Seteru Abadi Kapitalisme dan Islam

gusti orrinOleh Gusti Orrin (Pengurus DPD I HTI Kalsel)

Clash of civilization (benturan peradaban) nampaknya akan menjadi kenyataan dan kemestian.  Apalagi bagi sebuah ideologi yang menjadikan imperialisme/penjajahan (istimar) sebagai metode (thariqah) penyebarluasan dan menancapkan hegemoninya seperti Kapitalisme.

Pasca runtuhnya Sosialisme-Komunisme praktis Kapitalisme tidak memiliki lawan politik yang seimbang.  Karena tidak adanya ideologi lain yang diemban oleh negara.  Sementara, Islam sebagai ideologi bukan agama ritual  — sampai saat ini belum diemban oleh sebuah negara semenjak keruntuhan Khilafah Islamiyah pada 3 Maret 1924.  Islam sebagai ideologi masih berada dalam pribadi-pribadi muslim atau paling banter dalam jamaah Islam yang terus memperjuangkan wujudnya negara yang akan mengemban ideologi ini.  Upaya ini semakin hari semakin marak.  Ibarat bola salju, siapa yang sanggup menahannya ?

Penerimaan masyarakat terhadap ide Islam sebagai ideologi pun sangat menggembirakan. Dimana-mana di masjid, kampus, sekolah, kampung, warung, pasar, dan lain-lain — obrolan penerapan syariat Islam dalam lingkup negara hangat diperbincangkan. Ini menandai suatu kesadaran baru tentang perlu dan pentingnya Islam turut campur dalam membangun peradaban baru yang agung untuk menggantikan peradaban memuakkan yang dilandasi Kapitalisme.

Kondisi ini sangat tidak diharapkan oleh Kapitalisme.  Maka dicanangkanlah Islam sebagai musuh utama peradaban Kapitalisme.  Setidaknya inilah yang diungkapkan Samuel Huntington dalam bukunya The Clash of Civilization and The Remaking of World Order.  Huntington mensinyalir Islamlah musuh terbesar peradaban Barat pasca perang dingin. Cirinya adalah menolak Kapitalisme dan ingin menegakkan Islam secara menyeluruh (kaffah) dalam sebuah negara.

Jelas,  ini adalah alasan ideologis.  Dan ini harus dicegah, tidak boleh dibiarkan. Inilah yang nampak dari pernyataan Henry Kissinger  mantan Menteri Luar Negeri AS dalam bukunya Diplomacy : Kita harus mencegah Islam fundamentalis berubah menjadi sebuah ideologi yang menentang dunia Barat dan kita.  Hal senada pernah diungkapkan oleh Willi Claes  mantan Sekjen NATO : Muslim fundamentalis setidak-tidaknya sama bahayanya dengan Komunisme di masa lalu.

Harap jangan menganggap enteng resiko ini.  Jika Henry Kissinger dan Willi Claes hanya menyebut dengan istilah fundamentalis Islam, maka Huntington secara telanjang menyatakan bahwa Islamlah yang menjadi ancaman bagi peradaban Barat : Problem yang mendasar bagi Barat bukanlah fundamentalis Islam, tetapi adalah Islam itu sendiri sebagai sebuah peradaban yang penduduknya meyakini ketinggian budaya mereka.

Tak dapat dibantah ungkapan mereka adalah ungkapan permusuhan dan pernyataan perang terhadap Islam dalam kapasitasnya sebagai sebuah ideologi. Sekalipun Kapitalisme memberikan kebebasan dan keleluasaan jika Islam hanya dipandang sebagai agama ritual yang tidak mengurusi wilayah publik sebagaimana  yang nampak dari iklan yang pernah dipersembahkan oleh Lembaga Muslim Amerika.  Namun, Kapitalisme tidak akan membiarkan keinginan kaum muslimin untuk mengatur dirinya sendiri; mengatur ekonomi, politik, pemerintahan, hukum, pendidikan, militer, dan lain-lain dengan tatanan Islam.

Memang, Kapitalisme dan Islam tidak akan pernah bisa menyatu.  Karena, keduanya memiliki perbedaan pada landasan dasar filosofisnya maupun dalam tataran praktisnya.

