Belum pernah ada peradaban yang hidup di muka bumi ini meninggalkan khazanah keilmuan yang luar biasa, mengalahkan Islam. Sampai Frans Russel mengatakan, “Kami meragukan, bahwa ada karya sejarah mencapai apa-apa yang telah dicapai kaum Muslim. Karya kaum Muslim dalam bidang sejarah telah menyamai jumlah karya bangsa Yunani dan Latin, tetapi tentu jumlahnya lebih banyak dibanding karya bangsa Eropa..”
Kesadaran politik para ulama yang tinggi mendorong mereka untuk menuturkan setiap momentum istimewa kepada generasi berikutnya. Kesadaran politik itu pula yang mendorong mereka untuk menuliskan figur-figur [rijal] tertentu, sebagai mata rantai sumber keilmuan, agar pengetahuan yang sama kepada generasi berikutnya benar-benar terjaga. Selain itu, tidak adanya hak cipta, membuat perkembangan karya tulis mereka begitu luar biasa. Selebihnya, baru faktor reward yang diberikan oleh khilafah kepada mereka. Semuanya itu ikut mendorong para ulama untuk memberikan kemampuan terbaik mereka dalam melestarikan khazanah tsaqafah Islam, hingga seperti saat ini.
Dalam hal ini, setidaknya ada tujuh pendekatan dan model warisan sejarah. Pertama, dalam bentuk Sirah dan Maghazi. Kedua, dalam bentuk Thabaqat. Ketiga, dalam bentuk Tarajum. Keempat, dalam bentuk Futuh. Kelima, dalam bentuk Ansab. Keenam, dalam bentuk al-Mahalliyah. Ketujuh, dalam bentuk Tarikh umum. Ketujuh bentuk warisan sejarah ini mempunyai pendekatan dan penekanan yang berbeda.
Sirah dan Maghazi banyak mengulas tentang detil kehidupan Nabi SAW sejak lahir hingga wafat. Sedangkan Maghazi banyak mengulas tentang peperangan Nabi dan para sahabat ridhwanu-Llah ‘alaihim. Warisan mereka yang paling menonjol adalah kitab as-Sirah an-Nabawiyyah, karya Aban bin ‘Ustman bin ‘Affan [w. 105 H/723 M], as-Sirah an-Nabawiyyah, karya Ibn Ishaq [w. 151 H/768 M], dan as-Sirah an-Nabawiyyah, karya Ibn Hisyam [w. H/ M]. Selain mereka, nama Ibn Syihab az-Zuhri [w. 125 H] yang terkenal dengan karya di bidang Sirah dan Maghazi, juga al-Waqidi yang sangat populer dengan kitabnya, al-Maghazi.
Bentuk kedua adalah Thabaqat. Secara harfiah, thabaqat berarti tingkatan. Model dan pendekatan ini lahir sebagai pengaruh dari periwayatan sirah dan hadits, yang sangat memperhatikan mata rantai sumber informasi [sanad] atau silsilah, tahap demi tahap. Dari sini, lahirlah model Thabaqat secara luas. Seperti kitab Thabaqat al-Muhadditsin [ahli hadits], Thabaqat al-Huffadz [penghapal hadits], Thabaqat al-Fuqaha’ [ahli fiqih], Thabaqat Syafi’iyyah [ulama’ mazhab Syafii], Thabaqat Hanabilah [ulama’ mazhab Hanbali], Thabaqat al-Qurra’ [ahli bacaan al-Qur’an], Thabaqat al-Mufassirin [ahli tafsir], Thabaqat as-Syu’ara’ [ahli syair], Thabaqat an-Nuhhat [ahli Nahwu], Thabaqat al-Athibba’ [ahli kedokteran]. Semuanya ini menuturkan silsilah mazhab dan keilmuan di bidang masing-masing. Selain itu, ada Thabaqat Kubra yang memuat silsilah peristiwa sejarah secara umum, yang ditulis oleh Ibn Sa’ad [w. 168 H/230 M].
