Dwi Condro Triono, Ph.D: Harus Kembali Ke Dinar-Dirham

Pengantar:

Ekonomi global kembali lesu. Salah satu pemicunya adalah menguatnya dolar dan melemahnya sejumlah mata uang banyak negara terhadap dolar. Hal ini memicu perang mata uang yang dilakukan oleh beberapa negara. Ada yang menambah pencetakan dan peredaran mata uangnya, seperti dilakukan Jepang. Ada juga yang mendevaluasi mata uangnya seperti dilakukan Cina. Ada juga yang “pasrah” saat mata uangnya melemah terhadap dolar, seperti Indonesia.

Mengapa dolar menguat dan sejumlah mata uang negara-negara lain melemah? Apa pemicunya? Bagaimana pula dampaknya? Adakah kelesuan ekonomi global semata-mata karena fluktuasai kurs mata uang? Ataukah ada faktor lainnya? Bagaimana pula solusinya menurut Islam?

Itulah di antara pertanyaan yang dijawab secara lugas oleh Dwi Condro Triono, Ph.D, Berikut wawancara lengkap Redaksi dengan pakar ekonomi Islam sekaligus anggota DPP Hizbut Tahrir Indonesia ini.

Saat ini kelesuan ekonomi tengah melanda perekonomian global. Mengapa terjadi dan apa penyebabnya?

Kelesuan ekonomi global tahun 2015 ini dapat dikatakan berawal krisis finansial yang terjadi sekitar tahun 2012-an di Eropa. Ketika itu negara-negara Uni Eropa seperti Yunani, Irandia, Portugal, Spanyol dan Italia harus menanggung beban ekonomi yang berat, yaitu hutang negara yang besar, yang segera jatuh tempo. Krisis tersebut akhirnya juga merembet ke negara-negara Uni Eropa lainnya. Krisis finansial Eropa tersebut selanjutnya juga berimbas pada Cina dan India. Pasalnya, pasar ekspor mereka ke Eropa makin sempit. Akibatnya, ekonomi Cina dan India terus-menerus mengalami kelesuan. Untuk mengatasi dampak tersebut, Cina dan India harus mengalihkan ekspornya ke kawasan yang lain, khususnya di Asia. Hal ini tentu akan memukul ekspor negara-negara pesaingnya sehingga berpengaruh menurunkan pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia, termasuk Indonesia.

Di sisi lain, pada tahun 2008 Amerika Serikat (AS) mengalami krisis ekonomi yang sangat parah. Solusi yang digunakan AS waktu itu adalah dengan menurunkan tingkat suku bunga acuan hingga nol persen, agar ekonominya tetap tumbuh. Sayang, solusi itu kurang berhasil dan perekonomian AS tetap stagnan. Upaya lain yang ditempuh AS selanjutnya adalah dengan menggelontorkan dolar AS ke pasar melalui cetak uang besar-besaran, yang biasa dikenal dengan istilah Quantitative Easing (QE). Ternyata upaya ini cukup berhasil. Saat likuditas berlebihan, dolar AS menjadi melemah. Pelemahan dolar AS ini ternyata mampu mendongkrak ekspor AS. Selanjutnya, ketika ekonomi AS mulai membaik, Bank Sentral AS (The Fed) mulai melakukan langkah untuk menaikkan tingkat suku bunga acuannya secara berkala. Proses kenaikan suku bunga di Amerika Serikat sejak dua tahun lalu ternyata telah memicu penarikan modal dari negara-negara berkembang kembali ke negara asalnya, yaitu AS. Kondisi ini tentu akan berdampak pada melemahnya mata uang lokal dari negara-negara tersebut.

Mata uang lokal yang melemahdan mata uang dolar AS yang menguat di negara-negara berkembang tentu akan berdampak pada laju inflasi yang meningkat di negara-negara tersebut. Kondisi ini tentu juga turut memukul ekonomi negara-negara pengekspor yang sasarannya adalah negara-negara berkembang. Inflasi di negara berkembang tentu akan membuat daya beli masyarakat merosot sehingga akan menurunkan impor mereka. Inilah berbagai faktor penyebab perekonomian global menjadi lesu.

Bagaimana dengan adanya perang mata uang atau curency war?