Secara filosofis (baca : aqidah), Kapitalisme tegak di atas dasar Sekulerisme.  Inti sekulerisme adalah pemisahan agama dari kehidupan (wilayah publik).  Agama tidaklah ditolak keberadaannya, tapi sekedar dibuat tidak berperan dalam pengaturan kehidupan.  Jika demikian kondisinya maka aturan Tuhan tidak perlu digunakan dalam menata kehidupan. Aturan Tuhan cukup berada di wilayah privat.  Jelas, sekulerisme mengkebiri kekuasaan Tuhan sebagai Maha Pencipta (Al Khaliq) dan Maha Pengatur (Al Mudabbir).  Jadilah pengakuan terhadap adanya Tuhan sebagai formalitas belaka.

Sementara Islam menghendaki kehidupan ini ditata dengan aturan dari Sang Pencipta (Al Khaliq) sebagai konsekuensi logis dari pengakuan keimanan seseorang terhadap-Nya.  Dengan demikian, penegakan syariat Islam secara kaffah  baik dalam kapasitas pribadi maupun masyarakat dan negara  adalah bukti kemantapan iman seseorang. Adalah omong kosong jika ada seseorang yang mengaku tinggi ilmu aqidah/ tauhidnya tetapi tidak peduli pada penerapan syariat Islam.

Dalam tataran praktis, Kapitalisme selalu berbeda dengan Islam.  Kapitalisme menyerukan kebebasan beraqidah, Islam menafikannya.  Kapitalisme mendorong kebebasan bertingkah laku, Islam menuntut adanya keterikatan pada hukum syara dalam setiap aktivitas.  Kapitalisme mengembangkan kebebasan pemilikan sehingga siapa pun dapat memiliki apa pun dengan cara bagaimana pun, Islam mengatur siapa boleh memiliki apa dan bagaimana cara memilikinya.  Kapitalisme menggembar-gemborkan kebebasan berpendapat, Islam mengajarkan unjuk pendapat yang baik (sesuai syara).

Perbedaan-perbedaan tersebut sangat tajam.  Tidak mungkin mengkompromikannya.  Salah satu harus dilumpuhkan.  Dan Kapitallisme terus berusaha untuk melumpuhkan Islam.

Abdul Qodim Zallum dalam kitabnya Mafahim Khatiroh li Dharbi al Islam wa Tarkiz al Hadharoh al Gharbiyah mengungkapkan gagasan pemikiran Kapitalisme yang destruktif yang diharapkan dapat mengubah format pemikiran kaum muslimin dan menjauhkannya dari cita-cita ideologisnya, yakni penegakan syariat Islam.  Pemikiran tersebut adalah terorisme, dialog antar agama, sikap moderat, fundamentalisme, dan globalisasi.

Penisbatan label teroris adalah cara ampuh Barat, khususnya AS, dalam membungkam berbagai gerakan Islam yang dianggap mengancam kepentingan mereka, walaupun gerakan Islam tersebut tidak menggunakan kekerasan dalam gerak-langkahnya seperti Hizbut Tahrir.  Ide dialog antar agama secara pasti menggiring kaum muslimin  untuk menanggalkan keyakinan beragamanya.  Dialog antar agama sebetulnya lebih merupakan cara Barat untuk mereduksi Islam sebagai sebuah ideologi sehingga ia terlempar ke level yang paling rendah, yakni sekedar agama ritual.  Sikap moderat adalah strategi halus untuk meredam sikap keras kaum muslimin.  Tujuannya agar kaum muslimin menanggalkan dan meninggalkan Islam sebagai ideologi politik walaupun tetap sebagai keyakinan spiritual.

Fundamentalisme sengaja dipropagandakan  untuk membentuk opini internasional agar dunia secara bersama-sama melawan berbagai gerakan fundamentalis.  Dan seperti biasa, cap ini lebih banyak ditujukan bagi gerakan-gerakan Islam yang mencita-citakan tegaknya syariat Islam di muka bumi. Sementara, globalisasi ditargetkan agar dunia senantiasa berada dalam dominasi dan hegemoni  Barat sebagai pemegang kendali peradaban Kapitalis  Sekuler ini.

Jika Kapitalisme sudah menyiapkan berbagai cara untuk menghadang laju Islam, bagaimana dengan kita ? []

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*