Kemenag Minta Ujian Fiqh di Banten Diulang, Paranoid Terhadap Khilafah ?

Instruksi Direktur Pendidikan dan Madrasah Ditjen Pendidikan Islam, untuk merevisi soal pelajaran Fiqh yang memuat tentang khilafah, menunjukkan sikap paranoid terhadap sistem Khilafah. Padahal kewajiban penegakan khilafah merupakan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari syariah Islam.  Para Imam Madzhabpun sepakat tentang kewajiban penegakan Khilafah ini.

Sebagaimana diberitakan portal http://www.kemenag.go.id (5/12), Direktur Pendidikan Madrasah Ditjen Pendidikan Islam M. Nurkholis Setiawan menegaskan bahwa pihaknya sudah menginstruksikan kepada Kanwil Kemenag Banten agar dilakukan proses revisi soal mata pelajaran Fiqh pada ujian akhir semester (UAS) Madrasah Aliyah. Lebih dari itu, proses ujian yang sudah berlangsung Kamis (03/12) lalu juga diminta agar diulang pelaksanaannya dengan soal baru yang sudah direvisi.

“Saya sudah menginstruksikan Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Banten untuk merevisi soal dan mengulang ujian tersebut untuk menghindari resistensi masyarakat yang berkelanjutan,” tegas M. Nurkholis Setiawan, Sabtu (05/12).

Daftar pertanyaan dan pilihan jawaban (multiple choice) mata pelajaran Fiqih pada UAS  yang disusun oleh Kelompok Kerja Madrasah Aliyah Negeri (KKMAN) Cilegon disoal karena dinilai mengandung pesan dan konsepsi khilafah yang anti NKRI dan Pancasila.

Pertanyaan dimaksud antara lain: secara etimologi kata “khilafah” berarti pengganti, sedangkan menurut istilah adalah… a. Struktur pemerintahan yang pelaksanaannya diatur berdasarkan UUD 1945; b. Struktur pemerintahan yang pelaksanaannya diatur berdasarkan syari’at Islam; c. Struktur pemerintahan yang pelaksanaannya diatur berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa; d. Struktur pemerintahan yang pelaksanaannya diatur berdasarkan kekuasaan pemerintah; e. Struktur pemerintahan yang pelaksanaannya diatur berdasarkan keadilan dan musyawarah.

Sikap M. Nurkholis Setiawan, juga patut dipertanyakan mengingat soal terkait Khilafah disusun berdasarkan silabus buku resmi Fiqh Madrasah Aliyah kelas XII yang justru diterbitkan Departemen Agama RI sendiri. Hal itu tampak dari  hasil  verifikasi yang dilakukan Kanwil Kemenag Banten, diketahui bahwa  soal disusun berdasarkan silabus Fiqh Kelas XII KTSP 2006 dan buku  FIQH MADRASAH ALIYAH Kelas XII, yg diterbitkan oleh Departemen Agama RI 1997/1998.

Tim MGMP Fiqh KKMAN 1 CILEGON selaku penyusun soal mengatakan bahwa proses penyusunan murni berdasarkan Silabus dan Referensi resmi dan tanpa bermaksud memasukkan pemahaman yang anti  Pancasila dan NKRI. Nurkholis sendiri mengakui Khilafah tidak bisa dilepaskan dari sejarah Islam. Namun menurutnya pembahasan khilafah tidak boleh diajarkan dalam kerangka memperhadapkannya dengan  Pancasila dan NKRI dalam konteks Indonesia.

Bukan Hanya Sekedar Sejarah

Sikap M Nurkhilis patut dipertanyakan, mengingat para ulama empat mazhab tidak melihat kewajiban Khilafah hanya sekedar sejarah. Para imam madzhab tidak pernah berselisih pendapat mengenai kewajiban mengangkat seorang imam/khalifah yang bertugas melakukan tugas ri’âyah suûn al-ummah(pengaturan urusan umat).

Imam al-Qurthubi, seorang ulama besar dari mazhab Maliki, ketika menjelaskan tafsir surah al-Baqarah ayat 30, menyatakan, “Ayat ini merupakan dalil paling asal mengenai kewajiban mengangkat seorang imam/khalifah yang wajib didengar dan ditaati, untuk menyatukan pendapat serta melaksanakan hukumhukum khalifah. Tidak ada perselisihan pendapat tentang kewajiban tersebut di kalangan umat Islam maupun di kalangan ulama, kecuali apa yang diriwayatkan dari Al-A’sham (Imam al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 1/264-265).

