Hukum Berpartisipasi dalam Pemilu Penguasa Yang Memerintah dengan Kekufuran

بسم الله الرحمن الرحيم

Silsilah Jawaban asy-Syaikh al-‘Alim Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah Amir Hizbut Tahrir Atas Pertanyaan di Akun Facebook Beliau “Fiqhiyun”

Jawaban Pertanyaan:

Hukum Berpartisipasi dalam Pemilu Penguasa Yang Memerintah dengan Kekufuran

Kepada Mouadh Seif Elmi

 

 

Pertanyaan:

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Syaikhuna, saya punya pertanyaan: apakah benar bahwa para sahabat yang berhijrah ke Habasyah berperang bersama Najasyi melawan musuh Najasyi, mereka mengharapkan kemenangan Najasyi dan bergembira dengan kemenangannya? Sebab peristiwa ini dijadikan dalil oleh sebagian masyayikh di Tunisia atas bolehnya pemilu parlemen dan presiden dan mereka menyerukan memilih partai yang lebih kecil keburukannya. Saya ucapkan terima kasih.

 

Jawab:

Wa’alaikumussalam wa rahmatullah wa baakatuhu.

Sebelum masuk ke jawaban, saya arahkan perhatian kepada bahwa seorang mujtahid ketika membahas hukum syara’ pada suatu masalah, maka setelah memahami faktanya ia harus mencari dalil-dalilnya di dalam nash-nash syara’, kemudian mengistinbath hukum syara’ untuk masalah tersebut setelah menelaah dalil-dalil yang berkaitan dengannya… Dia tidak boleh menetapkan pandangan dalam masalah tersebut kemudian setelah itu mencari dalil-dalil yang darinya mungkin diistinbath pandangan yang menjadi pendapatnya. Sebab yang dituntut secara syar’iy adalah berhukum kepada syara’, yakni mengambil hukum dari dalil-dalil, bukan memberikan pendapat dari diri mujtahid sendiri kemudian setelah itu mencari dalil-dalil yang mendukung pendapat ini. Perbuatan ini tidak mengikuti syara’ dan bukan mencari hukum syara’, akan tetapi mengikuti hawa nafsu…

Orang yang menelaah pendapat-pendapat mereka yang membolehkan berpartisipasi dalam sistem yang menghukumi dengan hukum-hukum kufur dan mereka yang membolehkan memilih penguasa dan wakil rakyat (anggota parlemen) di mana mereka memutuskan hukum atau memerintah dengan selain syariah Allah dan mereka mensyariatkan untuk masyarakat aturan-aturan hukum positif buatan manusia tidak dengan petunjuk dari Allah SWT; niscaya ia mendapati mereka membolak-balik nash-nash syara’ sampai mereka berhenti pada apa yang lebih rendah dari tingkatan syubhatu ad-dalil (sesuatu yang dianggap dalil padahal bukan dalil) untuk mendukung pendapat mereka… Yang mengherankan dalam masalah tersebut, mereka justru meninggalkan dalil-dalil qath’iy yang mutawatir dan terhampar di dalam al-Kitab dan as-Sunnah. Mereka malah mencari perkara-perkara yang tidak sama, demi mengeluarkan pendapatnya…

Sekarang kami jawab perkara yang disebutkan di dalam pertanyaan:

Dengan merujuk kitab-kitab sirah menjadi jelas, bahwa tidak terbukti adanya apa yang menunjukkan para sahabat berperang bersama Najasyi melawan musuh Najasyi. Terdapat riwayat-riwayat di dalam kitab-kitab sirah seputar sikap para sahabat terhadap masalah Najasyi dengan musuh-musuhnya itu. Riwayat-riwayat itu berdekatan jika tidak malah saling bersesuaian. Saya paparkan kepada penanya di sini riwayat imam Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya setelah beliau menyebutkan kisah kaum Muslimin dengan Najasyi dan bahwa Najasyi berlaku adil kepada para sahabat. Dinyatakan sebagai berikut (Ummu Salamah menuturkan):

