Komisioner Komisi Kepolisian Nasional Logan Siagian menilai Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme belum mendesak untuk direvisi. Menurutnya, aturan yang sudah ada tersebut masih layak untuk diterapkan.
“Masalahnya belum ada yang signifikan,” kata Logan di Jakarta.
Ia menilai tidak ada urgensi revisi UU Terorisme, sebab saat ini pun kebijakan mengenai penanganan terorisme banyak diterbitkan.
“Belum (dibutuhkan revisi). Dari Kompolnas belum ada ide untuk memperbaiki undang-undang soal teroris,” kata Logan.
Revisi UU merupakan tugas DPR. Komisi Hukum DPR, kata Logan, nantinya akan mengundang Kepala Polri Jenderal Pol Badrodin Haiti jika peristiwa serangan teror di Thamrin Jakarta mendesak untuk disikapi yang berujung pada revisi UU.
“Itu tugas DPR merumuskan undang-undang. Saya kira soal perundang-undangan tentang penanganan teroris sudah banyak sekali,” katanya.
Sebelumnya, Badrodin berpendapat bahwa pemerintah perlu merevisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Revisi tersebut guna memberi ruang kepada aparat penegak hukum dalam mengantisipasi tindakan terorisme.
Badrodin berharap, pihaknya dapat melakukan proses hukum terhadap siapa saja yang berpotensi melakukan aksi terorisme.
Sementara itu Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, terkait serangan teroris itu pemerintah akan mempertimbangkan wacana penambahan kewenangan penangkapan dan penahanan bagi Badan Intelijen Negara.
Saat ini, menurut Luhut, pemerintah sedang mengkaji kemungkinan revisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Ketentuan pidana umum yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjadi salah satu bahan perbandingan. (cnnindonesia.com,19/1/2016)