Stop Penghancuran Islam !

Jakarta diguncang bom (14/1/2015). Semua orang tersentak, tentu termasuk kita. Bukan sekadar ledakan, tembak-menembak pelaku dengan pihak keamanan pun terjadi. Terdapat 7 orang meninggal dunia dan belasan orang luka-luka. Kita pun mengutuk tindakan tersebut.

Janggal? Barangkali pernyataan Irfan Awwas benar. “Heboh Gafatar sebagai proyek intelijen dan komunis. Perpanjangan kontrak kerja Freeport. Penangkapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari PDIP oleh KPK. Jusuf Kalla menjadi saksi tipikor. Semuanya lenyap ditutupi oleh peristiwa peledakan di Sarinah, Thamrin,” ungkapnya.

Satu hal lagi, seminggu sebelum kejadian (7/1/2015) Pemerintah AS mengeluarkan travel warning kepada warganya yang akan bepergian ke Indonesia karena akan ada serangan teror. Tiga hari setelah itu, Pemerintah Australia mengeluarkan travel advice serupa. Peringatan kedua negara itu membuat Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi heran dan mempertanyakan, “Kami tidak tahu berdasarkan informasi apa mereka menyampaikan security alert tersebut. Mereka tidak menyampaikan kepada kita dasar informasi pengumuman atau kebijakan tersebut”.

Tidak aneh, Ketua PP Muhammadiyah yang membidangi Hukum dan HAM, Busyro Muqaddas mengkhawatirkan di balik isu terorisme ada proyek internasional atau proyek negara tertentu yang tidak menginginkan Indonesia stabil secara ekonomi. “Memecah-belah sehingga sektor ekonomi dikuasai asing. Lihat saja perusahaan raksasa multinasional, kasus Freeport, ini lagu lama,” tegasnya.

Seorang tokoh bertanya secara retoris kepada saya, “Ada sebuah pertanyaan yang penting dijawab. Mengapa setiap tindak kekerasan selalu dikaitkan dengan Islam? Bukankah Islam mengharamkan tindakan membunuh orang tanpa dosa? Bukankah Islam mengharamkan tindakan terror apalagi di negeri Muslim? Bukankah Indonesia ini negeri Muslim terbesar?”

Tak tahan membendung rasa, dia melanjutkan, “Bukankah umat Islam juga mengutuk tindakan tersebut? Kalau disebut sasarannya adalah orang-orang kafir, faktanya mereka yang diserang adalah Muslim. Korban juga Muslim. Limâdza? Why?”

Saya katakan bahwa Islam sangat menghargai nyawa. Tak boleh darah tertumpah tanpa makna. “Siapa saja yang membunuh seseorang bukan karena membunuh orang lain atau melakukan kerusakan di muka bumi maka ia laksana membunuh manusia seluruhnya.” Begitu makna al-Quran surat al-Maidah ayat 32. Jelas, Allah SWT melarang menumpahkan darah seseorang tanpa hak.

Tidak masuk akal sehat, Islam yang diturunkan oleh Allah SWT sebagai rahmatan lil ‘alamin selalu saja dikait-kaitkan dengan teror. Tidak logis, Islam mengharamkan terror, apalagi di negeri Muslim, namun tetap saja terror dihubung-hubungkan dengan Islam dan orang yang memperjuangkan Islam. Korbannya pun negeri Muslim. Orang yang meninggal dan luka pun mayoritas Muslim. Negeri dan umat Islam menjadi korban. Lantas? Teror ini bukan atas dasar Islam. Bukan pula untuk kepentingan umat Islam. Bagaimana mungkin peristiwa itu dikaitkan dengan Islam padahal bertentangan dengan Islam. Bagaimana pula kejadian tersebut dihubungkan dengan umat Islam padahal umat Islam itu justru sebagai korban.

Kepolisian langsung menyimpulkan bahwa pelakunya adalah kelompok Jaringan Anshar Khilafah Nusantara yang berafiliasi ke ISIS. Jenazah yang diduga pelaku masih diidentifikasi, tetapi mengapa afiliasinya sudah diketahui? Bahkan nama kelompok tersebut baru muncul pertama kali saat itu. Ledakan tersebut pun langsung dikaitkan dengan radikalisme. Dikatakan bahwa pelakunya berafiliasi kepada ISIS dengan membawa isu khilafah. Muara pesan yang disampaikan adalah, “Ide khilafah harus diwaspadai.”

Padahal Khilafah merupakan warisan Rasulullah saw. Tidak kurang dari 39 hadis yang berbicara tentang Khilafah. Bagaimana mungkin seorang Muslim membenci ajaran agamanya sendiri? Bagaimana mungkin seseorang yang mengaku mencintai Rasulullah saw. justru menentang ajaran yang dibawa oleh beliau.

Beberapa waktu lalu, saya bertemu dengan Prof. Hassan Ko Nakata, Guru Besar Doshisha University Jepang. Beliau pernah ke Suriah saat menjadi penerjemah bagi dua orang Jepang yang diadili di sana. “Setelah Anda ke Suriah, bagaimana pandangan Anda tentang kondisi di sana?” Tanya saya.

Beliau mengatakan, “Kondisi di Suriah berbeda dengan di sini. Di sana banyak organisasi yang terpisah-pisah. Tidak saling berkoordinasi. Banyak tindakan yang dilakukan oleh masing-masing kelompok. Karena itu infiltrasi dari pihak Barat pun terlihat tidak begitu sulit dilakukan.”

Menarik bila pernyataan Ko Nakata dihubungkan dengan pengakuan Mantan Menlu AS Hillary Clinton. Dalam buku berjudul Hard Choice, Hillary mengakui bahwa gerakan ISIS dibentuk oleh AS bersama sekutunya untuk membuat Timur Tengah senantiasa bergolak. Kedutaan Besar (Kedubes) Amerika Serikat (AS) di Beirut, Libanon, menolak klaim tersebut. Kedubes AS mengklarifikasi bahwa buku yang diterbitkan Hillary tidak memiliki referensi apapun tentang keterlibatan AS dalam penciptaan ISIS atau berencana untuk mengakuinya sebagai organisasi yang sah.

Mungkinkah seorang mantan Menlu AS bicara asal ngomong? Apalagi ditulis dalam sebuah buku? “Kalau saya sih melihat bahwa gagasan khilafah yang sahih disabotase melalui pembentukan ‘khilafah’ ala AS. Lalu setelah itu organisasi tersebut dituduh sebagai organisasi teroris,” ujar seorang kawan dengan ringan. Targetnya, untuk merusak ajaran Islam.

Pada saat yang sama, negeri Muslim terus dicengkeram oleh negara kafir imperialis. Mengutip pernyataan Pak Kivlan Zein, Indonesia kini sedang dikuasai oleh asing, aseng dan antek. Asing maksudnya AS, aseng adalah Cina, dan antek merupakan orang-orang yang mengabdi untuk kepentingan negara asing. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun didominasi oleh non-Muslim.

Kerusakan negeri zamrud khatulistiwa ini nyaris sempurna. Cengkeraman penjajahan asing makin kokoh. Masyarakat mulai sadar bahwa solusinya adalah menerapkan syariat Islam di bawah naungan Khilafah. Umat bersatu di dalamnya. Namun, Khilafah sebagai solusi ini dikriminalisasi hingga seolah-olah monster yang menakutkan. Mereka membuat makar, Allah pun membuat makar, dan Allahlah sebaik-baik yang membalas makar. Stop penghancuran Islam! [Muhammad Rahmat Kurnia; DPP Hizbut Tahrir Indonesia]

sumber : majalah alwaie edisi februari 2016

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*