Bencana asap yang terus melanda beberapa wilayah di Provinsi Sumatra dan Kalimantan sudah memakan korban, terutama bayi. Di Palembang, ada tiga bayi yang meregang nyawa yang diduga kuat akibat asap tersebut.
Salah satu kejadian memilukan terjadi pada balita berusia 15 bulan, Latifa Ramadani. Latifa sempat dirawat intensif di sebuah rumah sakit. Namun karena keterbatasan biaya, orang tuanya terpaksa memindahkan balita tersebut ke rumah sakit lain yang harganya lebih terjangkau. Sayangnya, nyawa Latifa tidak tertolong.
Wakil Ketua Komite III DPD, Fahira Idris mengatakan kejadian tersebut menunjukkan bahwa sensitifitas pelayanan kesehatan di daerah bencana asap cukup memperihatinkan. “Andai bayi tersebut oleh orang tuanya tidak dipindahkan ke rumah sakit lain karena keterbatasan biaya, mungkin nyawanya bisa tertolong,” ujarnya dalam siaran pers, Kamis (15/10).
Kejadian ini harusnya membuka mata pemerintah agar mengeluarkan kebijakan kepada seluruh rumah sakit baik swasta maupun pemerintah. Rumah sakit harus memberikan pelayanan kesehatan kelas satu kepada korban asap, terutama bayi.
“Baik itu peserta BPJS Kesehatan maupun bukan, dimana semua biaya akan ditanggung pemerintah. Pokoknya, prioritasnya bagaimana nyawa bayi korban asap bisa selamat,” kata dia.
Menurut Fahira, sensitifitas tenaga pelayanan kesehatan di daerah bencana perlu ditingkatkan. Gejala apapun yang diderita bayi di daerah yang terpapar asap, termasuk gejala yang tidak ada hubungannya dengan saluran pernapasan misalnya diare harus harus ditindaklanjuti dengan serius dan menjadi perhatian utama. (republika.co.id, 15/10/2015)