Di tengah aktivitas perkuliahan, tiba-tiba seluruh mahasiswa, dosen dan staf Universitas Libya digiring untuk berkumpul di lapangan halaman Fakultas Teknik. Karena tanpa pengumuman tentang sebab yang mendorong pengumpulan tersebut, mereka pun menerka-nerka kejutan apa yang akan terjadi.
Mengapa dan dalam rangka apa pengumpulan ini? Apakah dalam rangka untuk menghormati para dosen universitas dan mahasiswa? Atau untuk peresmian perguruan tinggi, labolatorium dan perpustakaan baru? Atau….?
Yang jelas mereka semakin terheran-heran tatkala di tengah lapang dipasang tiang gantungan. Sehingga suasana setengah sepuluh pagi di tahun 1983 yang sebenarnya cerah tersebut terasa mencekam terlebih tatkala sebuah mobil berhenti di dekat halaman. Mereka terperangah begitu melihat dari dalam mobil tersebut keluarlah lelaki berbadan tinggi, kulitnya sawo matang… sebagian besar dari mereka memang tidak mengenali pria itu, tapi dosen-dosen yang sudah mengabdi lebih dari 10 tahun langsung teringat sosok yang rajin, tekun, murah senyum, vokal dan teguh pendirian, dialah Muhammad Muhazhab Havan.
Mahasiswa jurusan teknik mesin fakultas teknik yang hilang sepuluh tahun silam tersebut digiring ke tengah lapang, siapa saja yang menghampiri, atau dianggap menghalangi jalan, ditendang, dibentak bahkan ditampar aparat yang mengawalnya menuju tiang gantungan. Dan beberapa menit kemudian, Havan pun syahid–insya Allah—di atas tiang gantungan.
Salah seorang pengikut rezim Qaddafi yang panggilannya Nashrul Mabruk menarik kaki yang tergantung dengan gembira. Peristiwa tersebut membuat orang-orang tercengang, sedih dan mual atas tindakan biadab itu serta merasa trauma.
Melawan Tirani
Setelah mengkudeta Raja Idris, Muammar Qaddafi pun menjadi penguasa Libya pada 1969. Alih-alih menerapkan syariah Islam yang bersumber dari Alquran dan Sunah, Qaddafi malah menjadikan sosialisme sebagai panduan hidup bernegara.
Maka dengan lantang Havan, lelaki kelahiran Ghuryan, Libya pada 1947 pun menyatakan kritiknya, hingga bentrok dengan dua orang anggota Dewan Komando Revolusi Libya yakni Mayor Basyir Hawariy dan Mayor Umar Al Mahisyi dalam Simposium Pemikirian Revolusioner yang diadakan pada Mei 1970. Ia juga bentrok dengan Qaddafi.
Menurut saksi mata, sudut pandang Havan dalam dialog lebih dalam dan obyektif dibanding ketiga pimpinan Libya tersebut. Bahkan, sudut pandang Havan muncul dari kecerdasan dan pandangan ke depan serta pemahaman mendalam terhadap arena politik di Libya dan dunia Islam.
“Maka, mulailah sejak saat itu, kedua pihak, Dewan Komando Revolusi dan Qaddafi benci dan iri hati terhadap sosok Havan,” ungkap rekan seperjuangan Havan Syeikh Dr Fathi Fadli. Pelecehan Qaddafi terhadap sumber hukum Islam pun semakin menjadi. Ia menyebarkan pendapatnya yang meragukan kebenaran hadits. Ia mengangap semua hadits itu palsu (maudlu), tidak ada yang merupakan wahyu Allah SWT. Sehingga ia tidak mau menerapkan hukum yang terkandung dalam hadits.
Havan kembali mengkritik namun kali ini berujung pada penculikan dirinya. Havan diculik pada1973, di tahun terakhir kuliahnya untuk meraih gelar insinyur. Anak pertama dari delapan bersaudara dicokok aparat sesaat setelah membacakan pidatonya yang dikenal sebagai Khithab az Zuwarah yang mengeritik Qaddafi karena tidak menerapkan syariat Islam secara kaffah.
