Menghidupkan malam—dengan shalat tahajud, tilawah Alquran, berzikir, ber-muhasabah dan amal ibadah lainnya—sesungguhnya merupakan ‘tradisi’ yang hidup di kalangan salafuh-shalih. Sebagaimana ramainya mereka melakukan ragam amal kebajikan pada siang hari, ‘dunia malam’ mereka sesungguhnya tak pernah sunyi dengan ragam kegiatan ibadah dan amal-amal shalih. Shalat tahajud adalah salah satu kesibukan mereka pada malam hari selain zikir, tilawah Alquran dll. Ini karena shalat malam diperintahkan langsung oleh Allah SWT di dalam Alquran kepada Rasulullah Muhammad SAW. (Lihat: QS al-Isra’ [17]: 79).
Bahkan di antara ayat-ayat yang pertama kali diturunkan kepada Rasulullah saw. adalah perintah untuk bangun malam untuk menunaikan shalat malam: Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) pada malam hari (TQS al-Muzammil [73]: 1-4).
Mengapa Allah SWT memerintahkan Rasulullah SAW untuk bangun malam dan menunaikan shalat malam? Allah SWT menjawab pertanyaan ini dalam ayat berikutnya: Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepada kamu perkataan yang berat (TQS al-Muzammil [73]: 5).
Karena itu tidak aneh jika Sulaiman al-Halbi mengerjakan shalat malam sebulan penuh di Masjid al-Azhar sebelum membunuh Cliber. Ketika mengerjakan shalat, ia berdoa kepada Allah SWT dengan khusyuk agar diberi kemudahan dalam membunuh musuh Allah itu. Saat itu Sulaiman al-Halbi hanya memiliki satu pisau, tidak lebih. Benar saja, Allah SWT mengabulkan doanya. Sulaiman al-Halbi berhasil membunuh Cliber, Komandan Perang Prancis terkenal, yang kedudukannya sedikit di bawah Napoleon.
Shalahuddin al-Ayyubi, karena pemahamannya yang mendalam tentang Islam, juga menyadari bahwa shalat malam adalah salah satu kunci kemenangan kaum Muslim atas musuh mereka. Karena itu beliau sering mengontrol kemah anak buahnya setiap malam. Jika beliau tak menjumpai seorang pun yang mengerjakan shalat malam, beliau segera membangunkan mereka dan memarahi mereka seraya berkata, “Saya khawatir, kita diserang musuh malam ini, dari kemah ini.”
Demikianlah Shalahuddin al-Ayyubi. Beliau menganggap tidak adanya shalat malam sebagai celah yang lebih berbahaya daripada celah pada benteng hingga musuh bisa menyerang dari celah tersebut.
Sejak permulaan jihad hingga berjumpa dengan Allah SWT, Khalid bin Walid ra dan kawan-kawannya biasa mengerjakan shalat malam berjam-jam dan membaca banyak ayat Alquran di dalamnya. Ia sering menangis sehingga membuat sahabat yang lain juga menangis. Siapa pun yang pernah berinteraksi dengan mereka saat itu berkomentar, “Khalid dan rekan-rekannya seperti para malaikat dalam wujud manusia.” Barangkali inilah, selain sebab-sebab lain, salah satu kunci sukses jihad Khalid bin Walid ra dalam setiap medan peperangan di jalan Allah SWT melawan orang-orang kafir.
Sukses dalam menuntut ilmu juga akan mudah diraih dengan dukungan shalat malam. Karena itulah Imam Ahmad bin Hanbal pernah memarahi salah seorang muridnya yang tak terbiasa bangun malam dan menunaikan shalat malam. Beliau tak mau lagi mengajari muridnya tersebut (Abul al-‘Ala al-Mihsri. Munthaliqat Thalib al-‘Ilmi, I/176).
Demikianlah gambaran ‘dunia malam’ para kekasih Allah SWT. Semua ini karena mereka menyadari tentang keutamaan dan keistimewaan shalat malam. Karena itu benarlah kata-kata Khalifah Umar bin al-Khaththab ra, “Jika aku banyak tidur pada malam hari, berarti aku menyia-nyiakan diriku. Jika aku tidur pada siang hari, berarti aku menelantarkan rakyatku.”
Khalifah Umar bin al-Khaththab ra memang dikenal rajin mengerjakan shalat malam. Padahal sebagai pemimpin negara, kesibukannya sangat luar biasa. Begitu besarnya perhatian beliau terhadap shalat malam, banyak Sahabat Nabi SAW lainnya yang ingin meniru beliau.
Penerusnya, Khalifah Utsman bin Affan ra, juga tak kalah dengan pendahulunya. Beliau terbiasa melakukan shalat malam. Bahkan dalam shalat malamnya itu, beliau sekaligus meng-khatam-kan bacaan Alquran, hanya dalam tempo satu malam. Ini betul-betul terjadi sebagaimana disebutkan dalam banyak hadits sahih.
Demikian pula generasi para tabi’in, tabi’ at-tabi’in dan generasi salafush-shalih setelah mereka. Tentu kisah-kisah tentang ‘dunia malam’ mereka amat penting untuk diketahui oleh generasi umat Islam saat ini. Sebab, selain menarik, kisah-kisah ‘dunia malam’ mereka juga banyak menginspirasi. Kisah-kisah para salafush-shalih semacam ini sesungguhnya bertaburan dalam banyak riwayat yang shahih dan dalam lintasan sejarah yang otentik (Lebih jelas lihat: Ahmad Musthafa Qasim ath-Thahthawi, Layl ash-Shalihin wa Qashash al-‘Abidin, t.t. Kairo: Darul Fadhilah).
Dengan seringnya kita menghidupkan malam-malam kita dengan ragam ibadah seperti zikir, tilawah Alquran, muhasabah dan terutama shalat malam, berarti kita menghidupkan salah satu tradisi yang baik yang dilakukan oleh generasi salafush-shalih. Dengan itu, insya Allah, kita pun bisa meraih apa yang telah diraih oleh generasi salafuh-shalih itu—para kekasih Allah SWT yang Dia ridhai—yakni kedudukan terpuji di sisi-Nya, di dunia dan di akhirat nanti. [] abi
sumber: Tabloid mediaumat edisi 160