Perayaan Tahun Baru Masehi, Ajang Maksiat dan Syiar Kekufuran

gambar-dp-bbm-selamat-tahun-baru-5Oleh: Lajnah Tsaqofiyah DPP MHTI

Setiap tahun,  dunia di penuhi dengan hingar-bingar perayaan tahun baru masehi. Tak terkecuali di negeri ini, negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia.  Gegap gempita  perayaan dipenuhi dengan pesta pora diringi sorak sorai  suara terompet dan teriakan  ditengah malam. Dan yang tak pernah ketinggalan, yaitu pesta kembang api . Entah berapa rupiah sudah yang melayang untuk membeli kembang kembang api yang kemudian akan habis begitu saja dibakar.

Jiwa jiwa yang haus hiburan, tua maupun muda,  laki laki juga wanita, bahkan anak  anak kecil hingga bayi yang masih digendong ibu bapaknya,  semua tumpah ruah di jalanan, lapangan, mall, hotel, cafe, dan juga tempat tempat wisata. Masyarakat pun larut dalam euforia semalam.

Malam Tahun Baru, Puncak Hedonisme

Masyarakat negeri ini, sekalipun mayoritas adalah muslim. Tapi keseharian mereka, banyak yang tak menjalankan aturan Islam. Sistem yang diterapkan pun juga bukan sistem Islam, melainkan sistem Kapitalisme yang menjadikan sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan) sebagai keyakinan mereka. Dan perayaan Tahun Baru, adalah salah satu buktinya.

Acara rutin pergantian tahun masehi ini telah menjadi puncak hedonisme (hura-hura) yang menjadi salah satu ciri khas masyarakat Kapitalis yang sekuler. Hura hura di perayaan tahun baru,  sulit sekali dibendung. Selain karena masyarakat butuh saluran pelampiasan akibat kondisi perekonomian yang kian berat, juga karena mereka sudah terjangkiti dengan sikap permissif yaitu sikap serba boleh.

Sikap seperti inilah yang menjadi penyebab banyaknya kemaksiatan.  Salah satu indikasinya,  adalah naiknya penjualan minuman keras. Kita bisa saksikan di berbagai berita di media cetak, on line maupun elektronik, bagaimana sibuk nya polisi merazia minuman keras ini dari berbagai warung dan toko. Tapi sepertinya pak polisi harus bekerja lebih keras lagi karena menghentikan  peredaran minuman keras ini tak akan cukup hanya dengan razia(dari berbagai sumber ).

Tak hanya minuman keras, perzinaan pun merajalela di malam tahun baru.  Tak sedikit hotel dan cafe menawarkan tarian erotis. Kondom pun laris manis. Menjelang pergantian tahun,  mulai dari sore hari,  banyak kalangan ABG (anak baru gede) membanjiri mini market dan apotek guna mencari kondom dan minuman keras (Hidayatullah.com, 3 jan 2014).

Sebenarnya sebagian  ulama sudah menghimbau agar perayaan ini tak digelar, tapi himbauann ulama ini tidaklah maksimal karena tidak seimbang dengan sosialiasi ide-ide sekuler dan hedonisme. Media massa, utamanya televisi terlihat gencar mem-blow up acara hura-hura di malam tahun baru.

Ada kepentingan politik dan ekonomi yang bermain  dalam perayaan tahun baru, sehingga pemerintah enggan membuat aturan hukum yang melarang hura-hura di malam ini. Kepentingan ekonomi, adalah bagi kelompok Kapitalis yang akan  meraup keuntungan luar biasa.  Kepentingan bisnis yang mendorong masyarakat untuk membelanjakan uangnya sebanyak-banyaknya.  Adapun kepentingan politik, yaitu membudayakan budaya hedonis dan sekuler untuk menjauhkan masyarakat dari ajaran agama . Dan selanjutnya, diharapkan ketika masyarakat sudah semakin sekuler maka mereka  tak peduli lagi dengan syariat Islam. Mereka tak merasa butuh akan hukum Allah, inilah yang akan melanggengkan keberadaan sistem kapitalisme.

