HTI Press, Padang. Kebijakan pasar bebas memang dirancang untuk mengubah dunia menjadi pasar terbuka terhadap barang dan jasa negara maju. Hal itu dilakukan dalam rangka menyelamatkan ekonomi mereka.
AFTA, CAFTRA, dan MEA, serta IORA yang beberapa minggu ini digalakkan di Padang, tidak lain adalah untuk meraup keuntungan dari Indonesia. Lihat saja, 250 juta penduduk Indonesia merupakan tambang uang bagi kapital asing. Sumber Daya Manusia dan Sumber Daya Alam yang murah dan melimpah akan mereka kuras secara radikal dalam kebijakan ini.
Mencermati hal ini, DPD II HTI Kota Padang menunjukkan kepeduliannya dengan mengadakan acara Halqah Islam dan Peradaban (HIP) edisi 16 pada Minggu (1/11) di Aula Kemenag, Sumbar.
Di kesempatan tersebut, praktisi ekonomi Kota Padang H. Asril Manan menuturkan bahwa Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) menjadi salah satu jalan memudahkan para kapitalis untuk lebih mudah menguasai kekayaan alam di Indonesia. Ia menjelaskan bahwa dampak MEA membuat Indonesia semakin terpuruk. Perusahaan dalam negeri aka kalah saing dengan perusahaan luar negeri. Indonesia akan sengsara dan semakin terjajah
“Ketika MEA diterapkan, Indonesia akan terjadi liberalisasi seluruh sektor.” Jelasnya di hadapan sekitar 200 peserta yang hadir.
Junaidi Rahman, pengamat ekonomi kota Padang lain yang juga hadir di acara tersebut mengatakan bahwa MEA atau saat ini IORA justru akan melumpuhkan perekonomian Indonesia. Kakayaan Indonesia semakin mudah dieksploitasi oleh Asing.
Junaidi memberi contoh, di bidang Tenaga Kerja misalnya, pencari kerja di Indonesia 67% berijazah SMP, sedangkan Pengangguran Negara Asean 80% tingkat pendidikannya SMA dan Sarjana.
“Di bidang Tenaga kerja saja kita mau apa? Kalau di bidang perdagangan, jika ambil contoh Cina atau India, mereka bisa exsport ke indonesia, kita pun bisa namun pertanyaannya Indonesia mau Ekspor apa ke Cina dan India? Asap? Jual mobil SMK ke India atau Cina?”
Ustad Jamal Husni yang menjadi pembicara ketiga menjelaskan, ketika tidak mendukung MEA dan IORA, solusinya bukanlah MEA syariah atau IORA Islami atau de-sekularisasi Neolib. Akan tetapi, dengan memahami bagaimana Islam memandang Ekonomi perdagangan luar negeri. Neolib dan Islam mempunyai cara yang bertolak belakang.
Ia menguraikan bahwa Islam melihat ekonomi dibagi menjadi ‘Ekonomi sebagai Sistem’ dan ‘Ekonomi sebagai Ilmu’. Jika berbicara tentang produksi barang, maka itu disebut dengan ‘Ekonomi sebagai ilmu’ yang universal dan terserah umat memilih caranya. Akan tetapi, ketika berbicara cara memperoleh barang dan mendistribusikan barang maka disebut ‘Ekonomi sebagai Sistem’.
“Nah di sinilah titik masalahnya. Jika berbicara MEA atau IORA, maka juga bicara tentang perdagangan bebas. Padahal Islam mewajibkan penyeleksian ketat atas barang yang keluar dan masuk. Sayang ekonomi Islam ini bisa sempurna diterapkan dalam Negara Khilafah Rasyidah. Dan seyogyanya setiap penolakan aturan neolib ini diarahkan kepada solusi islam.” Pungkas ust Jamal Husni. [] MI Padang/akmal