Opini Pembanding Terkait Khilafah

KhilafahOleh: Fajar Kurniawan, Ketua DPD Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Jawa Timur

 

Berita Jawa Pos (23/12) halaman 16 mengangkat judul ‘Polri Cegah ISIS Bikin Khilafah di Indonesia’ menarik untuk dibaca dan direspon karena beberapa hal, antara lain bahwa isu Khilafah sendiri sudah mendunia, baik dengan kesan positif maupun kesan negatif.

Sebagai hak jawab yang dijamin UU Pers, maka penulis memandang perlu untuk merespon tulisan tersebut dalam bentuk tulisan opini pembanding terkait khilafah, supaya lebih berimbang dan berkeadilan untuk lebih memberikan pencerahan kepada khalayak. Supaya arus informasi tidak asimetrik, tidak hanya satu pihak yang beropini sehingga seolah menjadi satu-satunya kebenaran.

Berita tersebut konteksnya memang terkait ISIS, tetapi jika dilihat dampak kesan dan opini yang ditimbulkan, orang yang membaca dapat memiliki kesan bahwa pendirian khilafah adalah sebuah kejahatan. Paling tidak ada dua frasa kalimat di paragaraf 1 dan 3 yang menyebut pendirian khilafah sebagai “rencana jahat”. Lebih jauh dari itu, Hizbut Tahrir yang sejak puluhan tahun sebelumnya telah dikenal sebagai kelompok yang memiliki brand pengusung ide khilafah, dapat terkena dampak pemberitaan tersebut. Sehingga terkesan ada upaya sistematis untuk mengaitkan Hizbut Tahrir dengan ISIS, melalui jembatan kata khilafah.

Seharusnya, adanya kesamaan istilah tidak menjadikan kita mudah mengeneralisasi makna istilah tersebut. Jika ada kesamaan tujuan tapi berbeda jalan atau cara untuk menempuh tujuan tersebut, maka tidak arif jika menyimpulkan keduanya pasti sama. ISIS meng-klaim telah menegakkan khilafah. Sementara di satu sisi, Hizbut Tahrir sejak tahun 1953 sudah mendakwahkan tentang urgensi khilafah bagi kaum muslimin. Jangan sampai terjadi ketika orang menyebut khilafah, langsung dijustifikasi sebagai bagian dari ISIS. Yang pada akhirnya kesan yang muncul ketika mendengar istilah khilafah adalah sebuah perasaan takut atau ngeri, bukan sebuah kerinduan atau kemuliaan.

Khilafah merupakan ajaran Islam, menjadi mahkota kewajiban (tajul furudl), berita gembira (bisyaroh) Rasulullah saw serta janji Allah SWT (wa’dullah). Esensi khilafah adalah persaudaraan (ukhuwwah), syariah kaffah dan dakwah ke seluruh alam. Imam 4 madzhab semuanya sepakat bahwa adanya khilafah adalah sebuah kewajiban, tidak ada perbedaan (ikhtilaf) sama sekali. Lalu datanglah ISIS. ISIS-lah yang telah menodai dan bahkan membajak khilafah, yang kemudian dimanfaatkan secara masif oleh negara kapitalis sekuler untuk menghegemoni dunia sesuai kepentingan politis mereka untuk terus menyudutkan dan memarjinalkan Islam dan kaum muslimin. War on terrorisme yang telah digulirkan sejak tragedi WTC 911 yang sudah meredup seolah kembali mendapatkan injeksi semangat, untuk memerangi kaum muslimin atas nama perang melawan terorisme.

Hizbut Tahrir yang terdampak berita tersebut, berulangkali menegaskan bahwa tidak ada kaitannya sama sekali antara Hizbut Tahrir dengan ISIS. Baik secara historis, struktural maupun networking. Orang yang ditokohkan dalam ISIS tidak dikenal oleh tokoh-tokoh pergerakan di Timur Tengah. Ketika ISIS mendeklarasikan berdirinya “khilafah ala ISIS”, pada hari ketiganya Hizbut Tahrir sudah menolak deklarasi tersebut karena tidak memenuhi ketentuan syar’iy. Beberapa saat kemudian, bahkan aktivis Hizbut Tahrir juga dieksekusi dibunuh. Masihkah ada yang mau mengaitkannya? Kecuali ada niat tersembunyi untuk mengkriminalisasi Hizbut Tahrir dan ide khilafah.

