Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo mengatakan hasil hasil Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap pegawai Mahkamah Agung membuktikan bahwa praktik jual beli perkara masih marak. Pada Jumat lalu, KPK menangkap Kepala Sub Direktorat Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna.
Menurut Bambang, kasus dugaan suap yang melibatkan pegawai MA itu akan semakin mempersulit upaya perbaikan citra lembaga peradilan. “Sebab, hasil OTT KPK itu membuktikan bahwa praktik jual beli perkara masih marak,” kata Bambang dalam keterangan persnya pada Ahad, 14 Februari 2016.
Bambang meminta pimpinan MA untuk menyelidiki internalnya dalam merespon hasil OTT KPK itu. “Hasil OTT itu memaksa MA untuk lebih fokus dan konsisten melakukan pembenahan internal,” ujar Bambang.
Penyelidikan itu, menurut dia, bertujuan untuk mengetahui kemungkinan terlibatnya pegawai-pegawai MA dalam kasus dugaan suap itu. “Sebab, hasil OTT KPK itu memperlihatkan jumlah uang suap yang cukup besar,” katanya.
Politikus dari Partai Golkar itu menduga, uang suap sebesar Rp 400 juta dan uang lainnya dalam satu koper terpisah yang jumlahnya belum diketahui, bukan hanya untuk jatah satu orang saja. “Melainkan beberapa orang,” kata Bambang.
Pada 12 Februari 2016, KPK menangkap pegawai Mahkamah Agung, Kasubdit Kasasi dan Peninjauan Kembali Perdata Khusus Andri Tristianto Sutrisna, dalam Operasi Tangkap Tangan. Andri diduga menerima suap sebesar Rp 400 juta dari Direktur PT Citra Gading Asritama Ichsan Suadi.
Suap itu diduga diberikan kepada Andi untuk menunda salinan putusan kasasi atas Ichsan sebagai terdakwa korupsi pembangunan pelabuhan di Nusa Tenggara Barat pada 2007-2008. Keduanya ditangkap KPK di tempat berbeda dan kini sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Selain mereka, KPK juga menangkap empat orang lainnya. Mereka adalah pengacara Ichsan, Awang Lazuardi Embat; seorang sopir yang bekerja pada Ichsan; dan dua orang satpam yang bekerja pada Andri. Awang turut ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Sementara tiga lainnya masih sebagai saksi.
Andri sebagai penerima suap diancam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi. Sementara Ichsan dan Awang disangkakan melanggar Pasal 5 huruf a atau b atau Pasal 13 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (tempo.co, 14/2/2016)