Pemerintah Akan Pinjam Uang ke Bank Dunia dan ADB, Inilah Bahayanya…

Pengamat ekonomi ungkap bahaya dari rencana pemerintah yang akan meminjam $4,2 miliar dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB).

“Pinjaman dari lembaga-lembaga donor negara-negara donor tentu tidak gratis sebab mensyaratkan berbagai komitmen yang menguntungkan mereka terutama negara-negara besar yang menjadi pemilik saham terbesar di lembaga tersebut,” ungkap peneliti senior CORE Indonesia Muhammad Ishak kepada mediaumat.com, Kamis (24/9) melalui surat elektronik.

Menurut Ishak rekam jejak yang buruk Bank Dunia sudah sangat populer. Ketika memberikan bantuan, lembaga yang pemegang suara terbesarnya adalah Amerika Serikat senantiasa mensyaratkan berbagai komitmen kepada negara-negara debitur untuk menerapkan kebijakan-kebijakan yang sejalan dengan pandangan lembaga tersebut tetapi sangat merugikan negara peminjam.

“Seperti deregulasi dan liberalisasi ekonomi, privatisasi, dan pengurangan peran pemerintah,” ungkapnya.

Sedangkan ADB, merupakan alat Jepang untuk memperkuat pengaruh politik luar negeri dan ekonominya di negara-negara Asia. Apalagi setelah kehadiran Asian Infrastructure Investment Bank  yang dimotori Cina, tentu Jepang terus berupaya agar pengaruhnya di negara-negara Asia tidak memudar.

“Kasus proyek kereta cepat menjadi bukti mutakhir persaingan kedua negara tersebut. Ini belum proyek-proyek lain seperti pembangunan infrastruktur listrik dan gas,” bebernya.

Tidak Mandiri

Menurut Ishak, ketergantungan pada utang luar negeri membuat negara ini semakin tidak mandiri. Bagaiamana Jepang dan Cina misalnya dengan sangat terang benderang mensyaratkan berbagai hal yang menguntungkan ekonomi mereka ketika memberikan pinjaman kepada pemerintah Indonesia seperti studi kelayakan proyek, desain, konstruksi, pengadaan bahan baku, pelaksana konstruksi harus berasal dari mereka.

“Bahkan tenaga kerja kasar sekalipun seperti kasus pekerja Cina juga dari mereka. Padahal hal-hal tersebut tersedia dengan melimpah di negara ini,” ungkapnya.

Di samping itu, pemerintah juga harus menanggung bunga dari utang-utang tersebut sehingga terus menggerogoti APBN. Hingga bulan Juli 2015 utang pemerintah sudah mencapai RP2,911 triliun. Pembayaran bunganya untuk tahun ini mencapai Rp156 triliun.

“Jika pemerintah terus menambah pinjaman maka beban yang harus ditanggung oleh negara ini akan semakin besar. Apalagi sekarang nilai tukar terus melemah sehingga nilai utang pemerintah dalam nominasi mata uang asing semakin membengkak,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*