(… وَأَقَمْنَا عِنْدَهُ بِخَيْرِ دَارٍ مَعَ خَيْرِ جَارٍ. قَالَتْ: فَوَاللهِ إِنَّا عَلَى ذَلِكَ إِذْ نَزَلَ بِهِ – يَعْنِي مَنْ يُنَازِعُهُ فِي مُلْكِهِ – قَالَت: فَوَاللهِ مَا عَلِمْنَا حُزْنًا قَطُّ كَانَ أَشَدَّ مِنْ حُزْنٍ حَزِنَّاهُ عِنْدَ ذَلِكَ، تَخَوُّفًا أَنْ يَظْهَرَ ذَلِكَ عَلَى النَّجَاشِيِّ، فَيَأْتِيَ رَجُلٌ لَا يَعْرِفُ مِنْ حَقِّنَا مَا كَانَ النَّجَاشِيُّ يَعْرِفُ مِنْهُ. قَالَتْ: وَسَارَ النَّجَاشِيُّ وَبَيْنَهُمَا عُرْضُ النِّيلِ، قَالَتْ: فَقَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ ﷺ: مَنْ رَجُلٌ يَخْرُجُ حَتَّى يَحْضُرَ وَقْعَةَ الْقَوْمِ ثُمَّ يَأْتِيَنَا بِالْخَبَرِ؟ قَالَتْ: فَقَالَ الزُّبَيْرُ بْنُ الْعَوَّامِ: أَنَا، قَالَتْ: وَكَانَ مِنْ أَحْدَثِ الْقَوْمِ سِنًّا، قَالَتْ: فَنَفَخُوا لَهُ قِرْبَةً، فَجَعَلَهَا فِي صَدْرِهِ ثُمَّ سَبَحَ عَلَيْهَا حَتَّى خَرَجَ إِلَى نَاحِيَةِ النِّيلِ الَّتِي بِهَا مُلْتَقَى الْقَوْمِ، ثُمَّ انْطَلَقَ حَتَّى حَضَرَهُمْ. قَالَتْ: وَدَعَوْنَا اللهَ لِلنَّجَاشِيِّ بِالظُّهُورِ عَلَى عَدُوِّهِ، وَالتَّمْكِينِ لَهُ فِي بِلادِهِ، وَاسْتَوْسَقَ عَلَيْهِ أَمْرُ الْحَبَشَةِ، فَكُنَّا عِنْدَهُ فِي خَيْرِ مَنْزِلٍ، حَتَّى قَدِمْنَا عَلَى رَسُولِ اللهِ ﷺ، وَهُوَ بِمَكَّةَ)

(… dan kami tinggal padanya dengan dâr (negeri) yang baik bersama tetangga yang baik. Ia (Ummu Salamah) berkata: “demi Allah kami seperti itu ketika hal itu terjadi padanya –yakni orang yang ingin merebut kekuasaannya-. Ia (Ummu Salamah) berkata: “demi Allah kami sama sekali tidak mengetahui kesedihan yang lebih parah dari kesedihan kami pada saat itu, khawatir yang itu akan menang terhadap Najasyi, lalu datang seorang laki-laki, yang ia tidak berbuat baik kepada kami seperti apa yang dilakukan oleh Najasyi.” Ia (Ummu Salamah) berkata: “Najasyi berjalan dan diantara keduanya (ada jarak) selebar sungai Nil.” Ia (Ummu Salamah) berkata: “maka para sahabat Rasulullah saw berkata: “siapa yang mau keluar hingga tiba di tempat pertempuran kaum itu kemudian datang kepada kami membawa berita?” Ia (Ummu Salamah) berkata: “maka az-Zubair ibnu al-‘Awwam berkata: “saya”. Ia (Ummu Salamah) berkata: “ia adalah yang paling muda usianya diantara para sahabat.” Ia (Ummu Salamah) berkata: “maka mereka menggelembungkan kantong air dari kulit dan diletakkan di dada Az-Zubair, kemudian ia berenang dengannya menyeberangi sungai Nil ke tepian sungai tempat bertemunya kaum itu, kemudian ia pergi sampai ia mendatangi tempat terjadinya perang.” Ia (Ummu Salamah) berkata: “dan kami memohon kepada Allah untuk kemenangan Najasyi atas musuhnya, dan peneguhan kekuasaan untuknya di negerinya, dan urusan Habasyah menjadi teratur padaya. Dan kami di sisinya berada di tempat tinggal yang baik, sampai kami datang kepada Rasulullah saw dan beliau di Mekah.” Selesai.