Perang mata uang itu mulai muncul sebagai reaksi dari langkah AS yang melakukan kebijakan Quantitative Easing sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya. Setelah AS menerapkan kebijakan tersebut, Jepang ternyata juga melakukan kebijakan yang serupa. Jepang sengaja mencetak uang besar-besaran untuk melemahkan Yen. Eropa ternyata juga membuat kebijakan sama, agar mata uangnya melemah, sehingga ekspornya dapat meningkat.

Adapun Cina mengambil kebijakan yang agak berbeda, namun dengan tujuan yang sama. Langkah yang ditempuh Cina adalah dengan mendevaluasi mata uang Yuan-nya hingga lebih dari 3%. Langkah Cina ternyata diikuti juga oleh Vietnam, yaitu dengan melemahkan mata uang Dong dengan devaluasi, agar barang ekspornya bisa bersaing, sehingga ekonominya dapat terus tumbuh.

Semua kebijakan di atas ternyata telah memicu perang mata uang alias perang kurs. Tujuannya tidak lain adalah agar daya saing ekspor mereka dapat meningkat. Sebab, dengan pelemahan mata uang mereka, harga barang-barang ekspor negaranya menjadi relatif lebih murah dibandingkan dengan negara lain. Itulah yang disebut dengan perang mata uang.

Mengapa saat ini hampir semua mata uang dunia melemah dan dolar menguat?Apakah itu menunjukkan perekonomian semua negara lemah dan perekonomian AS begitu kuat?

Tidak otomatis seperti itu. Saat ini, yang menyebabkan sebuah mata uang kertas menguat atau melemah terhadap negara tertentu lebih banyak ditentukan oleh posisi Neraca Transaksi Berjalan antara kedua negara tersebut. Jika kurs dolar AS saat ini menguat terhadap berbagai mata uang dunia, sebenarnya lebih banyak disebabkan oleh naiknya suku bunga acuan di AS. Artinya, menguatnya kurs mata uang dolar AS tidak semata-mata disebabkan oleh semakin hebatnya perekonomian AS dibandingkan dengan negara-negara lain. Menguatnya suku bunga acuan di AS secara langsung maupun tidak langsung akan mendorong keluarnya sejumlah mata uang dolar AS dari negara sebelumnya (karena adanya dorongan untuk memperoleh keuntungan bunga yang lebih tinggi atau dalam rangka untuk mencari tempat investasi yang lebih aman). Berkurangnya jumlah dolar AS dari negara sebelumnya (seperti dari Indonesia) akan menyebabkan jumlah uang dolar di negara tersebut mengecil (supply dolar berkurang). Sesuai hukum pasar, jika supply menurun, harganya akan naik. Itulah yang menyebabkan nilai kurs dolar AS akan menguat secara relatif berbanding dengan kurs mata uang lokalnya.

Selain itu, menguatnya dolar AS juga dapat disebabkan oleh kebijakan moneter negara yang bersangkutan. Sebagaimana yang dilakukan Jepang dan Eropa, melemahnya kurs mata uang mereka terhadap dolar AS lebih banyak disebabkan oleh kebijakan Quantitative Easing yang diambil oleh negara tersebut sehingga mata uangnya melemah terhadap dolar AS. Untuk Cina dan Vietnam, melemahnya mata uangnya disebabkan oleh kebijakan mendevaluasi mata uangnya terhadap dolar AS. Dengan demikian menguatnya dolar AS tidak otomatis merupakan cermin dari menguatnya perekonomian AS.

Bagaimana dampak currency war terhadap rupiah?

Dampaknya sangat bergantung pada peran Indonesia dalam perang mata uang ini. Apakah Indonesia masuk dalam kategori negara yang ikut berperan aktif secara langsung dalam peperangan ini? Ataukah Indonesia hanya negara yang cukup berpasrah menunggu nasib terkena imbas dari perang mata uang ini? Tampaknya, posisi Indonesia ada pada peran yang kedua. Dengan lebih banyak “berpasrah” pada imbas dari peperangan mata uang ini, hasilnya dapat langsung kita lihat, ternyata rupiah terus-menerus mengalami pelemahan (terdepresiasi) terhadap dolar AS.

