Bangkitnya kembali komunisme di Indonesia —lebih populer disebut PKI, bukan hisapan jempol belaka. Dalam sebuah acara tablig akbar di Jakarta, Wakil Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Jafar Shodiq mengungkap indikasinya.
“Ada beberapa indikasi!” ungkapnya dalam tabligh akbar Mewaspadai Munculnya Kekuatan PKI di Indonesia Pasca Reformasi, Ahad (27/9) di Masjid Hubbit Taqwa, Kramat Jaya, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara.
Pertama, tuntutan pencabutan Tap MPRS No XXV / 1966. Kedua, Penghapusan sejarah pengkhianatan PKI dalam kurikulum Sejarah Indonesia. Ketiga, penghentian pemutaran film G30S/PKI. Keempat, penghapusan LITSUS bagi calon pejabat. Kelima, putra putri PKI masuk Parpol dan instansi negara. Keenam, pembuatan buku dan film pembelaan terhadap PKI. Ketujuh, RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KRR) bertujuan memutihkan kesalahan PKI. Kedelapan, Komnas HAM meminta negara meminta maaf kepada PKI. Kesembilan, Cina memberikan bantuan dalam jumlah besar dalam bentuk dana. “Masih ingat poros Jakarta-Beijing waktu zaman PKI ? Waspada!” pekiknya. Kesepuluh, kerja sama partai politik Indonesia dengan negara komunis Cina. Kesebelas, seminar/ temu kangen dan promosi PKI. Keduabelas,pembentukan Ormas/Orsospol yang berafiliasi pro PKI. Ketigabelas, pemutarbalikan sejarah PKI. Keempatbelas, banyak ditemukan lambang PKI dikalangan selebritis dan tokoh-tokoh politik. Kelimabelas, adanya wacana penghapusan kolom agama pada KTP.
Tidak Pernah Mati
Dalam kesempatan tersebut, anggota DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Farid Wadjdi menyatakan yang namanya ideologi itu tidak pernah mati termasuk juga komunisme selagi ada yang mengusungnya. Yang membedakan itu apakah ideologi masih diterapkan oleh negara atau tidak.
“Komunisme meskipun dari sisi penerapan negara sudah bangkrut tapi masih disebarluaskan oleh penganutnya, ini tampak dari berkembangnya paham ateisme, sosialisme, komunisme di kampus-kampus dan di situs-situs,” ” ungkap pemimpin redaksi tabloid Media Umat tersebut.
Farid pun mengungkapkan penyebab paham yang diusung PKI tersebut bisa menyebar. “Ide ini masih bisa berkembang, karena negara mengusung ideologi liberal bukan Islam. atas nama HAM, kebebasan berpendapat memberikan peluang penyebaran ideologi ini. Di situlah umat Islam membutuhkan negara yang melindungi umat Islam baik secara fisik maupun pemikiran,” pungkasnya.
Dalam acara yang digelar Komunitas Gerakan Menentang Palu Arit (Gempar), panitia acara Ismail Rohani menyatakan maksud diadakannya tabligh akbar. “Acara ini digelar untuk mengingatkan kaum Muslimin atas bahaya kebangkitan kembali komunisme, untuk itu diperlukan persatuan umat Islam untuk menghadangnya,” ungkapnya.
Selain FPI dan HTI, Gempar juga mengundang ormas lain termasuk HMI, KNPI, Perhimpunan Al Irsyad, Muhammadiyah, NU, GPI, PII, Al Washliyah dan Persis.[]joko prasetyo