Secara empirik, telah terlihat secara gamblang bahwa sangatlah jauh berbeda antara metode, strategi, dan atribut yang dibawa ISIS dengan Hizbut Tahrir. Aparat keamanan, para ulama dan berbagai elemen masyarakat sudah mengkonfirmasikan hal tersebut.

Salah satu perbedaan mendasar yang membedakan Hizbut Tahrir dengan lainnya – termasuk ISIS – adalah metode perjuangannya. Dakwah yang diemban oleh Hisbut Tahrir adalah dakwah yang merubah pemikiran/mindset (fikriyah) yang mendasar dan menyeluruh, dakwah mencerahkan dan membangkitkan umat menuju perubahan politik (siyasi), dakwah yang tanpa kekerasan (‘adamul unwiyah, non violence). Dan semuanya dijalankan secara teguh dan istiqomah oleh seluruh aktivis Hizbut Tahrir di seluruh penjuru dunia. Jika ada yang menyalahi metode tersebut, maka dia sendiri sudah mengeluarkan dirinya dari Hizbut Tahrir.

Islam rahmatan lil ‘alamin baru dapat bermakna jika Islam sudah diterapkan secara riel di tengah kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ketika Islam diterapkan sama sekali tidak menggusur agama atau keyakinan lain, tidak mendiskriminasi orang berbeda agama. Tidak ada paksaan dalam agama, tidak boleh memaksa orang lain memeluk Islam. Non muslim tetap diperbolehkan beribadah, berpakaian dan makan-minum sesuai dengan keyakinannya. Begitulah praktek kehidupan bernegara dalam Daulah Khilafah yang diteladankan Khulafaur Rasyidun yang seharusnya diejawantahkan. Bukan berkarakterkan fasis, berdarah-darah dan penuh horor.

Sehingga khilafah yang lurus/rasyidah itulah fokus kita, bukan citra buruk khilafah yang ditampilkan oleh ISIS. Ada pengakuan menarik dari KH. Said Aqil Sirodj ketika menyampaikan paparan pada tasyakuran Hari Santri Nasional di Empire Palace Surabaya (16/11), bahwa seorang tentara ISIS yang ditangkap ternyata berpangkat Letnan Kolonel dari Mossad. Selain itu banyak lagi teori konspirasi yang beredar. Wallahu a’lam.

Dalam konteks Indonesia, Islam adalah agama yang dipeluk mayoritas, sebagai perekat berpuluh-puluh suku bangsa, dan telah menjadi pengayom seluruh agama. Islam juga memiliki akar historis yang kuat sejak zaman Walisongo, rohimahumullah. Lalu dari mana juntrungnya, Islam dianggap sebagai ancaman? Padahal yang menjadikan Indonesia tidak adil makmur sejak merdeka sampai sekarang, bukan Islam. Justru sosialisme Orde Lama, kapitalisme Orde Baru sampai liberalisme Orde Reformasi tidak dianggap sebagai ancaman padahal sudah terbukti merusak tatanan kehidupan bermasyarakat bernegara. Belum lagi neo-imperialisme yang diperankan korporasi trans-nasional yang mengintervensi berbagai dimensi kehidupan masyarakat, demi ambisi penguasaan sumber daya alam Indonesia yang berlimpah. Satu contoh Freeport, mengapa sedikit sekali orang yang berpendapat untuk mengambil alih dan mengelola milik kita sendiri , bukan sekedar memperpanjang kontrak karya.

Akhirnya, marilah kita mendidik masyarakat tidak dengan propaganda doktriner dengan mengatakan upaya penegakkan khilafah sebagai sebuah kejahatan, hanya berdasarkan praktek sekelompok yang tidak bisa dikonfirmasi secara jelas. Tetapi dengan landasan dalil, argumentasi, fakta dan sumber yang terpercaya, umat dapat memahami berbagai persoalan dengan jernih. Hizbut Tahrir yang telah terdaftar di Kemenkumham, dengan kantor humas di berbagai kota serta aktivisnya dapat dikonfirmasi kapan saja secara dialogis-terbuka, dapat menjadi salah satu sumber yang kompeten dalam memberikan informasi mengenai ide khilafah sebagaimana perjuangan yang telah dilakukannya selama ini. Bagaimana pendapat Anda?[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*