Di dalam al-Bidâyah wa an-Nihâyah Ibnu Katsir dinyatakan sebagai berikut:

(قَالَتْ: فَأَقَمْنَا مَعَ خَيْرِ جَارٍ فِي خَيْرِ دار، فلم نشب أَنْ خَرَجَ عَلَيْهِ رَجُلٌ مِنَ الْحَبَشَةِ يُنَازِعُهُ في مِلْكِهِ، فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْنَا حُزْنًا حَزِنَّا قَطُّ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ، فَرَقًا مِنْ أَنْ يَظْهَرَ ذَلِكَ الْمَلِكُ عَلَيْهِ فَيَأْتِي مَلِكٌ لَا يَعْرِفُ مِنْ حقنا ما كان يعرفه، فجعلنا ندعو اللَّهَ وَنَسْتَنْصِرُهُ لِلنَّجَاشِيِّ فَخَرَجَ إِلَيْهِ سَائِرًا فَقَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ  بعضهم لبعض: من يَخْرُجُ فَيَحْضُرُ الْوَقْعَةَ حَتَّى يَنْظُرَ عَلَى مَنْ تكون؟ وقال الزُّبَيْرُ – وَكَانَ مِنْ أَحْدَثِهِمْ سِنًّا – أَنَا، فَنَفَخُوا له قربة فجعلها في صدره، فجعل يَسْبَحُ عَلَيْهَا فِي النِّيلِ حَتَّى خَرَجَ مِنْ شِقِّهِ الْآخَرِ إِلَى حَيْثُ الْتَقَى النَّاسُ، فَحَضَرَ الْوَقْعَةَ فَهَزَمَ اللَّهُ ذَلِكَ الْمَلِكَ وَقَتَلَهُ، وَظَهَرَ النجاشي عليه. فجاءنا الزبير فجعل يليح لَنَا بِرِدَائِهِ وَيَقُولُ أَلَا فَأَبْشِرُوا، فَقَدْ أَظْهَرَ اللَّهُ النَّجَاشِيَّ. قُلْتُ: فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْنَا [أَنَّنَا] فرحنا بشيء قَطُّ فَرَحَنَا بِظُهُورِ النَّجَاشِيِّ ثُمَّ أَقَمْنَا عِنْدَهُ حتى خرج من خرج منا إِلَى مَكَّةَ، وَأَقَامَ مَنْ أَقَامَ.)

(… ia (Ummu Salamah) berkata: “lalu kami tinggal dengan tetangga yang baik di negeri yang baik. Tidak sampai musim semi sampai seorang laki-laki keluar hendak merebut kekuasaannya. Demi Allah kami tidak mengetahui kesedihan yang lebih menyedihkan dari itu, karena khawatir laki-laki itu akan menang terhadap Najasyi sehingga datang seorang raja yang tidak berbuat baik kepada kami seperti Najasyi berbuat baik kepada kami. Hal itu membuat kami berdoa kepada Allah dan meminta kemenangan untuk Najasyi. Dan dia (Najasyi) keluar menghadapinya berjalan kaki. Maka para sahabat Rasulullah berkata satu sama lain: “siapa yang mau keluar dan mendatangi peperangan sampai ia melihat kemenangan ada di pihak siapa?” Az-Zubair berkata –dan ia yang paling muda-: “aku”. Maka mereka menggelembungkan kantong air dari kulit dan meletakkannya di dada az-Zubair. Lalu ia berenang dengannya di sungai Nil sampai keluar di sisi seberang dimana orang-orang itu bertemu, lalu ia mendatangi medan terjadinya perang. Maka Allah mengalahkan raja itu dan membunuhnya dan Najasyi pun menang. Lalu az-Zubair datang kepada kami dengan menyingsingkan kainnya dan ia berkata: “bergembiralah, Allah telah memenangkan Najasyi.” Aku (Ummu Salamah) katakan: “demi Allah kami tidak mengetahui kami bergembira seperti kegembiraan kami dengan kemenangan Najasyi kemudian kami tinggal di sisinya sampai siapa yang ingin maka ia keluar dari sana ke Mekah, sementara siapa yang ingin tinggal maka ia boleh tetap tinggal.”) selesai.

