Jika pemerintah terus santai dan tak mengendalikan dengan baik, nilai tukar rupiah bisa terperosok hingga ke level seperti krisis 1998
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika terus terpuruk. Per 30 Agustus 2015, nilai rupiah berada pada level Rp 14.035 per dolar Amerika. Diperkirakan nilai rupiah ini akan terus melemah dalam beberapa bulan mendatang. Bahkan, bahkan para analis ekonomi Bloomberg memprediksi kurs rupiah bisa menembus Rp 17.000 per dolar Amerika.
Penurunan nilai rupiah ini menyebabkan harga-harga barang mulai naik, terutama yang di dalamnya ada kandungan barang impornya. Kenaikan harga barang ini juga diikuti oleh penurunan daya beli masyarakat. Banyak pedagang retail mulai mengeluh dengan sepinya pembeli.
Meski demikian, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai, pemerintah masih saja santai dalam menghadapi kemerosotan rupiah. Pemerintah penuh percaya diri mengatakan bahwa situasinya masih biasa saja.
“Jadi (pemerintah) masih percaya ketika aliran modal asing keluar belum signifikan, Indonesia masih aman. Fundamental ekonominya masih bagus kok. Modal asing itu per detik saja bisa kabur, buktinya kemarin sudah mulai capital flight sekaligus suku bunga tinggi,” kata Enny kepada wartawan, Jakarta, Senin (24/8).
Menurutnya, jika pemerintah terus santai dan tak mengendalikan dengan baik, nilai tukar rupiah bisa terperosok hingga ke level seperti krisis 1998. Kala itu, ekonomi melambat dan rupiah merosot hingga Rp 15.000-Rp 17.000 per dolar.
Ia memprediksi, jika rupiah tidak ditangani dengan baik maka akan memengaruhi likuiditas perbankan. Jika likuiditas perbankan menipis, bank tidak mampu membiayai sektor riil dan ini akan menambah pengangguran.
Ketua Lajnah Maslahiyah DPP HTI Arim Nasim mengemukakan, dampak buruk akan dirasakan sektor sektor rill. Industri tekstil adalah salah satu sektor yang terpukul cukup keras. Ini seperti yang dikatakan Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Ade Sudrajat, bahwa akibat depresiasi rupiah belakangan ini, sebanyak 18 perusahaan industri tekstil tutup.
“Kondisi ini diperparah dengan kesalahan fatal dan konyol dari pemerintah yaitu menaikkan harga BBM walaupun tren harga minyak dunia sedang menurun akibatnya daya beli konsumsi turun,” kata Arim.
Salah Prinsip
Penurunan nilai rupiah yang selalu berulang, menurut Arim, sebenarnya disebabkan adanya faktor internal-substansial dari sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan di dunia saat ini, yaitu sistem perbankan dengan suku bunga; berkembangnya sektor non riil; utang luar negeri yang menjadi tumpuan pembiayaan pembangunan; penggunaan sistem moneter yang tidak disandarkan pada emas dan perak; dan liberalisasi atau swastanisasi sumberdaya alam. “Inilah pangkal masalahnya,” jelasnya.
Maka, menurut doktor ekonomi Islam ini, solusi pragmatis seperti kewajiban transaksi dalam negeri dengan rupiah atau pembatasaan penggunaan dolar tidak akan pernah menyelesaikan masalah secara tuntas.
Satu-satunya cara untuk menyelesaikan krisis ekonomi ini secara tuntas adalah dengan mengembalikan penerapan sistem ekonomi Islam di tengah-tengah kehidupan kaum Muslimin.
Ia menjelaskan, sistem ekonomi Islam menghilangkan dan mengatasai lima faktor utama krisis dan ketidakstabilan sistem ekonomi kapitalis itu. Islam dengan tegas mengharamkan riba dengan segela bentuknya, termasuk meniadakan sektor non riil seperti pasar modal dan bursa efek. Dengan begitu, semua perputaran uang akan berdampak langsung pada berputarnya roda ekonomi riil. “Hal ini akan mewujudkan pertumbuhan yang riil dan hakiki, tidak lagi semu,” tandasnya.
Kestabilan ekonomi ini akan diperkokoh lagi dengan sistem moneter Islam dengan pemberlakuan mata uang yang berbasis emas dan perak, atau dinar dan dirham. Kemakmuran ini akan makin besar dengan pengelolaan SDA sesuai syariah, di mana air, padang rumput, hutan, barang tambang dan BBM. “Semua itu ditetapkan sebagai milik umum yang wajib dikelola oleh negara dan haram diprivatisasikan dan hasilnya secara keseluruhan dikembalikan kepada rakyat,” jelasnya.
Penerapan sistem ekonomi Islam secara total akan memberikan kestabilan dan kemakmuran bagi semua rakyat, baik Muslim maupun non Muslim. Ini semua hanya bisa diterapkan dalam sebuah institusi Negara yaitu khilafah rasyidah ala minhajin nubuwwah. [] LS