Hancur. Itulah barangkali ungkapan yang banyak dikhawatirkan masyarakat berkaitan dengan realitas di Indonesia. Tentu kekhawatiran itu bukan tanpa alasan. Jujur, kondisi negeri Muslim terbesar ini makin hari makin terpuruk.
Beberapa waktu lalu saya dan beberapa kawan dari DPP Hizbut Tahrir Indonesia berkesempatan shilah ukhuwah ke kantor Laskar Anti Korupsi Pejuang 45 (Laki Pejuang 45) di Jakarta. Pengurus Laki Pejuang 45 membeberkan bagaimana korupsi terjadi mulai di daerah hingga ke pusat kekuasaan di Jakarta. “Korupsi sudah benar-benar menggurita,” ungkap Ahmad Wijaya, Ketua Bidang Verifikasi.
Hal ini sesuai dengan realitas yang ditemukan Indonesia Corruption Watch (ICW). Koordinator Divisi Investigasi dan Publikasi ICW, Tama S Langkun, mengatakan, “Total tahun 2014, jumlah kasus 629 kasus, jumlah tersangka 1328 orang dan kerugian negara sebesar Rp 5,29 triliun.”
Kenyataan ini mengingatkan kita bahwa bila penguasa sudah rusak, maka masyarakat pun rusak. Lonceng kehancuran sudah berbunyi. “Ada dua golongan di antara umat manusia yang jika keduanya baik maka akan baiklah seluruh manusia, dan apabila kedua golongan itu rusak maka rusaklah seluruh manusia, yaitu ulama dan umara,” begitu sabda Nabi saw. seperti diriwayatkan oleh Abu Nu’aim.
Berkaitan dengan hal ini, Imam al-Ghazali mengatakan, “Rusaknya masyarakat adalah karena rusaknya penguasa. Rusaknya penguasa adalah karena rusaknya ulama. Rusaknya ulama adalah karena cinta harta dan kedudukan.” (Imam Al-Ghazali, Ihyâ` ‘Ulûm ad-Dîn, II/191).
Bukan hanya urusan uang. Akidah juga terus digerogoti. Pada saat saya bertemu dengan KH Cholil Ridwan di rumahnya, awal September 2015, beliau bercerita tentang pengalamannya. “Pada waktu car free day, saya jalan-jalan. Untuk melepas rasa lelah saya numpang beristirahat di suatu pojok. Di situ digelar buku, buklet, dll. Saya kira jualan buku. Ketika saya tanya kepada pemuda penjaganya, ternyata tulisan-tulisan itu dibagi gratis. Isinya, ya tentang ajaran Kristen,” ungkap pengurus MUI Pusat itu dengan tatapan geram. “Mereka sudah makin berani. Terang-terangan,” tambahnya.
Saya menyampaikan kepada beliau bahwa umat Islam saat ini tidak memiliki benteng. Bahkan akidah dan hartanya pun tidak ada pelindungnya. Benteng kita itu adalah khalifah sebagaimana kata Nabi saw., “Sesungguhnya imam (khalifah) itu adalah benteng.” (HR al-Bukhari).
Beliau mengatakan bahwa sekarang belum ada khalifah. Karena itu perlu ada upaya untuk terus mengkonsolidasikan tokoh-tokoh umat Islam dan menggencarkan kajian politik Islam. Saya menyampaikan bahwa memang satu hal yang kini tidak ada dalam tubuh umat, termasuk barangkali sebagian tokoh dan ulamanya, adalah wa’yu siyâsi al-islâmi (kesadaran politik Islam). Padahal dengan adanya kesadaran tersebut umat tidak akan ridha kecuali dihukumi oleh syariah Islam. Tentu, ketika benteng tidak ada maka umat akan mudah untuk dihancurkan.
