Surat kabar Prancis menyoroti penderitaan dan kondisi keras yang tengah dihadapi oleh kaum Muslim Uighur di Cina, dimana pemerintah Cina menganggap mereka “teroris”, yang diikuti dengan aksi-aksi pembunuhan, kekerasan dan penyiksaan.
Surat kabar Prancis “Le Monde” menerbitkan laporan tentang pembungkaman media yang dilakukan oleh pemerintah Cina terkait apa yang terjadi di daerah kaum Muslim Uighur, menyusul serangan yang terjadi pada 18 September 2015, di tambang Aksu, provinsi Xinjiang, Cina. Ketika sekelompok orang yang tak dikenal menyerang para pekerja tambang dan aparat polisi yang ada di tempat, hingga menewaskan 16 orang.
Surat kabar itu mengatakan bahwa pemerintah Cina menganggap setiap peristiwa yang terjadi di daerah Xinjiang adalah aksi terorisme, karena wilayah tersebut dihuni oleh minoritas kaum Muslim Uighur. Oleh karena itu, pemerintah Cina memberi dirinya hak untuk melakukan kekerasan dan penyiksaan terhadap setiap tersangka. Semua inilah yang semakin membuat tegang hubungan antara minoritas Muslim dengan pemerintah Cina.
Surat kabar “Le Monde” melakukan dialog dengan Dolkan Issa, juru bicara Dewan Uighur Dunia, yaitu sebuah organisasi politik yang menyatukan kaum Muslim Uighur migran untuk membela kasus-kasus mereka.
Dolkan mengatakan: “Pemerintah Cina melakukan penindasan terhadap kaum Muslim wilayah Xinjiang, pada bulan Juli 2014, menyusul genosida yang dilakukan oleh Beijing terhadap penduduk Turkistan Timur di Yarkand. Semua media diam terkait kejahatan ini, dan setelah 48 jam, baru media berbicara. Seminggu kemudian dinyatakan sejumlah korban tewas adalah kaum Muslim Yarkand.”
Sementara itu media pemerintah menyatakan 28 “teroris” tewas di tangan polisi Cina setelah operasi tambang Aksu. Dolkan mengatakan bahwa pemerintah tidak memberikan rincian dari serangan itu, padahal “Radio Free Asia” mengakatakan bahwa korban tewas termasuk perempuan dan anak-anak, juga pemerintah tidak ingin berbicara tentang korban sipil, bahkan menyembunyikan kejahatannya, agar tidak kehilangan dukungan rakyat dan internasional terhadap politik keamanannya, katanya.
Juru bicara Dewan Uighur Dunia itu mengatakan bahwa pemerintah Cina malah menyatakan bahwa para korban tewas adalah para teroris yang sedang melakukan aksi kekerasan, yang semuanya membawa senjata tajam. Padahal yang benar, mereka sedang melakukan aksi damai memprotes penangkapan sewenang-wenang dan tidak adil terhadap kaum Muslim Uighur.
Ia menambahkan bahwa pemerintah selalu memperlakukan kaum Muslim dengan cara kekerasan dan pembunuhan. Dan kepada media, pemerintah selalu menyebut mereka dengan sebutan para teroris dan ekstrimis, terutama karena tidak ada media alternatif selain media pemerintah. Inilah yang membuat semua berjalan sesuai skenario yang diagendakan, sehingga para penyerang menjadi tidak bersalah, sementara para korban menjadi para pelaku kejahatan.
Dolkan mengatakan ini tidak berarti bahwa orang Uighur sepenuhnya tidak bersalah, harus mengutuk kekerasan yang dilakukan oleh beberapa dari komunitas ini, namun ini tidak memberikan pemerintah hak untuk mengeksploitasi itu sebagai dalih untuk menghabisi semua orang Uighur. Bahkan Beijing telah membuat undang-undang baru atas nama memerangi terorisme, tetapi tujuan sebenarnya sebagai pembuka jalan untuk menghabisi kaum Muslim Uighur.
Sedang alasan serangan yang dilakukan oleh beberapa orang Uighur di tambang, Dolkan mengatakan bahwa “ini bukan pembenaran atas apa yang terjadi, namun dengan memperhatikan kebijakan ekonomi Cina terhadap kaum Muslim Uighur selama puluhan tahun, dapat membantu untuk memahami respon kekerasan ini.”
Dolkan menambahkan: “Cina telah melanggar hak asasi manusia selama bertahun-tahun dalam memperlakukan bangsa Uighur, di mana ratusan telah dieksekusi di luar kerangka hukum, dan beberapa lainnya dieksekusi melalui operasi rahasia oleh pasukan keamanan Cina.”
Terakhir, Dolkan mengatakan bahwa “kebijakan represif Cina terhadap bangsa Uighur khususnya, melalui pencabutan hak untuk menyampaikan pendapat mereka secara damai, memiliki konsekuensi bencana, terutama aksi kekerasan yang akan dilakukan oleh beberapa orang Uighur.” (islammemo.cc, 30/12/2015).