Maksiyat Kepada Allah Lebih Bahaya Ketimbang HIV/AIDS
Oleh: Noor Afeefa (Lajnah Tsaqofiyah MHTI)
Beberapa minggu sebelum Hari AIDS Seunia yang jatuh pada tanggal 1 Desember, sebuah perusahaan kondom meluncurkan kampanye kesadaran seks aman dengan merilis emoji resmi mereka. Direktur pemasaran di Durex USA menyatakan bahwa Emoji baru ini akan membuat kaum muda mengatasi rasa malu mereka terhadap obrolan seks aman, menggugah perbincangan, dan meningkatkan kewaspadaan pentingnya penggunaan kondom dalam perlindungan melawan penyakit seksual menular, termasuk HIV dan AIDS. (liputan6.com, 23 November 2015).
Sementara itu, laporan AIDS Global 2015 yang diluncurkan oleh Badan PBB untuk AIDS (UNAIDS) mengungkap ada tiga kota besar di Indonesia yang memiliki jumlah pengidap HIV tertinggi pada populasi lelaki suka lelaki (LSL) atau gay. Khusus pada populasi LSL atau gay, prevalensi HIV cukup tinggi di wilayah urban perkotaan di Indonesia, yaitu di Surabaya sebesar 22,1%, Bandung 21,3%, dan Jakarta 19,6% (Solopos.com,30 November 2015).
Penyakit HIV/AIDS memang menjadi bala terbesar bagi umat manusia. Namun, tak bisa dipungkiri, persoalan ini sesungguhnya terikat erat dengan pola kehidupan sekuler kapitalistik yang menjauhkan aturan agama dari kehidupan. Perilaku seks bebas menjadi penyebab utama penyakit mematikan ini. Meski menjadi jenis penyakit baru, musibah ini sesungguhnya merupakan ulangan atas bentuk kerusakan yang terjadi di muka bumi. Dan Allah SWT telah menyatakan hal ini lebih dari 14 abad silam.
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (TQS. Arruum [30] :41).
Saking beratnya persoalan ini, dunia pun menggagas hari AIDS sedunia. Harapannya, ada komitmen bersama seluruh negara untuk memerangi penyakit menular itu. Namun benarkah itu yang terjadi? Ternyata persoalan ini malah makin parah. Kampenye seks aman ternyata tidak mengurangi penyebaran penyakit ini. Alih-alih mencegah, kampanye ini malah menjadi bisnis para kapitalis (perusahaan kondom dan obat-obatan).
Meski kondom konon secara ilmiah bisa mencegah penularan penyakit seksual ini, namun faktanya secara global penyakit ini semakin mengkhawatirkan. Lantas apa gunanya seks aman?
Sungguh, orang-orang mukmin meyakini bahwa yang mendatangkan kesulitan itu adalah Allah SWT, Rabb yang Maha Mengatur. Allah menjanjikan kesulitan karena manusia berpaling dari peringatan-Nya.
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” (TQS. Thaha [20]:124).
Sungguh, ini adalah jawaban yang amat nyata bahwa persoalan HIV/AIDS adalah persoalan kemaksiyatan kepada Sang Khaliq. Itulah yang akan diterima manusia ketika mereka mengkampanyekan seks aman demi menekan penularan penyakit ini. Sebab, kampanye seperti ini tidak lain merupakan kampanye untuk membiarkan kemaksiyatan (seks bebas). Heteroseksualitas (seks aman antar jenis) maupun homoseksualitas adalah bentuk kemaksiyatan kepada Allah SWT. Inilah yang membuat manusia terus dirundung kegelisahan hanya oleh sebuah penyakit.
Padahal, manakah yang lebih menakutkan, murka Allah ataukah penyakit mematikan itu? Sungguh, maksiyat kepada Allah jauh lebih berbahaya ketimbang manusia ditimpa marabahaya seberat apapun. Karena hanya ridha Allah yang bisa membuat kesempitan itu hilang. Oleh karena itu, mari kita bersegera kembali ke jalan-Nya.
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (TQS. Ali Imran [3]:133)
Musibah ini seharusnya makin menyadarkan kita akan pentingnya negara Khilafah Islam yang menjaga semua pelaksanaan hukum Syariah. Sungguh, Khilafah akan menjadi benteng dari segala marabahaya. Semoga kita termasuk orang-orang yang memperjuangkannya dengan penuh keikhlasan dan tanpa kenal lelah. Terus bergerak! []