Tahun Baru Dan Syiar Kekufuran

Demikianlah kondisi kaum muslimin di negeri ini. Di negeri negeri mulim lainnya pun tak jauh beda. Selain menjadi ajang maksiat, perayaan tahun baru hakikatnya adalah syiar kekufuran. Tak banyak yang tahu bahwa perayaan seperti ini adalah budaya jahiliyyah. Ia adalah ritual tahunan yang lahir dari masyarakat non Islami. Yaitu masyarakat jahiliyyah yang jauh dari hidayah dan menyimpang dari fitrah dan ajaran Islam yang murni.

Kalau kita runut  dari berbagai sumber, munculnya tradisi  perayaan tahun baru masehi muncul dari peradaban romawi yang notabenenya beraqidah paganisme (penyembah ber-hala) dan Zoroastirianisme (penyembah dewa). Kemu-dian setelah Kristen menjadi agama resmi di kekaisaran Romawi kuno (312 M)  mereka jadikan tahun 1 Masehi sebagai tahun kelahiran tuhan mereka, Yesus Kristus. Dan kemudian budaya ini menyebar. Dalam kebudayaan Barat yang mayoritas nasrani, malam tahun baru dirayakan dengan pesta-pesta dan acara berkumpul bersama kerabat, teman, atau keluarga menanti saat pergantian tahun. Di sejumlah kota besar di dunia, malam tahun baru dirayakan dengan pesta bersama di lapangan terbuka untuk menanti detik-detik pergantian tahun (wikipedia).

Nasrani menggunakan lonceng untuk memanggil jamaahnya ketika beribadah. Yahudi menggunakan terompet untuk memanggil jamahnya ketika beribadah. Dan Majusi menggunakan api untuk memanggil jamaahnya beribadah. Dan pada malam tahun Baru tepat pkl 24.00,  ke tiga hal tersebut dilakukan dengan dibunyikannya lonceng di gereja, terompet di berbagai keramaian juga dinyalakannya kembang api. Dan kaum muslimin pun ikut larut di dalamnya.  Maka benarlah apa yang disabdakan Rasulullah ribuan tahun yang lalu

Dari Abu Sa’id Al Khudri ra, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda,

Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?” (HR. Muslim no. 2669).

Imam Nawawi ketika menjelaskan hadits di atas menjelaskan, “Yang dimaksud dengan syibr (sejengkal) dan dziroo’ (hasta) serta lubang dhob (lubang hewan tanah yang penuh lika-liku), adalah permisalan bahwa tingkah laku kaum muslimin sangat mirip sekali dengan tingkah Yahudi dan Nashrani. Yaitu kaum muslimin mencocoki mereka dalam kemaksiatan dan berbagai penyimpangan, bukan dalam hal-hal kekafiran mereka yang diikuti. Perkataan beliau ini adalah suatu mukjizat bagi beliau karena apa yang beliau katakan telah terjadi saat-saat ini.”  (Syarh Muslim, 16: 219)

Islam Melarang Tasyabbuh (Menyerupai) Orang Kafir

Secara umum kita dilarang menyerupai kaum kafir dalam hal yang menjadi kekhususan mereka. Penyerupaan ini dikenal dengan istilah tasyabbuh.

Nabi saw bersabda,

Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Abu Dawud, Ahmad dan dishahihkan Ibnu Hibban. Ibnu Taimiyah menyebutkannya dalam kitabnya Al-Iqtidha’ dan Fatawanya. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 2831 dan 6149)

Syaikhul Islam berkata, “Hadits ini –yang paling ringan- menuntut pengharaman tasyabbuh (menyerupai) mereka, walaupun zahirnya mengafirkan orang yang menyerupai mereka seperti dalam firman Allah Ta’ala, “Siapa di antara kamu yang berloyal kepada mereka, maka sungguh ia bagian dari mereka.” (QS. Al-Maidah: 51).” (Al-Iqtidha’: 1/237)

Imam al-Shan’ani berkata, “Apabila menyerupai orang kafir dalam berpakaian dan meyakini supaya seperti mereka dengan pakaian tersebut, ia telah kafir. Jika tidak meyakini (seperti itu), terjadi khilaf di antara fuqaha’ di dalamnya: Di antara mereka ada yang berkata menjadi kafir, sesuai dengan zahir hadits; Dan di antara yang lain mereka berkata, tidak kafir tapi harus diberi sanksi peringatan.” (Lihat: Subulus salam tentang syarah hadits tesebut).