Lalu dari mana mereka mengambil kebolehan berpartisipasi dalam pemilu pemilihan penguasa yang menghukumi dengan kekufuran dan memilih partai-partai untuk masuk parlemen dan membuat syariat selain Allah; padahal tidak ada di dalam riwayat-riwayat itu bahwa para sahabat berpartisipasi dalam peperangan dan mereka juga tidak memiliki keputusan dalam perkara apapun, bahkan mereka adalah orang-orang mustadh’afin, dan mereka tidak lebih sekadar mengirim orang paling muda diantara mereka untuk memonitor berita dan melihat kemenangan ada di pihak siapa:

– “فَقَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللهِ ﷺ: مَنْ رَجُلٌ يَخْرُجُ حَتَّى يَحْضُرَ وَقْعَةَ الْقَوْمِ ثُمَّ يَأْتِيَنَا بِالْخَبَرِ؟

– “فَقَالَ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ بعضهم لبعض: من يَخْرُجُ فَيَحْضُرُ الْوَقْعَةَ حَتَّى يَنْظُرَ عَلَى مَنْ تكون؟

“- maka para sahabat Rasulullah saw berkata: “siapa laki-laki yang mau keluar sehingga mendatangi medan pertemppuran kaum itu, kemudian membawa berita kepada kami?”

“- maka para sahabat Rasulullah saw berkata sebagian kepada sebagian yang lain: “siapa yang mau keluar mendatangi medan pertempuran sampai ia melihat kemenangan ada di pihak siapa?”

Yang ada dalam masalah tersebut bahwa para sahabat –semoga Allah meridhai mereka- suka agar Najasyi menang terhadap musuhnya, sebab Najasyi adalah raja yang adil, tidak seorang pun dizalimi di sisinya seperti yang diberitakan oleh Rasulullah saw dan seperti yang mereka saksikan sendiri… dan khawatir musuhnya menang terhadapnya dan musuhnya itu boleh jadi tidak berbuat adil kepada mereka seperti Najasyi yang berbuat adil:

“… فَوَاللهِ مَا عَلِمْنَا حُزْنًا قَطُّ كَانَ أَشَدَّ مِنْ حُزْنٍ حَزِنَّاهُ عِنْدَ ذَلِكَ، تَخَوُّفًا أَنْ يَظْهَرَ ذَلِكَ عَلَى النَّجَاشِيِّ، فَيَأْتِيَ رَجُلٌ لَا يَعْرِفُ مِنْ حَقِّنَا مَا كَانَ النَّجَاشِيُّ يَعْرِفُ مِنْهُ.”، “…فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْنَا حُزْنًا حَزِنَّا قَطُّ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُ، فَرَقًا مِنْ أَنْ يَظْهَرَ ذَلِكَ الْمَلِكُ عَلَيْهِ فَيَأْتِي مَلِكٌ لَا يَعْرِفُ مِنْ حقنا ما كان يعرفه، فجعلنا ندعو اللَّهَ وَنَسْتَنْصِرُهُ لِلنَّجَاشِيِّ…”

…”maka demi Allah kami tidak mengetahui kesedihan yang lebih menyedihkan dari kesedihan kami pada saat itu, karena khawatir musuh Najasyi itu akan menang terhadap Najasyi lalu datang laki-laki yang tidak berbuat baik kepada kami sebagaimana Najasyi”…. “maka demi Allah kami tidak mengetahui kesedihan yang lebih kuat dari itu, khawatir raja itu akan menang terhadap Najasyi lalu datang seorang raja yang tidak berbuat baik terhadap kami seperti halnya dia (Najasyi) maka itu membuat kami memohon kepada Allah dan kami memohon kemenangan untuk Najasyi”…

Lalu di mana di dalam hal itu adanya pemilihan penguasa untuk menghukumi dengan kekufuran atau pemilihan partai-partai untuk parlemen guna membuat syariat selain Allah bagi masyarakat? Para sahabat berharap dan suka serta memohon kepada Allah agar raja yang berlaku adil kepada mereka menang terhadap musuhnya yang mungkin tidak berlaku adil terhadap mereka. Mereka (para sahabat) tidak berpartisipasi dalam sesuatu pun yang menunjukkan mereka memilih seseorang untuk menghukumi dengan kekufuran atau untuk mensyariatkan undang-undang kufur…

