Pelestarian Alam dan Hutan di Era Khilafah

taman di istana al-hamraMaha Suci Allah yang telah menciptakan alam ini dengan ekosistemnya yang luar biasa. Allah berfirman, “Apakah mereka melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak retak-retak sedikit pun? Kami hamparkan bumi itu dan Kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh, dan Kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata?” (TQS Qaf: 6-7)

Karena itu, Allah SWT juga menurunkan manusia di muka bumi sebagai khalifah, untuk mengurus dunia ini. Tidak hanya itu, Allah juga telah menurunkan aturan untuk digunakan mengurusnya. Jika aturan ini digunakan, maka hasilnya pasti dunia dan seisinya akan tetap terjaga. Alam dan lingkungan tetap tertata. Semuanya berjalan sesuai dengan kehendak-Nya. Nabi juga mengingatkan, “Takutlah kalian dari tiga laknat: bertempur di sumber air, melubangi jalan, dan merusak tempat berteduh.” [al-‘Adhim al-Abadi, ‘Aun al-Ma’bud fi Syarh Sunan Abi Dawud, I/13]

Tak hanya itu, Nabi dengan tegas pun melarang menebangi, apalagi membumihanguskan pepohonan, meski itu dalam peperangan. Dalam sabdanya, Nabi menyatakan, “Perangilah di jalan Allah dengan menyebut asma Allah orang mengingkari Allah, dan janganlah kalian melarikan diri.. Jangan memotong pohon kurma, pepohonan dan jangan pula menghancurkan rumah.” [Lihat, Musnad Abi Bakar]. Sebaliknya, Islam memerintahkan umatnya agar menanam pohon, “Tak seorang Muslim pun menanam biji kecuali, apa yang dimakan darinya itu merupakan sedekah. Apa yang dicuri merupakan sedekah. Apa yang dimakan binatang merupakan sedekah. Apa yang dimakan burung merupakan sedekah. Tak seorang pun menanamnya, kecuali baginya sedekah.” [HR. Muslim]

Karena itu, meski sejarah Islam tak pernah sepi dari peperangan, tetapi peperangan yang terjadi tidak pernah merusak lingkungan. Wasiat yang disampaikan oleh Nabi dalam Musnad Abi Bakar juga diwasiatkan oleh Abu Bakar ketika menjadi khalifah kepada para panglima perang, dan pasukannya. Begitu juga wasiat ini telah dilaksanakan oleh para khalifah generasi berikutnya.

Bukan hanya melestarikan alam dan hutan, para penguasa kaum Muslim di era khilafah Islam bahkan telah menciptakan taman-taman nan indah. Abdurrahman ad-Dakhil, di Cordoba, telah berhasil membangun taman terbesar di sana, ar-Rashafah. Taman ini dibangun untuk meniru apa yang sebelumnya dibangun oleh kakeknya di Syam, Khalifah Hisyam bin ‘Abdul Malik. Taman ini dipenuhi berbagai tanaman dan pepohonan beraneka ragam dari berbagai belahan dunia. Biji dan bibitnya diambil dari Syam. Biji dan bibitnya kemudian dirawat dengan baik, sehingga dalam waktu singkat, tanaman tersebut tersebar ke seluruh Andalusia, Spanyol.

Di Granada juga terdapat taman-taman dan kebun-kebun raya yang sangat indah. Bukan hanya di luar, tetapi di dalam istana pun taman dan kebun ini menghiasi istana, seperti yang terlihat di istana al-Hamra. Bahkan, ada taman yang sangat indah, dibangun di atas bukit, bernama taman al-‘Arif. Tidak hanya itu, masih banyak taman-taman dan kebun raya yang digunakan untuk eksperimen, disebut Hadaiq Tarjiribiyyah, yang diawasi dan dirawat oleh insinyur pertanian.

Konsep rumah dengan taman sudah menjadi bagian dari kehidupan rakyat Andalusia yang hidup di era khilafah. James Dicky, sejarawan Spanyol, menuturkan, “Meski kebanyakan rumah tersebut kecil, tetapi semuanya mempunyai aliran air, bunga, pohon kecil dan sarana peristirahatan yang sempurna. Ini membuktikan, bahwa Andulusia ketika berada di bawah kekuasaan Islam jauh lebih indah, ketimbang sekarang.” [James Dicky, Hadharah al-Arab al-Islamiyyah fi Andalus, I/176]

Kealamian dan keindahan alam ini bahkan kemudian dikembangkan oleh arsitek Muslim di era Khilafah ‘Utsmani untuk membangun taman-taman dan lingkungan yang tidak hanya berfungsi sebagai menjaga ekosistem, tetapi telah dimanfaatkan untuk hiburan, dan menghilangkan stres. Taman-taman ini dibuat sedemikian dengan menghadap ke pantai, khususnya di pinggiran Selat Bosporus.

Masjid-masjid pun dipenuhi dengan taman dan pepohonan, bukan hanya untuk fungsi estetika, tetapi juga untuk mencegah terjadinya kebakaran agar tidak melanda ke pemukiman penduduk. Di Istana Topkape, misalnya, taman dan pepohonan tersebut menghabiskan area seluas 69,000 m2 dengan keliling 5 km2. Hingga kini sisa-sisa landscape itu masih ada.

Semuanya ini membuktikan, betapa Islam mengajarkan pelestarian alam dan hutan. Bandingkan dengan rezim kapitalisme dan sosialisme yang berkuasa saat ini, sungguh sangat jauh. Nafsu serakah mereka membuat alam dan hutan dibakar dan dibumihanguskan. [] HAR

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*