Demonstrasi besar baru-baru ini melanda Malaysia. Para Demonstran yang menyebut diri mereka kelompok “Bersih” , turun ke jalan-jalan pada hari Ahad (30/8), hari kedua unjuk rasa di Kuala Lumpur. Penyelenggara mengklaim demonstrasi hari Sabtu mencapai 200 ribu. Sementara versi pemerintah hanya sekitar 30 ribu orang.
Para demonstran menuntut PM Malaysia Najib Razak untuk mundur. Najib Dituduh telah menerima 700 juta dolar ke rekening pribadinya dari lembaga dana investasi pemerintah 1MDB. Para demonstran pun menyerukan reformasi. Mantan PM Malaysia , Mahatir Muhammad pun turun gunung untuk menunjukkan dukungannya terhadap kelompok “Bersih”
Ada yang menyatakan unjuk rasa ini disebut-sebut mirip dengan era reformasi Indonesia tahun 1998. Era di Indonesia, yang kemudian melengserkan Suharto setelah puluhan tahun berkuasa. Saat itu disamping dituduh represif dan terlibat KKN, krisis ekonomi yang melanda Indonesia, mempercepat jatuhnya Suharto.
Saat ini Malaysia juga sedang menghadapi badai ekonomi. Nilai tukar ringgit kehilangan kekuatan, pada Kamis (27/8) anjlok 31 persen dalam setahun. Artinya, sama dengan kondisi 17 tahun yang lalu. Ringgitpun disebut-sebut sebagai mata uang dengan kinerja terburuk di Asia. Beberapa pihak mengingatkan krisis politik yang terjadi ditambah perlambatan ekonomi, bisa membuat krisis negara ini semakin membesar.
Pertanyaannya, apakah Malaysia akan lebih baik kalau mengikuti langkah reformasi seperti yang dilakukan Indonesia ? Tampaknya, rakyat Malaysia harus belajar. Reformasi Indonesia memang berhasil menumbangkan rezim Suharto dengan berbagai masalahnya. Namun pergantian rezim saja tidak cukup. Sistem kapitalisme yang lama masih bercokol, dengan pemain baru, atau pemain lama yang berwajah baru.
Memang ada keterbukaan politik, namun secara umum kondisi Indonesia masih memprihatinkan hingga kini. Jumlah rakyat miskin masih sekitar 30 jutaan orang, pengangguran terjadi di mana-mana, kriminalitas masih tinggi. Sistem demokrasi, yang diharapkan membuat Indonesia lebih baik ternyata jauh dari harapan.
Sistem demokrasi, justru menjadi jalan mulus bagi kebijakan neo liberal di Indonesia. Pasca reformasi, lahir lah UU dengan pradigma neo liberal yang semakin menguat. Akibatnya, kekayaan alam Indonesia dirampok atas nama perdagangan bebas dan keterbukaan investasi, dan privatisasi. Kebijakan neo liberal yang mencabut subsidi bagi rakyat juga menambah beban rakyat. Kenaikan BBM membuat beban rakyat semakin meningkat.
Indonesia yang alamnya kaya rayapun begitu rapuh dan tidak berdaulat. Jebakan hutang luar negeri memperparah kondisi Indonesia. Bukankah sangat ironis, Indonesia yang besar dan kaya raya ini harus berhutang kepada Singapura, negeri kecil yang minus kekayaan alam sebesar 822 trilyun? Kedaulatan Indonesia, dihadapan perusahaan negara penjajah seperti Freeport pun nyaris hilang.
Belum lagi serbuan tenaga kerja asing, seperti dari China, bukan hanya tenaga ahli tapi sampai pekerja kasar. Berdasarkan data Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) yang diterbitkan Kementerian Ketenagakerjaan per Januari 2014 hingga Mei 2015 ada sedikitnya 41 ribu buruh asal Cina yang pernah mendapatkan izin kerja. Sampai akhir Juni 2015, Menteri Hanif memastikan ada 12 ribu buruh Cina di Indonesia.
Walhasil yang dibutuhkan Malaysia ,demikian pula Indonesia dan negeri-negeri Islam lainnya, bukanlah Kapitalisme, bukan demokrasi, bukan ekonomi neo liberal. Bukan pula sekedar perubahan orang. Yang dibutuhkan adalah revolusi sistem yang akan menggeser elit-elit korup yang menjadi kaki tangan negara-negara imperialis.
Pilihannya tidak ada yang lain. Hanya kembali kepada Islam secara totalitas dengan menerapkan seluruh syariah Islam secara totalitas. Tentu hal ini mutlak membutuhkan institusi politik negara yang disebut Khilafah. Sistem Khilafah akan membebaskan umat Islam dari ideology busuk kapitalis yang rakus dan menyesatkan. Sistem Khilafah ini pula yang akan mencampakkan, penguasa-penguasa korup, dzolim, dan pengkhianat, yang selama ini telah memberikan jalan bagi penjajahan Barat.
Sungguh, hanya kembali ke Islam-lah umat ini akan mulia. Seperti yang dinyatakan oleh Sahabat Rosulullah SAW, Umar bin Khothtob ra : ” Dahulu kami hina, lalu Allah memuliakan kami dengan Islam. Maka barang siapa yang mencari kemuliaan selain dengan Islam, maka sungguh Allah akan hinakan dia”. Kembali ke Islam, berarti menerapkan syariah Islam secara kaffah dibawah naungan Khilafah. Allohu Akbar (Farid Wadjdi)