Bukan berhenti di situ. Berita mencengangkan datang dari Bali. Jika pada akhir Juni lalu Mahkamah Konstitusi Pemerintah Amerika Serikat melegalkan pernikahan hubungan sesama jenis di seluruh negara bagian di Amerika, pada awal September 2015 kabar datang dari Bali bahwa ada dua orang laki-laki yang melakukan pernikahan sesama laki-laki (homoseksual). Foto-foto itu diunggah ke media sosial Facebook. Ketua Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi Bali (MUDP) Jro Gde Putus Suwena mengecam. Gubernur Bali pun mengecam. Bahkan sebelumnya, Musyawarah Nasional (Munas) IX Majelis Ulama Indonesia di Surabaya akhir Agustus 2015 lalu memutuskan, “MUI memandang bahwa LGBT (Lesbian, Homoseksual, Biseksual dan Transgender) merusak keberlangsungan masa depan bangsa; mencegah semua upaya yang menumbuhsuburkan dan propaganda LGBT baik melalui pendekatan hukum maupun sosial keagamaan.”
Namun, pelaku kemungkaran semakin berani terang-terangan. Padahal Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya perkara yang sangat aku khawatirkan atas umatku adalah perbuatan kaum Nabi Luth.” (HR Ahmad).
Sabda beliau pula, “Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (diulangi 3 kali).” (HR Ahmad).
Titah Rasulullah saw. tidak dilirik dengan sebelah mata. Jika Rasulullah saw. tegas menyatakan demikian, maka adanya perbuatan pernikahan sejenis menambah bukti negeri zamrud khatulistiwa ini tengah meluncur menuju kebinasaan. Kata Rasulullah, “Wahai kaum Muslim. cukupkanlah diri kalian dengan apa yang telah aku tinggalkan untuk kalian. Sesungguhnya orang-orang yang sebelum kalian mendapat binasa karena mereka banyak bertanya dan suka menyalahi para nabi mereka. Karena itu jika aku memerintah kalian untuk mengerjakan sesuatu, laksanakanlah semampu kalian; jika aku melarang kalian mengerjakan sesuatu maka tinggalkanlah.” (HR. Muslim).
Al-Quran pun menerangkan bagaimana dahsyatnya kebinasaan yang ditimpakan kepada kaum Nabi Luth akibat perbuatannya itu (lihat QS Asyu’ara ayat 172-173).
*****
Kerusakan terjadi di berbagai arena. Namun, harapan itu masih ada. Saya menyaksikan sendiri banyak kaum pemuda dan pemudi yang mengikhlaskan dirinya untuk menegakkan Islam. Berbagai multaqa dan mudzakarah yang dihadiri para ulama membincangkan perjuangan umat ini dengan penuh khusyuk dan kesungguhan. Ibu rumah tangga bukan sekadar menjadi ummun wa rabbatul bayt, melainkan juga menjadi pejuang Islam.
Bahkan saya mendapatkan kenikmatan besar dapat menghadiri Daurah Nasional Muslim Intelektual (Dinamika) yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia pada 12-13 September 2015. Lebih dari 40 orang profesor, doktor dan P.hD. dari setidaknya 11 perguruan tinggi papan atas di Indonesia hadir. Pertemuan ini sangat istimewa. Mengapa? Sebab, bukan persoalan sains dan teknologi yang dibicarakan oleh para guru besar dan doktor tersebut. Mereka membincangkan tentang kondisi umat serta cara membangkitkan mereka mulai dari pembahasan akidah islamiyah, syariah, khilafah dan metode dakwah untuk mewujudkannya. Semuanya demi menyelamatkan seluruh umat manusia. Semangat perjuangan untuk menegakkan Islam tampak jelas dalam raut wajah dan sikap kaum profesional tersebut. Keikhlasan pun memancar dari paras mukanya dan pembicaraan yang mereka sampaikan.
Benar, akan selalu ada sekelompok dari umat Nabi Muhammad saw. yang terus berdiri membela kebenaran, dan mereka menang! Rasulullah saw. bersabda, “Selalu ada sekelompok dari umatku menyerukan dan menang di atas kebenaran. Siapa pun yang menyalahi mereka tidak akan mendatangkan bahaya bagi mereka hingga datang urusan dari Allah dan keadaan mereka tetap seperti itu.” (HR Muslim).
Insya Allah, kerusakan itu akan segera berubah menjadi kebaikan. Optimisme tetap berkobar! [Muhammad Rahmat Kurnia, DPP Hizbut Tahrir Indonesia]