Karena itu, kebatilan istidlal dengan peristiwa ini atas bolehnya berpartisipasi dalam pemilihan penguasa yang menghukumi dengan kekufuran dan pemilihan partai-partai untuk mensyariatkan bagi masyarakat, selain Allah, adalah kebatilan yang tampak jelas tidak memerlukan banyak pengetahuan dan penelaahan… khususnya bahwa dalil-dalil atas berhukum dengan apa yang telah Allah turunkan adalah qath’iy ats-tsubut qath’iy ad-dilalah. Diantara dalil-dalil itu:

Firman Allah SWT:

﴿وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ﴾

“dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. (TQS al-Maidah [5]: 49)

﴿إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ﴾

Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. (TQS al-An’am [6]: 57)

﴿فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا﴾

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (TQS an-Nisa’ [4]: 65)

﴿أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ﴾

“Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (TQS al-Maidah [5]: 50)

 

Dan ayat-ayat lainnya banyak.

Kemudian, kaum kafir Quraisy telah menyodorkan kepada Rasul saw untuk mereka jadikan raja atas mereka dengan syariat mereka bukan Islam, maka Rasul saw menolak:

Di dalam Sîrah Ibnu Ishâqas-Sîyar wa al-Maghâzî” dinyatakan: “dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwa ‘Utbah ibnu Rabi’ah, Syaibah ibnu Rabi’ah, Abu Sufyan ibnu Harb, an-Nadhar ibnu al-Harits saudara bani Abdu ad-Dar, Abu al-Bahktariy saudara Bani Asad dan lainya … mereka berkumpul atau siapa dari mereka yang berkumpul setelah tenggelam matahari di belakang Ka’bah, sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain: “utuslah utusan kepada Muhamamd dan membantahnya sampai kalian memberi alasan tentangnya.” Maka mereka pun mengirim utusan kepada Muhammad … Mereka berkata kepada Muhammad:

يا محمد إنا قد بعثنا إليك لنعذر فيك… فإن كنت إنما جئت بهذا الحديث تطلب به مالاً جمعنا لك من أموالنا حتى تكون أكثرنا مالاً، وإن كنت إنما تطلب به الشرف فينا سودناك علينا، وإن كنت تريد به ملكاً ملكناك علينافقال لهم رسول ﷺ: «ما أدري ما تقولون، ما جئتكم بما جئتكم به لطلب أموالكم، ولا الشرف فيكم، ولا الملك عليكم، ولكن الله بعثني إليكم رسولاً وأنزل علي كتابا، وأمرني أن أكون لكم بشيراً ونذيراً فبلغتكم رسالة ربي، ونصحت لكم فإن تقبلوا مني ما جئتكم به فهو حظكم في الدنيا والآخرة، وإن تردوا علي أصبر لأمر الله حتى يحكم الله بيني وبينكم» أو كما قال رسول الله ﷺ

Ya Muhammad kami mengutus utusan kepadamu untuk menanyakan alasan tentangmu … jika engkau datang dengan membawa pembicaraan ini demi mencari harta, maka kami kumpulkan untukmu harta-harta kami sampai engkau menjadi yang paling banyak hartanya diantara kami. Jika engkau mencari kemuliaan, maka kami jadikan engkau pemimpin atas kami. Jika engkau menginginkan kekuasaan, kami angkat engkau menjadi raja (penguasa) atas kami…” Maka Rasulullah saw berkata kepada mereka: “Aku tidak tahu apa yang kalian katakan, aku tidak datang dengan apa yang aku bawa untuk mencari harta kalian, dan tidak pula kemuliaan di tengah kalian, dan tidak pula kekuasan atas kalian. Akan tetapi Allah mengutusku kepada kalian sebagai rasul dan Allah menurunkan kitab kepadaku, dan Allah memerintahkanku agar aku menjadi pemberi berita gembira dan peringatan kepada kalian maka aku sampaikan kepada kalian risalah Rabbku dan akku nasehatkan untuk kalian, maka jika kalian menerima dariku apa yang aku bawa, itu menjadi bagian kalian di dunia dan akhirat. Jika kalian menolaknya, maka aku bersabar untuk (menyampaikan) perintah Allah sampai Allah memutuskan diantara aku dengan kalian.” Atau seperti yang Rasulullah saw katakan.

