Kelabu Dua Tahun JKN
HTI Press. Jakarta. Dua tahun sudah program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berjalan. JKN adalah realisasi dari agenda global Universal Health Coverage (UHC) cakupan pelayanan kesehatan semesta. Dari namanya seolah program ini akan memberi jaminan yang mencakup semua kebutuhan layanan kesehatan dan menjangkau semua lapisan masyarakat yang membutuhkan. Dalam praktiknya, banyak persoalan serius membelit masyarakat. Diantaranya, puluhan juta jiwa dibebani premi wajib terutama pekerja penerima upah; beban finansial ganda (premi wajib tiap bulan dan saat sakit harus membayar lagi); sakit bertambah parah bahkan nyawa tidak tertolong; dan dipulangkan sebelum sembuh. Sementara itu angka kesakitan berbagai macam penyakit tetap mengkhawatirkan. Dokter pun dibebani kerja diluar kapasitas, gaji yang tidak memadai, hingga idealisme dokter yang tersandera. Keadaan ini jauh dari apa yang sudah dijanjikan pemerintah pada awal diluncurkannya JKN.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Bogor pada 31 Desember 2013 berpidato saat meresmikan program JKN menyatakan, “saya tidak mau lagi dengar rakyat ditolak di rumah sakit dan tidak bisa berobat karena tak ada biaya. Saya juga tak mau mendengar lagi bahwa kesehatan rakyat tak terlindungi”. Nyatanya antara janji dan kenyataan program JKN, masih jauh panggang dari api.
Bertempat di di kantor pusat Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, Crown Palace Tebet – Jakarta, Sabtu (09/01/2016) Dewan Pimpinan Pusat Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia menyelenggarakan Diskusi Politik dengan tema “Menagih Janji 2 tahun JKN”. Acara ini dihadiri oleh praktisi kesehatan, aktifis dan tokoh berbagai kalangan. Sebagai narasumber hadir Dr. Rini Sjafrie sebagai Ketua Lajnah Mashlahiyah DPP MHTI, dr Arum Harjanti mewakili Lajnah Siyasi DPP MHTI, dan pembacaan pernyataan sikap oleh Iffah Ainur Rochmah Juru Bicara MHTI.
Muslimah HTI menyoroti kelabunya pelayanan kesehatan yang merupakan persoalan serius dan harus segera diselesaikan. Bila banyak pihak menganggap problematika menyangkut implementasi JKN – BPJS hanyalah persoalan teknis karena program yang masih baru, MHTI menilai program ini mengandung kesalahan mendasar dan ideologis.
JKN bukanlah jaminan pemerintah terhadap rakyat karena sesungguhnya rakyat menjamin dirinya sendiri sedangkan pemerintah berperan hanya sebagai regulator. Konsep-konsep yang dijalankan bahwa semakin banyak peserta semakin murah preminya juga makin menegaskan bahwa kesehatan masyarakat dilayani dengan paradigma ekonomi kapitalis. Konsep UHC yang telah diterapkan puluhan tahun di Eropa dan berbagai negara dan tak mampu menghadirkan layanan kesehatan yang berkualitas, mencakup semua kalangan dan tanpa diskriminasi. Ini seharusnya menyadarkan semua pihak bahwa mengadopsinya dalam program JKN hanya makin menjauhkan terwujudnya layanan kesehatan sebagaimana diimpikan seluruh masyarakat.
Sebagai solusi, MHTI menawarkan Islam yang terbukti memiliki konsep paripurna dalam seluruh aspek kehidupan tak terkecuali dalam pengelolaan kesehatan. Prinsip sahih syariat Islam telah menggariskan bahwa pemerintah harus mengambil tanggung jawab penuh dalam menjamin hak publik atas layanan kesehatan. Jaminan kesehatan yang berkualitas lagi gratis diberikan bukan hanya kepada rakyat miskin namun merupakan hak semua warga Negara. Bahkan non muslim pun bisa menikmatinya. Gambaran ideal ini sudah terwujud dalam sejarah penerapan Islam sepanjang 13 abad. Negara juga berkewajiban melindungi rakyat dari konsep apapun yang menempatkan pelayanan kesehatan kedalam kancah komersialisasi ala penjajah. Negara penerap syariat yang mampu melakukan ini semua adalah Khilafah Islamiyyah. []