Apakah itu pertanda buruk bagi perekonomian Indonesia? Baik-buruknya pelemahan mata uang domestik sangat ditentukan oleh kondisi struktur perekonomian negara yang bersangkutan. Jika struktur perekonomian dari negara itu sangat mengandalkan ekspor produksinya seperti Eropa, Cina, Jepang, India dsb, maka pelemahan mata uang domestiknya terhadap dolar AS akan lebih menguntungkan. Sebaliknya, jika struktur ekonomi negara tersebut banyak menggantungkan bahan baku industrinya dari impor, maka pelemahan mata uang domestiknya terhadap dolar AS akan sangat memukul perekonomiannya. Sebab, semua produk industrinya akan menjadi semakin mahal secara relatif dibandingkandengan negara lain. Walaupun rupiah melemah, produk ekspornya tetap saja mahal sehingga akan kalah bersaing di arena global.

Mengapa rupiah terus mengalami pelemahan?

Jika rupiah terus mengalami pelemahan, hal itu menunjukkan bahwa dolar AS yang ada di Indonesia mudah sekali lari ke luar negeri. Penyebabnya dapat dilihat kembali pada proses masuknya dolar AS ke Indonesia sebelumnya. Jika kita menilik ke belakang, kita dapat melihat bahwa menguatnya kurs rupiah sebelum ini ternyata banyak disebabkan oleh masuknya dolar AS ke Indonesia dalam bentuk investasi jangka pendek, atau yang dikenal dengan istilah hot money. Mengalirnya dolar AS ke Indonesia pada waktu itu disebabkan oleh kondisi ekonomi AS yang sedang memburuk, kemudian ditambah lagi dengan kebijakan The Fed yang menurunkan suku bunga acuannya sampai nol persen.

Sebagaimana berlaku dalam hukum pasar, jika dolar AS mudah masuk ke Indonesia dalam bentuk investasi jangka pendek, maka akan mudah pula lari keluar dari Indonesia. Terbukti, ketika perekonomian AS mulai membaik dan The Fed mulai menaikkan suku bunga acuannya secara berkala, maka secara perlahan dolar AS yang ada di Indonesia terus-menerus keluar dari Indonesia. Itulah salah satu faktor utama yang menyebabkan rupiah terus mengalami pelemahan terhadap dolar AS.

Apa saja kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah untuk menguatkan kembali rupiah? Apakah itu akan berhasil?

Untuk menghadapi pelemahan rupiah, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa paket kebijakan. Isi dari paket kebijakan itu diantaranya adalah: (1) Mendorong daya saing industri nasional melalui deregulasi, debirokrasi, penegakan hukum dan kepastian usaha. (2) Mempercepat proyek strategis nasional, menghilangkan berbagai hambatan, sumbatan dalam pelaksanaan dan penyelesaian proyek strategis nasional. (3) Meningkatkan investasi di sektor properti.

Secara teoretis, kebijakan tersebut memang akan dapat membantu memulihkan kembali penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Namun, paket kebijakan tersebut tetap tidak akan dapat membawa rupiah menjadi mata uang yang stabil dan kuat. Pasalnya, kebijakan tersebut sama sekali tidak menyentuh problem utama mata uangnya itu sendiri, yaitu rupiah. Paket kebijakan tersebut arahnya hanya ingin menggiring agar dolar AS dapat kembali masuk ke Indonesia dengan lebih mudah dan lancar. Di sisi lain, paket kebijakan tersebut juga hanya ingin mewujudkan pondasi ekonomi Indonesia yang lebih kuat, agar berdaya saing di level internasional, sehingga ekspor Indonesia senantiasa surplus dibandingkan dengan impornya. Ujungnya apa? Ujungnya tetap sama, yaitu agar dolar AS lebih banyak yang masuk ke Indonesia, dibandingkan dengan yang keluar.

Bagaimana dengan problem mata uang rupiahnya? Tetap tidak tersentuh oleh paket kebijakan tersebut. Rupiah akan tetap menjadi mata uang yang nasibnya sangat bergantung padabanyak-sedikitnya dolar AS yang berada di Indonesia. Dengan demikian, paket kebijakan tersebut tidak akan mengubah posisi ekonomi Indonesia sebagai negara yang ekonominya terjajah oleh dolar AS. Penjajahan ekonomi akan tetap lestari dan terus berlangsung di Indonesia.

Apa yang harus dilakukan agar mata uang stabil dan kuat?

