Prancis Sukses Dengan Darah Rakyatnya: Antara Agenda Dalam Negeri Dan Luar Negeri!
Pemerintah Prancis dengan cepat mengeksploitasi darah korban pemboman Paris, sebelum darah kering dan hilang pengaruhnya. Dalam hal ini Prancis bergerak di atas dua agenda, dalam negeri dan luar negeri. Terkait agenda dalam negeri, Prancis tidak mencari pelaku kejahatan yang sesungguhnya, namun Prancis mencari untuk mengambil keuntungan dari insiden itu sebanyak mungkin yang ia bisa untuk meloloskan paket prosedur dan undang-undang, dimana selama ini ia tidak mampu meloloskannya atau menawarkannya kepada publik.
Hollande mengatakan dalam sambutannya kepada parlemen Prancis setelah serangan: “RUU akan diajukan pada hari Rabu ke parlemen untuk memperpanjang keadaan darurat.” Ia menyerukan anggota parlemen untuk “memutuskannya pada akhir pekan”. Ia juga menyerukan agar melakukan pengkajian ulang terhadap konstitusi Prancis, sehingga memungkinkan dibuatnya keputusan undang-undang yang memungkinkan untuk memperluas kekuasaan aparat keamanan dan kekuasaan kehakiman untuk menyelidiki, termasuk memungkinkan mereka untuk melaksanakan berbagai razia, dan penangkapan dengan perintah administratif.
Presiden Prancis juga menyampaikan kepada Parlemen proposal untuk pembuatan undang-undang yang memungkinkan untuk “pencabutan kewarganegaraan” bagi mereka yang terlibat dalam kejahatan terorisme, dalam kasus jika mereka memiliki kewarganegaraan lain, bahkan sekalipun mereka lahir di Prancis, juga tidak mengizinkan kembalinya warga dengan kewarganegaraan ganda, dan “mengusir” orang asing jika menimbulkan ancaman keamanan.
Hollande mengatakan bahwa ia telah memutuskan untuk membatalkan rencana yang telah dijadwalkan untuk mengurangi jumlah personel militer Prancis, selain “mengaktifkan” tentara cadangan, serta mengumumkan penguatan aparat keamanan sekitar 2.000 tugas baru setahun, selama lima tahun. Sebelum mengakhiri sambutannya, Hollande menegaskan bahwa “Republik Prancis akan menghancurkan terorisme”.
Sedang terkait agenda luar negeri, Hollande berkomentar tentang serangan yang dilakukan oleh koalisi internasional yang dipimpin oleh Amerika Serikat melawan organisasi negara (ISIS), dimana ia mengatakan: “Masalah ini tidak harus tergantung pada pemblokiran organisasi negara (ISIS), namun harus menghancurkannya sama sekali.”
Laporan tersebut merupakan isyarat yang jelas terkait penolakan Prancis terhadap strategi Amerika, ini artinya bahwa kita tengah melihat lebih banyak lagi pelecehan Eropa terhadap Amerika di wilayah tersebut.
Hollande telah mengindikasikan bahwa ia mengeluarkan perintah pada hari Ahad kepada Angkatan Udara Prancis agar membombandir tempat-tempat organisasi negeri (ISIS) di kota “al-Riqah” di Suriah. Hollande menekankan bahwa serangan ini akan terus berlangsung dalam beberapa minggu mendatang. Dikatakan bahwa pembawa pesawat “Charles de Gaulle” akan tiba di wilayah Timur Mediterania Kamis depan.
Presiden Prancis mengungkapkan bahwa negaranya telah meminta Dewan Keamanan untuk mengadakan pertemuan darurat guna membahas penguatan upaya kontra-terorisme. Ia mengatakan: “Kami akan memerangi terorisme di mana saja.” Dan ia menggambarkan Suriah “telah menjadi pabrik penagkaran teroris terbesar di dunia.” (kantor berita HT, 18/11/2015).