Juga datang semisalnya di Dalâ`il an-Nubuwwah karya Abu Nu’aim al-Ashbahani (I/233)… dan di dalam as-Sîrah an-Nabawwiyah karta Ibnu Katsir (I/479) dan di dalam kitab sirah lainnya… Demikian juga mereka menyodorkan kepada Rasulullah saw untuk berserikat bersama dalam semua urusan mereka, sebagiannya berasal dari mereka dan sebagiannya berasal dari Rasulullah saw, lalu mereka menyembah tuhan Rasulullah satu tahun dan Rasulullah saw menyembah tuhan mereka satu tahun, maka Rasulullah saw menolaknya kecuali hanya Islam saja:

Dinyatakan di dalam Tafsîr al-Qurthubî untuk surat:

﴿قُلْ يَا أَيُّهَا الْكافِرُونَ﴾

Katakanlah: “Hai orang-orang kafir.” (TQS al-Kafirun [109]: 1)

(Ibnu Ishaq dan lainnya menyebutkan dari Ibnu Abbas: bahwa sebab turunnya adalah bahwa al-Walid bin al-Mughirah, al-‘Ash bin Wail, al-Aswad bin Abdu al-Muthallib dan Umayyah bin Khalaf, mereka bertemu dengan Rasulullah saw, lalu mereka berkata:

يَا مُحَمَّدُ، هَلُمَّ فَلْنَعْبُدْ مَا تَعْبُدُ، وَتَعْبُدُ مَا نَعْبُدُ، وَنَشْتَرِكُ نَحْنُ وَأَنْتَ فِي أَمْرِنَا كُلِّهِ، فَإِنْ كَانَ الَّذِي جِئْتَ بِهِ خَيْرًا مِمَّا بِأَيْدِينَا، كُنَّا قَدْ شَارَكْنَاكَ فِيهِ، وَأَخَذْنَا بِحَظِّنَا مِنْهُ. وَإِنْ كَانَ الَّذِي بِأَيْدِينَا خَيْرًا مِمَّا بِيَدِكَ، كُنْتَ قَدْ شَرِكْتَنَا فِي أَمْرِنَا، وَأَخَذْتَ بِحَظِّكَ مِنْهُ، فَأَنْزَلَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكافِرُونَ…

“Hai Muhammad mari kami menyembah apa yang engkau sembah dan engkau menyembah apa yang kami sembah, dan kami berserikat dan engkau dalam semua urusan kami, dan jika apa yang engkau bawa lebih baik dari apa yang ada di tangan kami, kami ikut kamu di dalamnya, dan kami ambil bagian kami darinya. Dan jika apa yang ada di tangan kami lebih baik dari apa yang ada di tanganmu, maka engkau ikut kami dalam perkara kami, dan engkau ambil bagianmu darinya.” Maka Allah SWT menurunkan “hai orang-orang kafir” ….) selesai.

Dinyatakan di dalam Tafsîr ath-ThabarîJâmi’u al-Bayân” untuk surat:

﴿قُلْ يَا أَيُّهَا الْكافِرُونَ﴾

Katakanlah: “Hai orang-orang kafir.” (TQS al-Kafirun [109]: 1)

(Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Musa al-Harsyi, ia berkata: “telah menceritakan kepada kami Abu Khalaf, ia berkata: “telah menceritakan kepada kami Dawud dari Ikrimah dari Ibnu Abbas: bahwa Quraisy berjanji kepada Rasulullah saw … kami tawarkan padamu satu perkara, di dalamnya ada kebaikan untuk kamu dan kami”. Rasulullah saw berkata: “apa itu?” Mereka berkata:

تعبد آلهتنا سنة: اللات والعزي، ونعبد إلهك سنة، قال: «حتى أنْظُرَ ما يأْتي مِنْ عِنْدِ رَبّي»، فجاء الوحي من اللوح المحفوظ﴿قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُونَ﴾

“Engkau menyembah tuhan-tuhan kami satu tahun: Lata dan ‘Uza dan kami menyembah tuhanmu satu tahun.” Beliau menjawab: “sampai aku menunggu apa yang datang dari sisi Rabbku.” (Ibnu Abbas berkata) maka datang wahyu dari al-Lauh al-Mahfuzh: “katakanlah: “hai orang-orang kafir.”)