Mata uang itu dapat menjadi stabil dan kuat sangat ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu jenis mata uangnya dan penggunaan mata uangnya. Jika kita ingin memiliki mata uang yang kuat dan stabil, maka jenis mata uang yang memenuhi kedua syarat tersebut hanyalah emas dan perak. Mengapa? Sebab, mata uang ini memiliki nilai intrinsik yang kuat dan stabil, dapat diterima oleh semua pihak di seluruh dunia dan langka dalam jumlahnya di bumi ini.

Namun demikian, hanya dengan mengganti jenis mata uangnya saja masih belum cukup. Harus ditambah lagi dengan penggunaan mata uang yang benar. Penggunaan mata uang yang benar adalah dengan mengembalikan fungsi mata sebagai alat tukar saja. Mata uang tidak boleh bergeser fungsinya menjadi komoditas, sebagaimana yang saat ini terjadi. Menjadikan mata uang emas dan perak hanya sebatas sebagai alat tukar berarti hanya mengijinkan aktivitas ekonomi bergerak dan tumbuh di sektor riil saja dan melarang munculnya aktivitas ekonomi di sektor non riil atau sektor finansial. Mengapa? Sebagaimana telah dijelaskan di awal, penyebab utama terjadinya berbagai krisis ekonomi di dunia ini ternyata senantiasa bersumber dari sektor finansial.

Adakah kemungkinan nanti mata uang berbasis emas dan perak itu akan menghadapi risiko fluktuasi kurs, terutama saat mata uang negara-negara lain tidak berbasis emas dan perak?

Fluktuasi kurs terhadap berbagai jenis mata uang kertas dunia tetap akan terjadi walaupun mata uang yang digunakan adalah emas dan perak. Namun, yang harus diingat bahwa yang berfluktuasi itu sesunggungnya hanyalah mata uang kertasnya berbanding terhadap emas dan perak. Adapun mata uang emas dan peraknya insya Allah tidak akan banyak mengalami fluktuasi selama tidak dinilai dengan mata uang kertas.

Untuk membuktikan bahwa mata uang emas dan perak itu stabil dan kuat, maka harus dibandingkan dengan komoditas lain, misalnya dengan minyak, gas, tambang, pangan, ternak dsb. Contohnya saja, silakan dibandingkan berapa harga kambing pada zaman Nabi saw. jika dibadingkan dengan harga kambing zaman sekarang, yang sudah berlangsung selama 1500 tahun? Insya Allah, harganya tidak bergeser dari nilai satu dinar atau 4,25 gram emas!

Bisa dideskripsikan secara singkat kebijakan Khilafah terkait mata uang agar perekonomian stabil, terus tumbuh dan terutama menyejahterakan?

Kebijakan Khilafah yang akan membuat perekonomian stabil, terus tumbuh dan menyejahterakan harus dimulai dengan penggunaan mata uang emas dan perak. Mata uang inilah yang akan menjamin kestabilan ekonomi. Selanjutnya, aktivitas ekonomi yang diperbolehkan hanyalah aktivitas ekonomi di sektor riil saja, yaitu aktivitas perdagangan barang dan jasa yang halal.

Jika aktivitas ekonomi sektor non riil ditutup, maka negara telah memberikan peluang kepada seluruh warga negara untuk melakukan aktivitas ekonomi secara sama dan berkeadilan. Insya Allah perputaran mata uang tidak akan terkumpul di tempat-tempat tertentu saja, yaitu di pasar finansial (sebagaimana yang terjadi saat ini) ketika aktivitas ekonomi sektor non riil diperbolehkan. Semua warga negara akan memiliki kesempatan yang sama untuk dapat mengembangkan bisnisnya serta mendapat kemudahan yang relatif sama untuk memperoleh permodalan. Pasalnya, mata uang akan tetap dijamin oleh negara agar beredar secara sehat di tengah-tengah masyarakat. Aktivitas menyimpan mata uang (kanzul mal) tanpa tujuan tertentu akan dilarang oleh negara.

Di sisi lain, negara juga wajib mengembangkan berbagai industri berat dan strategis untuk keperluan ekonomi, keamanan, pertahanan dan dakwah.Dengan begitu negara tidak bergantung secara ekonomi dan juga tidak mudah didekte oleh kepentingan asing yang berkehendak untuk menjajah negara Khilafah.Kemandirian Khilafah ini juga penting demi kepentingan penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia dangan dakwah dan jihad.WalLâhu a’lam.[]

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*