Karena sangat urgennya masalah ini, yaitu agar seorang muslim berbeda dengan orang kafir, Allah memerintahkan kaum muslimin agar berdoa kepada-Nya minimal 17 kali dalam sehari semalam agar menjauhkan dari jalan hidup orang kafir dan menunjukinya kepada jalan lurus.

Tunjukilah kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS. Al-Fatihah: 6-7)

Syiar Kekufuran Ini Harus Diakhiri

Apa yang di kabarkan beliau Nabi Saw tentang keberadaan kaum muslimin yang  mengikuti kaum kafir, sungguh benar dan telah terjadi. Perayaan tahun baru adalah  syiar kekufuran dan sekaligus bukti konkret dari pengekoran umat ini pada budaya kaum kufar Yahudi, Nasrani bahkan Majusi. Sangat tidak pantas bagi kaum Muslimin mengikuti budaya mereka. Maka jelaslah bahwa hukum merayakan Tahun Baru  bagi muslim adalah haram.  Merayakannya sama saja mengikuti  kekufuran.

Lalu, bagaimana solusinya?

Solusi yang tepat adalah dengan menyembuhkan masyarakat dari berbagai virus budaya jahiliyah. Falsafah hidup sekulerisme harus dicampakkan. Sekulerisme telah menjadikan umat Islam memisahkan agama dari kehidupan. Mereka menjalankan syariat Islam  hanya pada wilayah yang sangat sempit. Yaitu ketika melakukan  ibadah ritual seperti sholat, puasa, haji dsbnya,ataupun ketika melaksanakan  sebagian kecil hukum syara dalam masalah akhlak, waris dan nikah. Sedangkan untuk aspek kehidupan lain seperti ekonomi, sosial, politik, dan yang lainnya, mereka tak mau tunduk dengan ajaran Islam. Termasuk dalam merayakan tahun baru ini.

Dan tentu saja perayaan macam ini wajib ditutup bagi umat Islam karena status hukumnya yang sudah sangat  jelas yaitu  haram. Harus ada  keseriusan  upaya peningkatan iman masyarakat. Dan tentu itu akan optimal bila diikhtiarkan secara sistemik. Selanjutnya,  haruslah hukum-hukum Islam diterapkan secara kaaffah (totalitas)untuk mengatur seluruh aspek kehidupan sebagai perintah Allah SWT dalam al quran (lihat QS al Baqarah 208)

Pelaksanaan Islam secara kaaffah (totalitas) mengharuskan adanya sebuah institusi yang menerapkannya. Itulah Daulah Khilafah Islamiyyah ‘ala minhaaji nubuwwah. Daulah Khilafah yang akan menjaga akidah umat, melindungi umat dari berbagai budaya jahiliyah termasuk perayaan tahun baru masehi. Daulah Khilafah yang akan melarang penyelenggaraan semua acaranya, merazia semua pelaku maksiatnya, dan akan memberikan sanksi yang tegas sesuai dengan syariat Islam.

Otomatis tak akan ada lagi muslim yang melakukan tasyabuh ‘alal kuffar (menyerupai kaum kafir). Tak akan  ada tempat bagi pelaku perzinaan, tarian erotis,  peminum minuman keras maupun berbagai tindak maksiat lainnya. Sejarah penerapan syariat Islam sepanjang masa kekhilafahan selama 13 abad menunjukkan bahwa ketika syariat Islam diterapkan maka hanya tercatat 16 kali kasus kriminal. Ini bukan hanya andil orangnya tapi juga karena sistemnya telah membuat orang berpikir berulang kali untuk melakukan sebuah maksiat.. Lalu apa lagi yang kita tunggu?

Akankah kita biarkan kejahiyahan dan kemaksiatan  ini berlangsung terus menerus? Tentu tidak.  Sekaranglah saatnya kita untuk berubah. Berdiam diri terhadap kekufuran dan kemaksiatan adalah sebuah kehinaan. Dan melakukan perubahan adalah jalan kemuliaan. Mari kita perjuangkan bersama. []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*