Al-’Allamah Abu Zakaria an-Nawawi, dari kalangan ulama mazhab Syafii, mengatakan, “Para imam mazhab telah bersepakat, bahwa kaum muslim wajib mengangkat seorang khalifah.” (Imam an-Nawawi, Syarh Shahîh muslim, XII/205).

Ulama lain dari mazhab Syafii, Imam al-Mawardi, juga menyatakan, “Menegakkan Imamah (Khilafah) di tengah-tengah umat merupakan kewajiban yang didasarkan pada Ijmak Sahabat. (Imam al-Mawardi, Al-Ahkâm as-Sulthâniyyah, hlm. 5).

Mengancam Negara ?

Khilafah Rosyidah ala Minhajin Nubuwah, perkara penting dalam Islam, yang  para Imam Madzhab sepakat atas kewajiban untuk menegakkannya , dituding sebagai mengancam negara, memecah belah bangsa. Pertanyaannya, bagaimana mungkin Khilafah Rosyidah yang diwajibkan oleh Allah dan Rosul-Nya kepada kaum muslim, dikatakan sebagai ancaman ?

Bagaimana mungkin, Khilafah Rosyidah, yang akan menerapkan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh) , syariah yang berasal dari Allah SWT dikatakan mengancam negeri ini ? Bagaimana mungkin seorang muslim yang mengaku beriman kepada Allah SWT, menolak hukum syariah Islam yang berasal dari Allah SWT ? Bahkan menganggapnya sebagai berbahaya dan mengerikan?

Bagaimana mungkin, Khilafah Rosyidah ala Minhajin Nubuwah, yang akan mempersatukan umat Islam bukan hanya di Indonesia,tapi juga di seluruh dunia dianggap sebagai mengancam persatuan? Bukankah persatuan yang didasarkan kepada aqidah Islam, merupakan persatuan yang paling mendasar dan hakiki ?

Kita harus mengingatkan, upaya monsterisasi Khilafah dan kriminalisasi terhadap para pejuangnya, sangat membahayakan Islam dan umatnya. Sekaligus ini bisa menyebabkan pelakunya jatuh pada jurang kehinaan di sisi Allah SWT kerena menganggap ajaran agamanya sendiri sebagai ancaman.

Penting pula kita sampaikan, upaya monsterisasi Khilafah dan kriminalisasi pejuang-pejuangnya, sesungguhnya bagian dari penyesatan politik. Upaya memalingkan umat dari ancaman yang sesungguhnya di tengah-tengah umat ini. Yaitu ancaman ideologi kapitalisme liberal yang diusung oleh Barat. Bukan sekedar potensi namun ancaman ini sudah berjalan.

Dengan ideology kapitalisme liberal yang dipaksakan atas negeri ini, Barat mecahbelah Indonesia. Dengan alasan HAM dan demokrasi, Timor-timur lepas dari Indonesia. Upaya yang sama sedang mereka lakukan terhadap Papua dan Aceh.

Dengan penerapan ekonomi liberal di Indonesia saat ini, kekayaan alam kita dirampok oleh negara-negara Barat. Meskipun Indonesia negeri yang kaya raya, namun rakyatnya hidup menderita. Semua ini dilegalkan dengan UU yang merupakan produk dari sistem politik liberal demokrasi. Lewat UU Migas, UU Kelistrikan, UU Penanaman Modal, negeri ini dirampok dan rakyat dikorbankan. Dan semua itu dilegalkan melalui sistem demokrasi.

Lihatlah bagaimana rakusnya perusahan perusahaan asing ini . Kontrak karya yang harusnya selesai 2021, lewat berbagai lobi dan tekanan politik mereka  minta untuk diperpanjang kembali oleh PT Freeport McMoran hingga 2041.  Padahal selama ini pemerintah hanya memiliki 10 persen saham .Tidak hanya itu, sudah 3 tahun dividen dengan total 4,5 trilyun tidak dibayar oleh perusahan rakus ini.

Terakhir penting kita perhatikan pernyataan al ‘alim Atho Abu Rasytha dalam masalah ini: “Atas izin Allah, cepat atau lambat, sekarang atau nanti, Khilafah pasti tegak kembali. Sehingga siapa saja yang menolong dan membantunya, maka ia termasuk di antara orang-orang yang dikaruniai nikmat oleh Allah. Sebaliknya siapa saja menghalanginya, maka sedikitpun tidak membahayakan (apa yang dijanjikan) Allah, justru ia akan ditimpa kehinaan di dunia dan azab yang pedih di akhirat. Semua (upaya untuk menghalanginya) itu, sedikitpun tidak akan menunda tegaknya dan kembalinya Khilafah … “Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”(TQS. Ath-Thalaq [65] : 3)”. (Farid Wadjdi)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*