Bentuk ketiga adalah kitab Tarajum, jamak Tarjamah [uraian]. Kitab ini menguraikan sejarah kehidupan figur-figur terkenal, mulai dari Khalifah, Qadhi, Wali, ulama’ hingga ahli sastera. Sebut saja, kitab Mu’jam al-Udaba’ [ahli sastra], karya Yakut al-Hamawi [w. 626 H], Usud al-Ghabah fi Ma’rifati as-Shahabah, karya Ibn al-Atsir [w. ], Wafyat al-A’yan, karya Ibn Khalikan [w. 681 H], Siyar al-A’lam an-Nubula’, karya ad-Dzahabi [w. 748 H], al-Ishabah fi Tamyiz as-Shahabah, karya Ibn Hajar [w. 852 H].
Keempat adalah kitab al-Futuh, yang berisi berbagai peristiwa pembebasan. Seperti kitab Futuh al-Buldan, karya al-Baladzuri [w. 279 H/892 M], Futuh as-Syam, karya al-Waqidi [w. 207 H/823 M], Futuh al-‘Iraq, karya al-Waqidi, Futuh al-Habasyah, karya Syihabuddin ‘Abdul Qadir [w. 940 H] dan lain-lain.
Kelima, kitab al-Ansab, yang mengulas nasab [garis keturunan] dan pertalian darah di kalangan bangsa Arab, serta asal usul mereka. Di antara yang paling terkenal adalah kitab Jumhuratu an-Nasab, karya al-Kalabi [204 H/819 M], Nasab Quraisy, karya Mus’ab bin az-Zubairi [w. 236 H/851 M], dan Jamharatu Ansab al-‘Arab, karya Ibn Hazm al-Andalusi [w. 456 H/1064 M].
Keenam, kitab Mahalliyyat, yaitu kitab yang ditulis untuk mengulas wilayah tertentu, dengan berbagai rinciannya. Seperti, kitab Wullat Mishra, karya al-Kindi [w. 355 H/851 M], Tarikh al-Baghdad, karya al-Khathib al-Baghdadi [w. ], Tarikh Dimasyqa, karya Ibn Asakir [w. ], al-Bayan al-Mughrib fi Akhbar al-Maghrib, karya Ibn Adzari [w. 695 H/1295 M], an-Nudzum al-Dhahirah fi Muluk Mishra wa al-Qahirah, karya al-Atabiki [w. 874 H].
Ketujuh, kitab-kitab Tawarikh ‘Ammah, yang mengulas sejarah secara umum. Seperti kitab Tarikh al-Umam wa al-Muluk, karya at-Thabari [w. 310 H], Muruj ad-Dzahab wa Mada’in al-Jauhar, karya al-Mas’udi [w. 34 H], al-Kamil fi at-Tarikh, karya Ibn al-Atsir, al-‘Ibar wa Diwan al-Mubtada’ wa al-Khabar fi Ayyam al-‘Arab wa al-‘Ajam wa al-Barbar wa Man ‘Ashahum Min Dzawi as-Sulthan al-Akbar, karya Ibn Khaldun [w. 1406 M].
Saking banyaknya bentuk karya sejarah yang ditulis para ulama’ kaum Muslim, jumlahnya pun ada yang menyebut sampai ribuan buku. Secara umum, kemudian dikategorikan oleh ad-Dzahabi menjadi 40 kategori. Meliputi Sirah, kisah para Nabi, kehidupan sahabat, Khalifah, para raja, para penguasa, wilayah, pembantu Khalifah, fuqaha’, ahli bacaan, penghapal hadits, ahli hadits, sejarawan, ahli nahwu, ahli sastra, ahli bahasa, sastrawan, ahli ibadah, ahli zuhud, ahli tasawuf, hakim, para Wali, pengajar, penasihat, orang-orang terpandang, ahli medis, filsafat, bahkan orang-orang bakhil pun ada.
Itulah warisam ulama’ kaum Muslim yang luar biasa di bidang sejarah, yang semuanya dihasilkan di era Khilafah Islam. [] HAR dari berbagai sumber