Saking Miskinnya, Andun Pernah Memasak Batu untuk Anak-anaknya

gubuk reyot AndunSelama 35 tahun, keluarga Andun Suherman (45) tinggal di sebuah gubuk reyot berukuran 4 x 8 meter di Kampung Bolenglang, Desa Sukasari, Kecamatan Cilaku, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.

Saking miskinnya dan tidak memiliki apa pun untuk dimasak, istri Andun pernah suatu kali terpaksa memasak sebongkah batu di dalam wajan supaya anak-anaknya yang kelaparan tidak merengek minta makan.

Dari pernikahannya dengan Iyah Khodijah (30), kata Andun, mereka dikaruniai tujuh anak, yakni Diana Safitri (12), Dinda Marisa (10), Risma (9), Ai Lestari (7), Ratna (5), Risna (2), dan Dede Siti Nurazizah (2 bulan).

Namun, Risma dan Ai Lestari sejak bayi sudah diambil nenek mereka. Menurut Andun, ibu kandungnya ingin ikut merawat kedua anaknya itu.

“Dua puluh tahun saya tinggal di gubuk itu, terus menikah. Kalau tinggal sama istri di rumah itu baru 15 tahun,” ujar Andun yang sehari-hari menjadi buruh tani.

Tak ada pekerjaan lain yang bisa diandalkan oleh Andun selain nengah atau mengurus sawah milik orang lain.

Setiap tiga bulan, ujar Andun, sawah yang ia garap bisa menghasilkan 14 kuintal beras, dan Andun mendapat setengahnya.

Tujuh kuintal beras itu, kata Andun, tentu tak bisa mereka manfaatkan semuanya. Separuhnya harus dijual, dan uangnya dipakai untuk keperluan menggarap sawah kembali.

“Pernah ketika itu sawah gagal panen dan saya benar-benar tidak punya beras. Anak-anak ribut ingin makan. Beruntung saya suka menanam singkong dan talas. Istri kemudian merebus talas sebagai ganti beras,” kata Andun.

“Namun, paling lama, kondisi seperti itu berjalan dua hari. Setelah bekerja apa pun, saya pulang pasti bawa beras. Paling parah ya memasak talas itu, atau singkong atau jagung,” ujar pria yang nyaris saban malam memancing lele di sungai untuk menambah penghasilan.

Sampai akhirnya, ketika tidak ada makanan apa pun, istri Andun pernah memasak sebongkah batu.

Kondisi itu didengar Kapolres Cianjur AKBP Asep Guntur Rahayu. Ia mendapat informasi tersebut dari rekannya sekitar akhir bulan September lalu.

“Begitu saya dengar, saya bilang, keluarga Andun harus segera ditinjau. Berangkatlah kami, rombongan polres ke rumah Andun. Begitu sampai di lokasi, benar rumah Andun tinggal dapur saja,” ujar Asep, Selasa (3/11/2015).

Andun, kata Kapolres, tidak bisa mereka usulkan untuk menerima program bantuan rumah tinggal layak huni karena keluarga ini tidak tinggal di tanah milik mereka.

Rumah baru

Kapolres pun kemudian mendatangi Kantor Badan Pertahanan Nasional (BPN) sambil berharap dapat menemukan jalan keluar.

“Di BPN itulah akhirnya kami ketahui bahwa pemilik tanah yang sebagian tanahnya digunakan Andun untuk tempat tinggalnya ternyata belum memiliki sertifikat tanah,” ujar Asep.

“BPN kemudian membuatkan sertifikat tanah itu secara gratis, tetapi dengan perjanjian, Andun mendapat hibah sedikit tanah dari tuan tanah itu. Pemilik tanah setuju dan memberikan Andun tanah seluas 72 meter persegi. Bersama Kepala Perumnas dan beberapa donatur, kami kemudian membangunkan rumah,” ujarnya.

Rumah tersebut, ujarnya, rencananya baru akan selesai dalam 45 hari. Namun, baru 35 hari, rumah itu ternyata sudah bisa ditempati.

Sesuai janjinya, Kapolres menyerahkan rumah tersebut kepada Andun dan keluarganya pada akhir Oktober lalu.

“Kapolres bilang, saya tinggal isi rumah baru ini. Waktu peresmian juga langsung dikasih sertifikat rumah dan tanah ini,” ujar Andun.

Sambil bersila di teras rumahnya yang baru, Andun yang mengenakan topi loreng dan kaus bertuliskan “pemburu” itu mengaku sangat bahagia setelah dia, istri, dan keempat anaknya akhirnya bisa tinggal di rumah yang layak.

Di rumah yang baru, ujarnya, mereka tak lagi kedinginan dan tidur dalam keadaan basah saat hujan karena genting yang bolong. “Kami bertahan karena mau bagaimana lagi, hanya itu yang kami punya,” kata Andun.

Rumah baru berukuran 6 x 6 meter itu terdiri atas dua kamar tidur, satu ruang keluarga, dan satu kamar mandi.

Sambil tersenyum, Andun mengatakan, anak-anaknya yang belum bisa menjaga kebersihan.

“Ibunya terpaksa berulang kali mengepel lantai. Anak-anak terus saja lalu lalang dan loncat-loncat di dalam rumah,” ujarnya.

Andun mengaku tak sedikit pun pernah menyangka akan bisa mendapatkan rumah baru. Bahkan, memimpikannya pun ia tak berani.

Banyak pihak, ujarnya, mulai memberikan bantuan setelah sejumlah wartawan dari berbagai media massa mengangkat kisah hidup mereka. “Ada yang ngirim beras, ada juga yang ngirim uang belanja,” kata Andun.

Walau begitu, ujar Andun, ia tak pernah membayangkan bahwa salah seorang yang kemudian datang mengunjunginya ternyata benar-benar mewujudkan mimpinya memiliki rumah.

“Kapolres Cianjur datang ke gubuk saya dua bulan lalu. Saat itu, Kapolres bilang akan berupaya agar kami dapat memiliki rumah,” kata Andun. (kompas.com, 4/11/2015)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*