Sebagaimana perundingan-perundingan sebelumnya, perundingan damai yang akan diselenggarakan pada 25 Februari mendatang —sebagai tindak lanjut Perjanjian Jenewa III— justru akan meningkatkan penderitaan kaum Muslimin Suriah.
“Berpartisipasi di dalamnya tidak akan pernah mengakhiri penderitaan Anda (kelompok oposisi, red) dan malah sebaliknya yang benar adalah akan meningkatkan penderitaan mereka (kaum Muslimin Suriah, red),” ujar Kantor Media Hizbut Tahrir Suriah dalam pers rilisnya, Rabu (3/2).
Hal itu terjadi karena akar penderitaan adalah sistem sekuler yang menguasai leher-leher kaum Muslimin dan bukan hanya orang-orang yang menjalankan sistem itu. “Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta,” tulis rilis tersebut mengutip firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Thaha Ayat 124.
Menurut HT Suriah, pergi ke Jenewa untuk bernegosiasi dengan para pembantai (agen Amerika) berarti jatuh ke dalam perangkap untuk membuat konsesi dengan mulai menyerahkan leher-leher mereka kepada agen-agen Barat. Mereka telah menerima dan menyetujui pemerintahan di bawah wewenang negara sekuler demokratis; untuk membuat konstitusi buatan manusia darinya dan mengadakan pemilu di bawah pengawasan PBB.
Jadi pada akhirnya, tulis rilis tersebut, seseorang yang paling tulus dalam pengabdiannya kepada orang-orang kafir Barat dan orang-orang yang menjadi agen paling besar-lah yang akan menjadi pemenang, yang semuanya disebutkan dilakukan di bawah apa yang dinamakan pemilu yang bebas dan adil. Revolusi Syam kemudian akan menjadi rusak dan hilang sebagaimana apa yang mereka lakukan dengan masalah Palestina yang dijual melalui konferensi dengan penghinaan dan membuat rasa malu, semuanya dilakukan dalam pasar negosiasi yang diadakan bersama musuh-musuh Allah.
Menyusul pertemuan dengan Komite Negosiasi Tertinggi (HNC) dari kelompok oposisi di Kota Swiss, Rabu, 3 Februari 2016, utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Staffan de Mistura mengatakan perundingan damai dipastikan digelar pada 25 Februari 2016.
Pertemuan di Swedia adalah bagian dari agenda membicarakan resolusi PBB bulan lalu tentang transisi politik di Suriah, termasuk membahas rancangan konstitusi baru serta penyelenggaraan pemilihan umum.
Para Rabu dinihari, 3 Februari 2016, waktu setempat, mengutip informasi dari Syrian Network for Human Rights (SNHR), oposisi menuding pemerintah Suriah dan Rusia membunuh sedikitnya 300 warga sipil sejak digelarnya Konferensi Jenewa III pada 29 Januari 2016.
Berbicara seusai pengumuman de Mistura, Riyad Hijab, Kepala HNC yang bergabung bersama tim oposisi di Jenewa, menyatakan delegasi meninggalkan meja perundingan Jenewa III dan tidak akan kembali hingga ada perubahan pada serangan di darat dan mengakhiri serangan udara yang sampai sekarang tetap berlangsung.
“Oposisi hanya bersedia membicarakan gencatan senjata ketika ada transisi politik yang tidak melibatkan Presiden Suriah Bashar al-Assad,” kata Hijab.
Hijab juga mengatakan HNC siap lahir batin bergabung bersama komunitas internasional untuk mengimplementasikan sesuatu guna terbentuknya lembaga transisi pemerintah.[]Riza Aulia/Joy