Utang luar negeri, terutama utang program, menjadi alat campur tangan dan kontrol pihak asing terhadap kebijakan pemerintah.
Janji Jokowi dalam kampanyenya untuk tidak menambah utang, betul-betul omong kosong. Ancang-ancang untuk menambah utang baru tampak dalam APBN 2016. Ada defisit anggaran sebesar Rp 273,2 trilyun.
Darimana defisit anggaran itu ditutup? Pasti dari utang. Pemerintah telah merencanakan akan mengeluarkan Surat Berharga Negara (SBN) atau menarik utang dalam bentuk surat utang sebesar Rp 326,3 trilyun dan utang dalam negeri Rp 3,3 trilyun. pemerintah juga akan menarik utang luar negeri Rp 72,84 trilyun.
Pengamat ekonomi Didik J Rachbini mengkritik besarnya dana desifit anggaran dalam APBN 2016 itu. Menurutnya, dana defisit anggaran tersebut tidak perlu sebesar itu karena pada tiap tahun dana tersebut tak pernah terpakai.
“Selama dua dekade yang direncakan APBN tidak terjadi defisit anggaran. Jadi untuk apa utang lebih dari Rp 200 trilyun?” kata dalam diskusi bertema ‘Catatan APBN 2016′ di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (31/10/2015).
Dalam rapat paripurna DPR Jumat (30/10), wakil rakyat menyetujui Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (R-APBN) 2016 menjadi Undang-Undang APBN Tahun Anggaran 2016. “Secara resmi anggaran pemerintah tahun depan sebesar Rp 2.095 trilyun,” ujar Wakil Ketua DPR, Taufik Kurniawan, di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (30/10).
Dengan rencana adanya utang baru itu, dipastikan total utang pemerintah makin menumpuk. Pada akhir Juli 2015 lalu total utang pemerintah mencapai Rp 2.911,41 trilyun. Seiring dengan itu, total pembayaran cicilan pokok dan bunga utang juga terus membengkak. P
embayaran bunga utang periode 2010-2014 naik 10,8 persen pertahun, yaitu dari Rp 88,38 trilyun pada tahun 2010 menjadi Rp 133,44 trilyun pada tahun 2014. Alokasi pembayaran bunga utang di APBNP 2015 mencapai Rp 155,73 trilyun atau naik 16,7 persen dari realisasi bunga utang tahun 2014. Adapun di RAPBN 2016, pembayaran bunga utang direncanakan Rp 183,429 trilyun.
Jika digabung dengan cicilan pokoknya yang juga terus naik, total cicilan utang tahun 2014 (pokok + bunga) mencapai Rp 370,471 trilyun, sementara di APBNP 2015 mencapai Rp 403,835 trilyun.
Jika dihitung dari 2009-2014, total pembayaran bunga utang pemerintah mencapai Rp 622,42 T. Jumlah ini, jika ditambah dengan cicilan pokok realisasi 2014 dan APBNP 2015 saja, telah mencapai Rp 1.107,556 trilyun. Meski sudah begitu besar cicilan pokok dan bunga yang telah dibayar, nyatanya total utang pemerintah bukan berkurang, sebaliknya malah terus membengkak. Total utang pemerintah pada akhir Juni 2014 Rp 2.604,93 trilyun. Total utang ini naik drastis menjadi Rp 2.864,18 trilyun pada Juni 2015 dan naik lagi menjadi Rp 2.911,41 trilyun pada 31 Juli 2015.
Alhasil, anggaran subsidi untuk rakyat terus dikurangi, sementara total cicilan utang (pokok+bunga) terus ditambah seiring dengan meningkatnya beban utang pemerintah.
Bahaya
Terkait utang luar negeri, faktanya utang luar negeri berbahaya bagi negeri ini. Ini karena utang luar negeri, terutama utang program, menjadi alat campur tangan dan kontrol pihak asing terhadap kebijakan pemerintah.
Ironisnya, utang program di RAPBN 2016 justru meningkat drastis dari Rp 7,5 trilyun di APBN 2015 menjadi Rp 34,58 trilyun di RAPBN 2016. Melalui utang program itu di antaranya pihak asing mendikte pembuatan UU sejak penyusunan draft (rancangan)-nya.
Akibatnya, banyak sekali UU bercorak liberal yang lebih banyak memenuhi keinginan asing dan tentu menguntungkan mereka daripada berpihak kepada rakyat. Dampak dari UU liberal itu sudah begitu terasa.
Walhasil, belanja APBN 2016 menggambarkan secara jelas bahwa tahun depan beban yang harus dipikul oleh rakyat akan makin besar dan lebih berat lagi. Selain itu, dengan terus berutang dengan beban bunga yang tinggi, negeri ini akan terus terpuruk dalam jerat utang.
Saat utang makin bertumpuk, tentu APBN, yang notabene uang rakyat, makin tersedot untuk bayar utang plus bunganya yang mencekik. Semua itu adalah untuk kepentingan para pemilik modal, terutama pihak asing. Sebaliknya, alokasi anggaran untuk kepentingan rakyat, khususnya dalam bentuk subsidi, terus dikurangi bahkan bakal dihilangkan sama sekali. [] emje dari berbagai sumber