Selesai.

Dan dinyatakan di Fath al-Qadîr karya asy-Syawkani dalam tafsir:

﴿قُلْ يَا أَيُّهَا الْكافِرُونَ﴾

Katakanlah: “Hai orang-orang kafir.” (TQS al-Kafirun [109]: 1)

(Ibnu Jarir, Ibnu Abiy Hatim dan ath-Thabarani telah mengeluarkan dari Ibnu Abbas:

«أَنَّ قُرَيْشًا دَعَتْ رَسُولُ اللَّهِ e… فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَإِنَّا نَعْرِضُ عَلَيْكَ خَصْلَةً وَاحِدَةً وَلَكَ فِيهَا صَلَاحٌ، قَالَ: «مَا هِيَ؟» قَالُواتَعْبُدُ آلِهَتَنَا سَنَةً وَنَعْبُدُ إِلَهَكَ سَنَةً، قَالَ: «حَتَّى أَنْظُرَ مَا يَأْتِينِي مِنْ رَبِّي»، فَجَاءَ الْوَحْيُ مِنْ عند الله ﴿قُلْ يَا أَيُّهَا الْكافِرُونَ * لَا أَعْبُدُ مَا تَعْبُدُونَ﴾ إِلَى آخِرِ السُّورَةِ، وَأَنْزَلَ اللَّهُ﴿قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجاهِلُونَ﴾ إِلَى قَوْلِهِ﴿بَلِ اللَّهَ فَاعْبُدْ وَكُنْ مِنَ الشَّاكِرِينَ﴾

“Bahwa Quraisy memanggil Rasulullah saw … “maka jika engkau tidak melakukannya kami tawarkan kepadamu satu perkara dan di dalamnya ada kebaikan untukmu.” Rasul menjawab: “apa itu?” Mereka berkata: “engkau menyembah tuhan-tuhan kami satu tahun dan kami menyembah tuhanmu satu tahun.” Beliau menjawab: “sampai aku melihat apa yang datang kepadaku dari Rabbku.” (Ibnu Abbas berkata) maka datang wahyu dari sisi Allah (yang artinya): “katakanlah: “hai orang-orang kafir aku tidak akan menyembah apa yang kalian sembah.” (TQS al-Kafirun [109]: 1) Sampai akhir surat. Dan Allah SWT menurunkan ayat (yang artinya): “Katakanlah: “Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang tidak berpengetahuan?” (TQS az-Zumar [39]: 64) sampai ayat (yang artinya): “Karena itu, maka hendaklah Allah saja kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”. (TQS az-Zumar [39]: 66) …

Selesai.

Semua dalil ini gamblang dalam menyatakan larangan yang tegas dan keras dari berhukum dengan selain apa yang telah Allah turunkan. Juga menyatakan larangan tegas dan keras dari semua partisipasi dalam berhukum dengan selain apa yang telah Allah turunkan itu. Dan tidak ada yang menentang dalil-dalil yang gamblang ini kecuali orang yang bermaksiyat kepada Allah dan Rasul-Nya saw dalam bentuk kemaksiyatan yang terang-terangan. Alasan apapun selain itu adalah alasan terbantahkan yang mewariskan padanya kehinaan di dunia dan sungguh azab Allah jauh lebih besar.

 

Saudaramu

 

Atha’ bin Khalil Abu ar-Rasytah

 

24 Rabiuts Tsani 1437 H – 03 Februari 2016 M

http://hizb-ut-tahrir.info/ar/index.php/ameer-hizb/ameer-cmo-site/35355.html#sthash.ZP1nbbOl.dpuf

https://www.facebook.com/AmeerhtAtabinKhalil/photos/a.122855544578192.1073741828.122848424578904/440538976143179/?type=3&theater

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*