Dilema Inggris di Timur Tengah

Philip hammondPada hari Senin tanggal 15 Februari Menteri Luar Negeri Inggris Philip Hammond menuduh negara-negara Muslim mengabaikan ancaman ekstrimisme Islam atau menutup mata atas apa yang terjadi di masjid, sekolah atau penjara mereka.

Lebih jauh dia mengkritik kebijakan agresif para pemimpin Muslim (yang dia dukung) dari menyekap para pembangkang dengan mengatakan “Kadang-kadang adalah hal yang benar untuk menyekap orang-orang itu, tapi penyekapan mereka tidak menghentikan pikiran orang-orang itu dan bagi banyak orang hal itu malah menguatkan narasi ekstrimis mereka.”

Dia kemudian mengakhiri komentarnya dengan memuji kebijakan kontra ekstremisme Inggris, dengan mendorong para pemimpin politik untuk mengadopsinya sebagai model. Kebijakan yang secara esensi ini menekan pemikiran politik Islam baru-baru ini digiatkan melalui berbagai cara. Tindakan tersebut meliputi pelecehan terhadap anak-anak Muslim di sekolah-sekolah, melaporkan para siswa ke Otoritas Pemerintah dan bahkan meminta para dokter dan guru untuk memata-matai para pasien atau siswa mereka.

Saat Timur Tengah terus memulihkan diri dari Arab Spring atau dalam kasus-kasus seperti di Suriah, mencoba menentukan masa depannya, sentimen Islam yang meningkat menimbulkan masalah yang signifikan dari negara-negara Barat yang berjuang untuk mempertahankan pemerintahan boneka mereka agar tetap berkuasa. Barat telah menyadari bahwa tindakan brutal hanya dapat dicapai dengan cara yang demikian besar dan upaya-upaya yang berulang telah dibuat di negara-negara Arab untuk menciptakan generasi baru Arab yang sekuler.

Namun, kebijakan ini telah gagal untuk mempengaruhi komunitas Muslim di dalam negeri dan sepertinya hal ini juga akan gagal di Timur Tengah.[]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*