Laksana sebuah film, terjadi drama horor dalam berbagai bidang kehidupan sepanjang 2015 pemerintahan Jokowi-JK. “Drama horror berlangsung sepanjang 2015!” tegas peneliti Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Salamuddin Daeng dalam acara Halqah Islam dan Peradaban Edisi Refleksi Akhir Tahun 2015: Indonesia Makin Liberal dan Makin Terjajah, Rabu (16/12) di Gedong Juang 45, Jakarta Pusat.
Horor tersebut berupa kekacauan yang melanda negeri ini, mulai dari tragedi kemanusiaan, maraknya begal, kerusuhan, pembakaran tempat ibadah, kebakaran hutan, hingga krisis ekonomi. “Terakhir drama Papa Minta Saham mempertontonkan kepada publik suatu upaya manipulasi terhadap konstitusi dan UU yang dilakukan oleh elite penguasa pemerintahan dan parlemen,” bebernya.
Serangkaian kebijakan ekonomi yang dikeluarkan pemerintah, menurut Daeng, langsung menghantam ulu hati rakyat seperti kenaikan harga BBM, kenaikan tarif dasar listrik setiap bulan sekali, yang diikuti dengan kenaikan harga-harga kebutuhan dasar seperti pangan, ongkos transportasi, dll.
“Akibatnya inflasi sangat tinggi dan pada saat bersamaan daya beli masyarakat jatuh ke level paling rendah,” ungkapnya.
Kondisi ini berdampak pada industri yang berhadapan dengan biaya input yang tinggi, sementara produknya tidak mampu diserap oleh masyarakat. “Industri nasional banyak yang gulung tikar yang mengakibatkan ratusan ribu buruh mengalami PHK,” kata Daeng.
Di bidang hukum sangat berantakan terkiat tidak konsistennya pemerintah dalam menjalankan Undang-Undang. “Pemerintah melanggar Putusan MK Terkait UU 22 tahun 2001 tentang Migas yang melarang harga BBM diserahkan kepada mekanisme pasar. Pemerintah juga melanggar UU Minerba terkait dengan perpanjangan ijin ekspor bahan mentah hasil tambang,” ujar Daeng menyebut beberapa contoh.
Di bidang ekonomi, berdasarkan penelitian Daeng, Indonesia berhadapan dengan situasi membahayakan terkait merosotnya nilai tukar dan tergerusnya cadangan devisa yang sudah sampai pada tingkat membahayakan. “Negara dan perusahaan perusahaan nasional berada dalam ancama tidak bisa bayar utang!” simpulnya.
Tim ekonomi Jokowi dinilai Daeng tidak kompeten terkait dengan seluruh kesalahan serius dalam asumsi APBNP 2015 dan RAPBN 2016 yang membuat jatuh kredibilitas pemerintahan di mata rakyat dan internasional. “APBN dinilai oleh pelaku ekonomi sangat ambisius dan tidak mungkin terealisasi,” katanya.
Selanjutnya pemerintah membuat polemik lagi soal perpanjangan kontrak Freeport. “Seharusnya kontraknya harus diakhiri atas dasar Freeport melangar UU Minerba. Meskipun pemerintah memperpanjang, hal tersebut hanya boleh dilakukan pada 2019 mendatang,” pungkasnya.
Dalam acara yang yang dihadiri ratusan peserta tersebut mengundang pula pembicara lainnya yakni mantan Panglima TNI Djoko Santoso; Koordinator Gerakan Indonesia Bangkit (GIB) Adhie M Massardi; Ketua Lajnah Siyasiyah DPP HTI Yahya Abdurrahman dan Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto.[] Joko Prasetyo