Havan dan rekan-rekannya yang juga aktivis Hizbut Tahrir Libya ditangkap dan dipenjara di Al Hishan Al Aswad dengan tuduhan “propaganda menentang revolusi” dan “percobaan penggulingan pemerintah”.
Orang yang pernah dipenjara bersamanya mengatakan, mengenal aktivis Hizbut Tahrir Libya tersebut sejak 1972. “Kemudian saya lebih mengenalnya tatkala sama-sama ditahan di penjara militer di Tripoli Barat (Libya), kemudian kami dipindahkan ke penjara sipil, setelah sebelumnya mengalami siksaan yang biadab selama tiga bulan oleh Qaddafi si musuh Allah, Rasul-Nya dan kaum Mukminin,” demikian kata salah seorang rekan seperjuangan yang enggan disebut namanya.
Pada persidangan 1 Juli 1974, beberapa orang dibebaskan, kemudian sebagian yang lain lagi ditangkap termasuk Havan.
Kesesatan Qaddafi semakin menjadi. Hizbut Tahrir Libya pun mencoba meluruskan pandangan Qaddafi yang ngawur itu. Maka pada tahun 1978 delegasi HT Libya berkunjung ke kediaman Qaddafi. Mereka berdebat selama empat jam. Namun tidak ada kata sepakat.
Untuk melawan pandangan kufur yang ditebar Qaddafi di tengah rakyatnya, HT Libya pun menerbitkan Komunike dari Hizbut Tahrir untuk Kolonel Qaddafi pada 9 September 1978 (7 Syawwal 1398). Buku yang memuat semua argumen yang meluruskan kekeliruan pandangan Qaddafi mengenai hadits itu disebar.
Kontan saja Qaddafi berang, ia pun memerintahkan badan intelijen Libya untuk menyelidiki siapa saja yang menyebar buku yang membangkang pendapatnya itu. Maka, ditangkaplah beberapa aktivis HT Libya. Lalu dijebloskan ke penjara menyusul Havan dan rekan lainnya yang sudah lebih dulu masuk.
Semuanya ditahan dan diintimidasi di dalam penjara. Namun mereka tetap teguh dengan pendiriannya. Tidak sedikitpun goyah dan meninggalkan prinsipnya untuk terus berjuang menegakkan Khilafah Islam, yang menjadikan Alquran dan hadits sebagai sumber hukumnya.
Qaddafi pun berang. Ia mengancam akan memenjarakan mereka seumur hidup. Mereka tidak goyah. Bahkan dengan lantang Muhammad Muhazhab Havan menjawab, “Sungguh dipenjara seumur hidup itu merupakan kebanggaan dan kehormatan bagi saya.”
Mendengar itu, Qaddafi pun memutuskan untuk menghukum mati mereka. Maka, pada 1983, para pejuang Islam ideologis ini pun dieksekusi mati di sekolah-sekolah dan universitas, di depan para guru, dosen, murid dan mahasiswa, serta di depan keluarga dan anak-anak mereka.
Selain Havan mereka adalah: (1) Nashir Surais; (2) Ali Ahmad Iwadhullah; (3) Badik Hasan Badar, warga Palestina; (4) Namer Salim Isa; (5) Abdullah Hamudah; (6) Abdullah al-Maslati; (7) Al Kurdi; (8) Shaleh Nawal, (9) keponakan Shaleh Nawal.
Ada di antara mereka yang masih hidup setelah dieksekusi, lalu digantung kembali. Setelah diturunkan kemudian diikat ke mobil dan diseret.
Sedangkan tiga aktivis Hizbut Tahrir lainnya, yakni (10) Dr Majid Al Qudsi Al Douwik, warga Palestina; (11) Muhamad Bayoumi, dan (12) Al Faquri meninggalkan dunia fana ini setelah disiksa secara keji oleh badan intelijen Libya di Tripoli.
Semoga Allah menjadikan Havan dan 12 rekan lainnya yang digantung sebagai penghulu para syuhada seperti sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Al Imam Al Hakim dari Shahabat Jabir radhiallahuanhu: “Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan orang yang melawan penguasa kejam, ia melarang dan memerintah, namun akhirnya ia mati terbunuh.” []m ali dodiman/joy