oleh Dr Abdul Wahid
Pengeboman Suriah yang dilakukan Inggris tidak akan meringankan penderitaan rakyat Suriah maupun keamanan nasional Inggris, tulis Dr Abdul Wahid.
Perdana Menteri David Cameron telah bertekad mengebom Suriah, sebagian besar merupakan bentuk reaksi emosional terhadap serangan Paris awal bulan ini.
Ia berpendapat bahwa perkiraan “intelijen” dari Komite Intelijen Gabungan— organisasi yang memberikan pendapat yang begitu salah di Irak—mengusulkan dimobilisasikannya 70.000 pasukan darat “Tentara Pembebasan Suriah” (FSA)—koalisi yang seharusnya memerangi rezim Assad—yang didukung oleh serangan udara AS-Inggris-Perancis dan Rusia.
Dia tidak menawarkan solusi politik yang masuk akal setelah perang. Akan tetapi, mayoritas anggota parlemen tampak mendukungnya minggu depan ketika dilakukan pemungutan suara di Majelis Rendah.
Ada begitu banyak alasan terhadap keterlibatan militer Inggris di Suriah, yang harus dipertimbangkan masyarakat umum.
Berikut adalah beberapa pertanyaan yang perlu ditanyakan:
Apa yang seharusnya dicapai dengan melakukan pengeboman?
Pengeboman dikatakan bertujuan untuk melemahkan kemampuan militer ISIS. Sejauh ini, pengeboman yang dipimpin oleh AS dan Rusia belum difokuskan terhadap ISIS. Bahkan, cukup sering difokuskan terhadap kelompok-kelompok saingan ISIS—hal ini tidak hanya sering dilakukan oleh Rusia, tetapi juga oleh yang lainnya—yang menentang Bashar al Assad. Kelompok-kelompok itu telah diberi label sebagai “ekstrimis” karena sentimen Islam mereka.
Lebih dalam kurun satu tahun, jumlah warga sipil yang mati diperkirakan antara 682-2.057 orang akibat pengeboman yang dipimpin AS. ISIS tidak lebih lemah daripada sebelumnya. Jadi, tujuan ini perlu dipertanyakan. Apakah hanya ISIS yang ditargetkan, atau ada motif yang lebih luas?
Apa akar penyebab masalah di Suriah?
ISIS buruk, tapi Assad jauh lebih buruk. Diperkirakan 300.000 orang tewas, dan terdapat 4 juta pengungsi sebagai akibat langsung dari tindakan rezim Assad. Pertama melakukan pemenggalan, mutilasi, dan kekejaman—dan sejauh ini jumlah yang lebih besar—yang dilakukan oleh kelompok sekuler, sekutu kelompok Ba’athist yakni Washington, London, Paris dan Moskow, yang terus mendukungnya sementar jumlah korban terus meningkat menjadi enam digit.
ISIS telah memusuhi hampir setiap kelompok yang tulus berjuang melawan Assad; kebanyakan dari mereka adalah kaum Muslim yang taat—mereka memerangi kelompok-kelompok Islam lebih daripada memerangi rezim—tetapi kelompok-kelompok pejuang yang sama dan pihak oposisi Suriah melihat Assad sebagai ancaman yang lebih besar. Jadi, sulit untuk melihat bagaimana pengeboman terhadap ISIS akan dapat mengatasi kejahatan yang lebih besar—dan bisa dengan mudah dikatakan malah membantu rezim, terutama jika apa yang disebut FSA diharapkan mengarahkan kekuatannya di darat.
Akankah pengeboman itu mengurangi “ancaman ISIS” terhadap Inggris?
Dengan asumsi segala argumen tentang “ancaman ISIS” ke Inggris adalah benar— dan tidak dibesar-besarkan untuk membenarkan tekanan negara yang lebih besar untuk mendorong kebijakan kejam terhadap Muslim—sulit untuk melihat bagaimana respon militer adalah cara yang tepat untuk dapat menangani secara efektif apa yang merupakan ancaman bagi hukum dan ketertiban di Inggris.
Tindak pidana, bahkan dalam skala yang besar, biasanya tidak bisa diatasi oleh pengeboman udara. Bahkan jika Anda berpendapat ISIS adalah aktor semi-negara, perang asimetris tidak bergantung pada pengeboman udara. Dan mengingat penyerang di Paris disebut sebaagai alasan keterlibatan Perancis di Suriah—dan mengingat bahwa pejabat keamanan Inggris berpendapat ancaman keamanan terhadap Inggris meningkat setelah konflik Irak tahun 2003—tampaknya pengeboman Suriah adalah hal salah yang dilakukan, dengan membunuh lebih banyak warga sipil (yang pasti akan terjadi), dan membuat kekacauan besar di wilayah tersebut.
Apa akhir permainan ini?
Ketika Cameron berbicara tentang pasca konflik Suriah—dengan pemerintah yang berbasis luas, dengan unsur-unsur rezim serta anggotanya yang diterima kelompok-kelompok oposisi—dia bisa dituduh munafik.
Pada awal konflik, rakyat Suriah segera mengetahui siapa “masyarakat internasional” yang mendukung mereka—dan itu bukanlah Barat. Namun, mereka mampu melawan tiran—dan mereka bersyukur kepada Allah (Swt) untuk hal itu. Mereka memeluk identitas Islam karena mereka percaya kepada Allah (Swt) —dan karena mereka mulai mempertimbangkan skenario pasca-Assad.
Pemberontak Suriah
Berbagai konferensi selama bertahun-tahun telah dicoba untuk menemukan pihak oposisi yang bisa diterima dan menghormati Barat, yang mungkin diterima oleh rakyat Suriah—dan bahkan sampai hari ini hal itu belum terjadi.
ISIS telah menghambat dan tidak membantu oposisi melawan rezim Assad, sehingga menjadi adanya pertikaian antar kelompok.
Tapi usahanya sekarang tidak lebih dari alasan yang memungkinkan kekuatan eksternal untuk campur tangan untuk membentuk masa depan sesuai dengan kemauan mereka—gambaran yang tidak mengikutsertakan Islam, yang membentuk bagian integral dari keyakinan dan sejarah di kawasan itu.
Dalam jangka panjang, hal itu tidak akan berhasil. Sykes-Picot hampir satu abad yang lalu dan telah gagal untuk menstabilkan apa yang sebelumnya merupaakan wilayah yang stabil.
Dalam jangka pendek, akan ada lebih banyak kematian dan kesengsaraan bagi rakyat Suriah—dan lebih banyak uang pembayar pajak Inggris yang dihabiskan untuk tindakan neo-kolonial (riza).
Sumber:http://5pillarsuk.com/2015/11/28/britain-bombing-syria-will-not-help-the-suffering-of-syrians/