Salah seorang relawan Italia bernama Cesare Tavella, yang juga merupakan manajer proyek LSM Belanda yang ada di Bangladesh, ditembak mati di wilayah diplomatik ibu kota Dhaka pada tanggal 28 September 2015. Beberapa hari kemudian, pada tanggal 3 Oktober, seorang berkebangsaan Jepang bernama Hoshi Kunio dibunuh oleh beberapa orang bersenjata di Bangladesh utara.
Menurut SITE Intelligence Group, sebuah kelompok pemantau kegiatan Jihad yang berbasis di Amerika, ISIS atau ISIL telah mengaku bertanggungjawab membunuh kedua warga Negara asing itu.
Pada tanggal 24 Oktober, menurut SITE Intelligence Group juga, ISIS mengunggah pernyataan online yang mengklaim bahwa mereka bertanggung jawab atas serangan bom pada pertemuan Syiah di Old Dhaka. Menewaskan 1 orang dan melukai lebih dari 70 orang. Akan tetapi, pemerintah Hasina menolak menghubungkan ISIS dengan apa yang disebut sebagai kekejaman, melabelinya sebagai ‘insiden terisolasi’.
Komentar:
Bangladesh sekarang berada pada saat yang kritis di kawasan Asia Selatan, menghadapi potensi ancaman parah terhadap kedaulatannya sendiri karena perebutan kekuasaan geopolitik antara kekuatan global dan regional.
Serangkaian serangan mematikan terhadap orang asing dalam kurun waktu singkat bersama dengan serangan kepada masyarakat Syiah pertama kalinya merupakan tanda-tanda mengkhawatirkan atas rusaknya keamanan, dan lebih mengkhawatirkan lagi adalah kenyataan bahwa pada situasi-situasi itu, kekuatan global seperti Amerika sengaja membuat rancangan untuk mengeksploitasi dan mengamankan kepentingan kolonial mereka sendiri di berbagai belahan dunia.
Dalam sejarah, Amerika telah menggunakan ‘operasi rahasia’ dalam bentuk ledakan bom pada kegiatan-kegiatan dan masjid-masjid Syiah untuk membuat perselisihan antara kaum Syiah-Sunni di Irak dan Pakistan, serta untuk membenarkan intervensi yang dilakukan Amerika dengan dalih ‘Perang MelawanTeror’.
Kami mengamati bahwa segera setelah terjadinya setiap serangan, pernyataan-pernyataan dari ‘Negara Islam’ bermunculan di media sosial, dengan asumsi mereka yang bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Satu-satunya organisasi yang terus-menerus mengklaim hubungan semua kekejaman itu dengan IS adalah SITE Intelligence Group, yang terdiri dari para konsultan kontra-terorisme penerima bantuan keuangan dari pemerintah AS.
Bruce Hoffman, seorang rekan senior pada Pusat Akademi Militer AS untuk Memerangi Terorisme, yang juga merupakan Penasihat Senior SITE, mengatakan bahwa pernyataan kelompok ini membawa arti politis.
Selain itu, mantan ilmuwan politik terkenal dari Rand Corporation bernama Christine Fair, yang kini merupakan ahli kelompok bersenjata di benua India dari Georgetown University, mengatakan kepada Al Jazeera, “Bangladesh adalah masalah potensial yang tidak diperhatikan orang-orang”.
Dia juga berpendapat bahwa tingkat dukungan yang tinggi terhadap kelompok-kelompok berideologi mirip ISIL ada di Bangladesh.
Selain itu, Kedutaan Besar AS di Bangladesh mengeluarkan pesan keamanan pada tanggal 28 September 2015 bagi warga Negara mereka yang tinggal di Bangladesh tentang ancaman kehidupan potensial kepada orang-orang Barat. Dan yang menarik, warga Italia ditembak mati pada tanggal yang sama setelah pengumuman ini, sehingga membuat orang menjadi curiga.
Ketika Duta Besar AS Marcia Bernicat menyebut ancaman dari IS sebagai ‘kredibel dan nyata’ di Bangladesh, Menteri Dalam Negeri Bangladesh Asaduzzaman Khan mengatakan, “Omong kosong, tidak ada IS di Negara ini, tidak mungkin”.
Dia juga mengatakan kedutaan AS gagal memberikan informasi spesifik mengenai ancaman yang ada.
Menyoroti fakta-fakta di atas, tampak bahwa Amerika sedang meracik konspirasi untuk Bangladesh agar menyeret Negara itu ke dalam ‘Perang Melawan Teror’ dengan dalih keberadaan IS di Bangladesh. Amerika bisa dengan mudah merasakan kegagalan Demokrasi di Bangladesh dan juga menjadi semakin takut munculnya Khilafah dari negeri itu.
Di tengah pemerintah tirani yang melakukan penindasan, tidak ada pihak oposisi lainnya yang terlihat di Bangladesh selain kafilah kebenaran—HizbutTahrir. Sekarang AS sedang mencari partisipan yang lebih intens di Bangladesh dalam perang habis-habisan melawan Islam dengan dalih adanya IS. Dan, itulah alasan mengapa kita sekarang melihat terulangnya operasi rahasia Amerika untuk membuat Bangladesh menjadi kambing hitam lain setelah Pakistan dalam perang salib melawan Islam.
Imadul Amin
Anggota Kantor Media Hizbut Tahrir Wilayah Bangladesh