Ketua Lajnah Tsaqafiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Hafidz Abdurrahman menolak keras wacana agar pengelolaan haji diserahkan pada Organisasi Konferensi Islam (OKI) untuk membentuk panitia bersama ibadah haji.
“Pertanyaannya, siapa otoritas multinasional? Dengan tidak adanya Khilafah, tentu tidak ada otoritas internasional yang berhak. Beda jika Khilafah ada. Tentu, Khilafah yang akan bertanggungjawab penuh mengatur urusan haji ini,” ujarnya kepada mediaumat.com, Senin (29/9).
Karena itu, lanjut Hafidz, kalau ada khilafah, urusan seperti ini akan jauh lebih baik.
Dalam kasus seperti insiden Mina yang menelan korban lebih dari 1100 nyawa, bisa saja Khalifah memberhentikan Amir Makkah, jika dianggap tidak becus. “Tapi, sekarang, siapa yang mau pecat?” tanyanya.
Selain itu, SDM-nya juga bisa diambil dari seluruh dunia, sehingga kendala bahasa yang dihadapi jamaah, yang bisa berpotensi menjadi penyebab insiden, karena tidak memahami rambu atau aba-aba, bisa dihindari. Faktor yang paling vital adalah adanya satu garis komando untuk seluruh haji di seluruh dunia. Ini yang sekarang tidak ada.
Menurutnya, pemerintah Saudi dalam hal ini tidak dalam posisi memegang komando, tetapi sekedar pelayan. Akibatnya, masing-masing negara dan jamaahnya bergerak sendiri-sendiri. Pemerintah Saudi memang sudah membuat aturan dan pembagian, tetapi jika komandonya tetap dipegang oleh masing-masing, tentu potensi masalah seperti ini tetap terjadi.
Dari penjelasan tersebut jelas tidak ada lain yang paling layak, dan sempurna pengelolaannya kecuali Khilafah. Karena hanya Khilafah yang memegang satu-satunya garis komando yang bisa mengkordinasikan seluruh urusan haji bagi jamaah dari seluruh dunia.
“Semua itu bisa diwujudkan, ketika sekat nasionalisme hilang, dan itu hanya ada dalam Khilafah. Keterbatasan SDM, manajemen dan faktor non-teknis lainnya pun bisa diatasi,” pungkasnya.[] Joko Prasetyo