata Zaw Htay.

Langkah-langkah tersebut adalah bagian dari empat “Hukum Perlindungan Ras dan Agama” yang diprakarsai oleh Komite Perlindungan Kewarganegaraan dan Agama, atau Ma Ba Tha.

Undang-undang tersebut berbahaya bagi Myanmar, kata seorang pejabat Human Rights Watch yang berbasis di New York.

“Mereka menciptakan potensi diskriminasi dengan landasan keagamaan dan menimbulkan kemungkinan ketegangan umum yang serius,” kata Phil Robertson, wakil direktur divisi Asia, Human Rights Watch.

“Undang-undang ini kini telah disetujui, dan kekhawatiran yang muncul adalah bagaimana undang-undang ini diterapkan dan ditegakkan.”

Pada bulan Mei, presiden menandatangani RUU pengendalian jumlah penduduk yang didukung oleh Ma Ba Tha yang memaksa perempuan untuk memberikan jarak waktu tiga tahun sebelum melahirkan kembali.

Kelompok yang dipimpin oleh biara menyebarkan sentimen anti-Muslim, yang mereka tuduh berusaha mengambil alih Myanmar dan mengalahkan mayoritas Buddha.

Ratusan orang tewas dalam kekerasan agama di Myanmar. Pada tahun 2012, sebuah insiden di negara bagian Rakhine berujung pada 140.000 orang yang pergi mengungsi, dan sebagian besar adalah anggota minoritas Muslim Rohingya yang tidak memiliki negara. (voaindonesia.com, 1/9/2015)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*